Minggu, 27 Februari 2011

Dongeng SI Kancil Menolong Keluarga Kecoa yang Diburu Pak Tani


Suatu ketika Kancil bertemu dengan seekor kecoa yang mengadu karena dirinya selalu diburu petani di rumahnya karena dianggap mengganggu. Sambil menangis terisak-isak Si Kecoa menceritakan dirinya diutus teman-temannya berjalan jauh masuk ke dalam hutan semata-mata untuk minta petunjuk Sang Kancil yang tersohor sangat bijaksana.

“Hiks...hiks....begitulah Sang Kancil, aku selama ini diburu-buru oleh Pak Tani dan keluarganya tiap kali ada di dapur dan di ruang makan mereka. Padahal kami hanya mencari makan di sana, tidak berniat mengganggu sama sekali” . Sang Kancil tersenyum menenangkan hati Kecoa, lalu menjawab pertanyaan Kecoa dengan kalimat singkat.

“Masuklah ke perpustakaanku. Baca buku tentang biologi kecoa, lalu baca buku tentang rumah petani. Setelah itu datang lagi padaku”.

Begitulah akhirnya Si Kecoa selama satu minggu penuh ngendon di perpustakaan milik Sang Kancil untuk membaca buku-buku tentang kehidupan kecoa dan tentang rumah petani. Dia bekerja keras memahami dan mencatat point-point penting dari buku yang dibacanya. Kebetulan dia pernah diajar Sang Kancil tentang cara membaca dan memahami buku dengan cepat. Seminggu kemudian dia kembali menghadap Sang Kancil dengan muka muram.

“Wahai Sang Kancil yang bijaksana. Saya telah membaca buku-buku tentang kecoa dan tentang rumah petani di perpustakaanmu. Tapi aku tidak tahu apa gunanya bagiku?. Aku tidak paham bagaimana buku-buku itu bisa mengatasi masalahku sebagai sekelompok kecoa yang dikejar-kejar petani”. Sang Kancil lalu menjawab dengan sabar atas kegagalan Si Kecoa menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapinya.

“Tahukah kamu apakah yang suka dimakan kecoa?”

“Mirip dengan makanan manusia dan hewan peliharaan. Tapi selama ini aku cukup puas dengan makanan sisa di kamar makan, di dapur dan tempat cuci piring”

“Selain di dapur ada di mana lagi makananmu tersedia di rumah petani?”. Kemudian Kecoa diam sejenak sambil membuka-buka catatannya.

“Hmmmm....menurut buku tentang rumah petani,mereka memiliki tempat sampah untuk membuang sisa makanan. Itu bisa jadi sumber makanan bagiku”

“Lalu mengapa Petani mengejar-ngejar kamu?”

“Menurut buku, kecoa dianggap sebagai tempat menempelnya bakteri yang mungkin membahayakan manusia. Jadi Pak Tani takut bakteri yang menempel di permukaan tubuhku akan berpindah kemana-mana dan membuat keluarganya sakit”

“Nah itu jawabannya. Pergilah pulang dan berpikirlah. Kamu pasti tahu jawabab atas masalahmu”.

Dengan penuh tanda tanya Kecoa terpaksa pulang kembali ke rumahnya. Dia malu untuk bertanya-tenya lagi, secara dia sudah dianggap mampu mencari jawaban sendiri. Sambil berjalan pulang Si Kecoa berpikir keras, berusaha menghubung-hubungkan pertanyaan Sang Kancil dengan resep agar tidak dikejar-kejar petani. Sampai akhirnya dia menemukannya.

Si Kecoa meloncat-loncat kegirangan atas penemuan jawaban itu. Rasanya tak sabar lagi untuk menemui teman-temannya.

“Ayeeeeiiii! Aku tahu jawabannya!!. Teman-teman kita harus pindah dari dapur dan kamar makan ke tempat sampah Pak Tani yang ada jauh di dalam kebun. Pak Tani membuat gubuk tanpa dinding untuk menimbun sampah dan dibuat kompos. Tempat itu cukup hangat untuk kecoa yang suka sekali tempat hangat. Kita harus pindah ke situ!. Paling tidak di situ berkuranglah frekuensi kita diburu oleh Pak Tani, karena mereka jarang berada lama di sana” teriak Kecoa pada teman-temannya saat dia telah dekat dengan rumah.

Begitulah Sang Kancil tidak langsung memberi jawaban atas masalah para kecoa karena dia percaya, dia yakin Si Kecoa cukup cerdas untuk mencari sendiri jawaban atas masalah yang dihadapinya.


Gambar diambil dari: toonpool.com

Jumat, 25 Februari 2011

Cara Memilih Jalan

Kisah Abu Nawas kali ini akan menceritakan tentang cara Abu Nawas memilih jalan.

Kisahnya...
Kawan-kawan Abu Nawas merencanakan akan mengadakan perjalanan wisata ke hutan.
Akan tetapi dengan tanpa keikutsertaan Abunawas, perjalanan akan terasa memenatkan dan membosankan.
Sehingga mereka beramai-ramai pergi ke rumah ABu Nawas untuk mengajaknya ikut serta.
Abu Nawaspun tidak keberatan, hingga mereka berangkat dengan mengendarai keledai masing-masing sambil bercengkrama.

Tiada terasa mereka telah menempuh hampir separuh perjalanan dan kini mereka tiba di pertigaan jalan yang jauh dari perumahan penduduk.
Mereka berhenti karena mereka ragu-ragu kemana jalan yang akan ditempuh.
Setahu mereka, kedua jalan itu memang menuju ke hutan tetapi hutan yang mereka tuju adalah hutan wisata yang berisi binatang-binatang buas.

Abu Nawas hanya bisa menyarankan untuk tidak meneruskan perjalanan karena bila salah pilih maka mereka semua tak akan pernah bisa kembali.
Bukankah lebih bijaksana bila kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?
Tetapi salah seorang dari mereka tiba-tiba berkata,
"Aku mempunyai dua orang sahabat yang tinggal dekat semak-semak sebelah sana.Mereka adalah saudara kemabr, dan tak seorang pun bisa membedakan keduanya karena rupa mereka begitu mirip.
Yang satu selalu berkata jujur, sedangkan yang lainnya selalu berkata bohong.Dan mereka adalah orang-orang aneh karena mereka hanya mau menjawab satu pertanyaan saja."

"Apakah engkau mengenali salah satu dari mereka yang selalu berkata benar?" tanya Abu Nawas.
"Tidak," jawab kawan Abu Nawas singkat.
"Baiklah kalau begitu kita beristirahat sejenak," sambung Abu Nawas.
Abu Nawas makan daging dengan madu bersama sahabat-sahabatnya.

Seusai makan mereka berangkat menuju ke rumah yang dihuni dua orang kembar bersaudara.
Setelah pintu dibuka, maka keluarlah salah seorang dari dua orang kembar bersaudara itu.
"Maaf, aku sangat sibuk hari ini.Engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja, tidak boleh lebih," katanya.

Kemudian Abunawas menghampiri orang itu dan berbisik.Orang itu pun juga menjawab dengan cara berbisik pula kepada Abu Nawas.Abu Nawas mengucapkan terima kasih dan segera mohon diri.
"Hutan yang kita tuju melewati jalan sebelah kanan," kata Abu Nawas kepada sahabatnya.
"Bagaimana engkau tahu bisa memutuskan harus menempuh jalan sebelah kanan? Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya itu orang yang selalu berkata benar atau yang selalu berkata bohong?" tanya salah seorang dari mereka.

"Karena orang yang kutanya menunjukkan jalan yang sebelah kiri," kata Abu Nawas.
Karena masih belum mengerti juga, maka Abu Nawas menjelaskan.

Tadi aku bertanya:
"Apakah yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan mana yang menuju hutan yang indah?"

Bila jalan yang benar itu sebelah kanan dan bila orang itu kebetulan yang selalu berkata benar maka ia akan menjawab,
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berbohong."

Bila orang itu kebetulan yang selalu berkata bohong, maka ia akan menjawab:
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berkata benar."

Senin, 14 Februari 2011

Harus Bisa Bertelur

Sudah bertahun lamanya Baginda ini selalu punya banyak ide untuk menjebak Abu Nawas dan ingin memenjarakannya, namun selalu saja gagal.
Kali ini Baginda punya siasat jitu dan dia bisa memastikan kalau Abunawas akan terperangkap dalam permainannya.

Suatu sore ketika Baginda berendam di dalam kolam, ia berkata kepada para menterinya.
"Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."
"Apakah itu wahai paduka yang mulia?" tanya salah seorang menteri.
"Kalian tak usah tahu dulu. Aku hanya ingin kalian datang lebih dini besok sore ke kolam ini. Jangan lupa datanglah sebelum Abunawas datang, karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita," jelas Baginda.

Akhirnya keesokan harinya Baginda dan para menteri telah dulu datang sebelum Abu Nawas.
Baginda membagikan 20 butir telur ayam kepada para menterinya, sedangkan yang satu untuk Baginda sendiri.Pengarahan telah diberikan dan dilaksanakan oleh para menteri untuk menjebak Abu Nawas.

Ketika Abu Nawas datang, Bainda beserta para menteri sudah terlebih dahulu berendam di dalam kolam.
Abu Nawas disuruh ikut berendam saat itu juga.
Abu Nawas harap-harap cemas, kira-kira permainan apa yang akan dia hadapi, mungkin permainan kali ini akan lebih berat karena Baginda tidak memberinya tenggang waktu untuk berfikir.
Begitu guman Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, aku mengndangmu mandi bersama karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami."
"Permainan apakah itu Paduka yang mulia?" tanya Abu Nawas.
"Kita sekali-kali melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh binatang.
Sebagai manusia kita harus bisa dengan carakita masing-masing," kata Baginda senyum.

"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia," kata Abu Nawas takut.
"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam, dan barang siapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum," jelas Baginda.

Abu Nawas tidak bisa berkata apa-apa, wajahnya murungdan ia yakin dirinya tidak dapat bertelur.
"Nah sekarang apalagi yang kita tunggu, kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing-masing," perintah Baginda.

Baginda dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas sambil menunjukkan telur.
Abu Nawas masih saja di dalam kolam untuk bertelur, hiks hiks...
Abu Nawas sadar kalau Baginda dan para menteri telah mempersiapkan telur untuk masing-masing.
Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur.
Tak kuat menyelam terlalu lama, Abu Nawas akhirnya naik ke permukaan dan menepi.
baginda langsung menghampirinya.
"Ampun Tuanku yang mulia, hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para menteri," kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat.
"Kalau begitu engkau harus dihukum," kata Baginda bangga.

"Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia," kata Abu Nawas memohon.
"Apalagi hai Abu Nawas," tanya Baginda tidak sabar.
"Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hambba membela diri, sebenarnya kalau hamba tentu mampu, akan tetapi hamba merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bisa bertelur.
Hanya Ayam betina saja yang bisa bertelur," jelas Abu Nawas.

Tentu saja Raja tidak bisa berkata apa-apa, wajahnya terlihat malu,jadi semua yang membawa telur tadi ayam betina donk jadinya...
Abu Nawas memang licin.
Karena malu, Raja dan para menