Selasa, 22 Desember 2009

Kisah Pilot Bejo

Barang siapa ingin menyaksikan pilot berwajah kocak, tengoklah
Pilot Bejo. Kulitnya licin, wajahnya seperti terbuat dari karet, dan
apakah dia sedang gemetar ketakutan, sedih, atau gembira, selalu
memancarkan suasana sejuk. Karena itu, kendati dia suka
menyendiri, dia sering dicari.
Kalau dilihat dari ilmu pengetahuan, entah apa, mungkin pula
sosiologi, dia masuk dalam kawasan panah naik. Hampir semua
neneknya hidup dari mengangkut orang lain dari satu tempat ke
tempat lain. Ada leluhurnya yang menjadi kusir, lalu keturunannya
menjadi masinis, dan setelah darah nenek moyang mengalir kepada
dia, dia menjadi pilot.
Karena pekerjaan mengangkut orang dapat memancing bahaya,
maka, turun menurun mereka selalu diberi nama yang menyiratkan
keselamatan. Dia sendiri diberi nama Bejo, yaitu "selalu beruntung,"
ayahnya bernama Slamet dan karena itu selalu selamat, Untung,
terus ke atas, ada nama Sugeng, Waluyo, Wilujeng, dan entah apa
lagi. Benar, mereka tidak pernah kena musibah.
Namun ingat, kendati pilot lebih terhormat daripada masinis, dan
masinis lebih dihargai daripada kusir, masing-masing pekerjaan juga
mempunyai kelas masing-masing. Ada kusir yang mengangkut
orang-orang biasa, ada pula yang dipelihara oleh bangsawan dan
khusus mengangkut bangsawan. Slamet, ayah Pilot Bejo, juga
mengikuti panah naik: ayahnya, yaitu nenek Pilot Bejo, hanyalah
seorang masinis kereta api jarak pendek, mengangkut orang-orang
desa dari satu desa ke kota-kota kecil, sementara Waluyo, ayah Pilot
Bejo, tidak lain adalah masinis kereta api ekspres jarak jauh.
Dibanding dengan ayahnya, kedudukan Pilot Bejo jauh lebih baik,
meskipun Pilot Bejo tidak lain hanyalah pilot sebuah maskapai
penerbangan AA (Amburadul Airlines), yaitu perusahaan yang
6 11 Februari 2007
Kumpulan Cerpen-Cerpen Kompas 2007
Laha collection 39
dalam banyak hal bekerja asal-asalan. Selama tiga tahun AA berdiri,
tiga pesawat telah jatuh dan membunuh semua penumpangnya, dua
pesawat telah meledak bannya pada waktu mendarat dan
menimbulkan korban- korban luka, dan paling sedikit sudah lima
kali pesawat terpaksa berputar-putar di atas untuk menghabiskan
bensin sebelum berani mendarat, tidak lain karena rodanya menolak
untuk keluar. Kalau masalah keterlambatan terbang, dan pembuatan
jadwal terbang asal-asalan, ya, hampir setiap harilah.
Perjuangan Bejo untuk menjadi pilot sebetulnya tidak mudah.
Setelah lulus SMA dia menganggur, karena dalam zaman seperti ini,
dalam mencari pekerjaan lulusan SMA hanyalah diperlakukan
sebagai sampah. Untunglah ayahnya mau menolong, tentu saja
dengan minta tolong seorang saudara jauh yang sama sekali tidak
suka bekerja sebagai kusir, masinis, pilot, atau apa pun yang
berhubungan dengan pengangkutan. Orang ini, Paman Bablas, lebih
memilih menjadi pedagang, dan memang dia berhasil menjadi
pedagang yang tidak tanggung- tanggung.
Ketika dengan malu-malu Bejo menemuinya, dengan lagak bijak
Paman Bablas berkhotbah: "Bejo? Jadi pilot? Jadilah pedagang. Kalau
sudah berhasil seperti aku, heh, dapat menjadi politikus, setiap saat
bisa menyogok, dan mendirikan maskapai penerbangan sendiri,
kalau perlu kelas bohong-bohongan."
Mungkin karena wajah Bejo kocak, Paman Bablas tidak sampai hati
untuk menolak. Maka, semua biaya pendidikan Bejo di Akademi
Pilot ditanggung oleh Paman Bablas. Kendati otak Bejo sama sekali
tidak cemerlang, akhirnya lulus, dan resmi mempunyai hak untuk
menjadi pilot.
Namun, resmi mempunyai hak untuk menjadi pilot, tidak
selamanya dapat menjadi pilot, bahkan ada juga yang akhirnya
menjadi pelayan restoran. Mirip-miriplah dengan para lulusan
Akademi Pimpinan Perusahaan. Mereka resmi berhak menjadi
pimpinan perusahaan, tapi perusahaan siapakah yang mau mereka
pimpin?
Andaikata dia minta tolong Paman Bablas lagi, kemungkinan besar
dia akan diterima oleh maskapai besar. Namun dia tahu diri, apalagi
Kumpulan Cerpen-Cerpen Kompas 2007
40 Laha collection
dia percaya, darah nenek moyang serta namanya pasti akan terus
melesatkan panah ke atas. Panah benar-benar melesat ke atas, ketika
maskapai penerbangan SA (Sontholoyo Airlines) dibuka.
Setelah mengikuti ujian yang sangat mudah sekali, Bejo langsung
diterima tanpa perlu latihan-latihan lagi, hanya diajak sebentar ke
ruang simulasi, ke hanggar, melihat-lihat pesawat, semua bukan
milik Sontholoyo Airlines, lalu diberi brosur. Ujian kesehatan
memang dilakukan, oleh seorang dokter, Gemblung namanya, yang
mungkin seperti dia sendiri, sudah bertahun-tahun menganggur.
Dokter Gemblung bertanya apakah dia pernah operasi dan dia
menjawab tidak pernah, meskipun sebenarnya dia pernah operasi
usus buntu.
Pada hari pertama akan terbang, dia merasa bangga sekali. Dengan
pakaian resmi sebagai pilot, dia menunggu jemputan dari kantor.
Dia tahu, beberapa hari sebelum terbang dia pasti sudah diberi tahu
jadwal penerbangannya, tapi hari itu dia tidak tahu akan terbang ke
mana. Melalui berbagai peraturan dia juga tahu, paling lambat satu
jam sebelum pesawat mulai terbang, pilot sudah harus tahu keadaan
pesawat dengan jelas.
Demikianlah, sejak pagi sekali dia sudah menunggu di rumah, dan
akhirnya, memang jemputan datang. Sopir ngebut lebih cepat
daripada ambulans, menyalip sekian banyak kendaraan di sana dan
di sini, karena, katanya, sangat tergesa-gesa. Dia baru tahu dari bos,
bahwa hari itu sekonyong-konyong dia harus menjemput Pilot Bejo.
Begitu tiba di kantor Sontholoyo di bandara, Pilot Bejo dengan
mendadak diberi tahu untuk terbang ke Makassar. Sebagai seorang
pilot yang ingin bertanggung jawab, dia bertanya data-data terakhir
mengenai pesawat. Dengan nada serampangan bos berkata: "Gitu
saja kok ditanyakan. Kan sudah ada yang ngurus. Terbang ya
terbang."
Demikianlah, dengan tangan gemetar dan doa-doa pendek, Pilot
Bejo mulai menerbangkan pesawatnya. Sebelum masuk pesawat dia
sempat melihat sepintas semua ban pesawat sudah gundul, cat di
badan pesawat sudah banyak mengelupas, dan setelah penumpang
masuk, dia sempat pula mendengar seorang penumpang memakiKumpulan
Cerpen-Cerpen Kompas 2007
Laha collection 41
maki karena setiap kali bersandar, kursinya selalu rebah ke
belakang.
Hari pertama disusul hari kedua, lalu disusul hari ketiga, dan
demikianlah seterusnya sampai tahun ketiga tiba. Dia tidak
berkeberatan lagi untuk dijemput terlambat lalu diajak ngebut ke
bandara, merasa tidak perlu lagi bertanya mengenai data-data
pesawat, merasa biasa mendengar penumpang memaki-maki, dan
tenang-tenang saja dalam menghadapi segala macam cuaca. Darah
nenek moyang dan namanya pasti akan menjamin dia, apa pun yang
terjadi.
Tapi, mengapa manusia menciptakan kata "tapi"? Tentu saja, karena
"tapi" mungkin saja datang setiap saat. Dan "tapi" ini datang ketika
Pilot Bejo dalam keadaan payah karena terlalu sering diperintah bos
untuk terbang dengan jadwal yang sangat sering berubah-ubah
dengan mendadak, gaji yang dijanjikan naik tapi tidak pernah naiknaik,
mesin pesawat terasa agak terganggu, dan beberapa kali
mendapat teguran keras karena beberapa kali melewati jalur yang
lebih jauh untuk menghindari badai, dan entah karena apa lagi.
Demikianlah, dalam keadaan lelah, dengan mendadak dia mendapat
perintah untuk terbang ke Nusa Tenggara Timur. Awan hitam
benar-benar pekat. Hujan selama beberapa jam menolak untuk
berhenti.
Pesawat beberapa kali berguncang-guncang keras, beberapa
penumpang berteriak-teriak ketakutan. Semua awak pesawat sudah
lama tahan banting, tapi kali ini perasaan mereka berbeda. Dengan
suara agak bergetar seorang awak pesawat mengumumkan, bahwa
pesawat dikemudikan oleh pilot bernama Bejo, dan nama ini adalah
jaminan keselamatan.
"Percayalah, Pilot Bejo berwajah kocak, tetap tersenyum, tidak
mungkin pesawat menukik."
Pilot Bejo sendiri merasa penerbangan ini berbeda. Hatinya terketarketar,
demikian pula tangannya. Meskipun wajahnya kocak, hampir
saja dia terkencing-kencing.
Kumpulan Cerpen-Cerpen Kompas 2007
42 Laha collection
Dia tahu, bahwa seharusnya tadi dia mengambil jalan lain, yang
jauh lebih panjang, namun terhindar dari cuaca jahanam. Dia tahu,
bahwa dia tahu, dan dia juga tahu, kalau sampai melanggar perintah
bos lagi untuk melewati jarak yang sesingkat-singkatnya, dia pasti
akan kena pecat. Sepuluh pilot temannya sudah dipecat dengan
tidak hormat, dengan kedudukan yang disahkan oleh Departemen
Perhubungan, bunyinya, "tidak layak lagi untuk menjadi pilot
selama hayat masih di kandung badan," dengan alasan
"membahayakan jiwa penumpang."
Meskipun ketika masih belajar di Akademi Pilot dulu dia tidak
pernah menunjukkan keistimewaan, dia tahu bahwa dalam keadaan
ini dia harus melakukan akrobat. Kadang-kadang pesawat harus
menukik dengan mendadak, kadang-kadang harus melesat ke atas
dengan mendadak pula, dan harus gesit membelok ke sana kemari
untuk menghindari halilintar. Tapi dia tahu, bos akan marah karena
dia akan dituduh memboros-boroskan bensin. Dia juga tahu, dalam
keadaan apa pun seburuk apa pun, dia tidak diperkenankan untuk
melaporkan kepada tower di mana pun mengenai keadaan yang
sebenarnya. Kalau ada pertanyaan dari tower mana pun, dia tahu,
dia harus menjawab semuanya berjalan dengan amat baik.
Tapi, dalam keadaan telanjur terjebak semacam ini, pikirannya
kabur, seolah tidak ingat apa-apa lagi, kecuali keadaan pesawat. Bisa
saja dia mendadak melesat ke atas, menukik dengan kecepatan kilat
ke bawah, lalu belok kanan belok kiri untuk menghindari kilat-kilat
yang amat berbahaya, namun dia tahu, pesawat pasti akan rontok.
Dia tahu umur pesawat sudah hampir dua puluh lima tahun dan
sudah lama tidak diperiksa, beberapa suku cadangnya seharusnya
sudah diganti, radarnya juga sudah beberapa kali melenceng.
Perasaannya sekonyong menjerit: "Awas!" Dengan kecepatan kilat
pesawat melesat ke atas, dan halilintar jahanam berkelebat ganas di
bawahnya. Lalu, dengan sangat mendadak pula pesawat menukik
ke bawah, dan halilintar ganas berkelebat di atasnya.
Semua penumpang menjerit-jerit, demikian pula semua awak
pesawat termasuk kopilot, kecuali dia yang tidak menjerit, tapi
berteriak-teriak keras: "Bejo namaku! Bejo hidupku! Bejo
Kumpulan Cerpen-Cerpen Kompas 2007
Laha collection 43
penumpangku!" Pesawat berderak-derak keras, terasa benar akan
pecah berantakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar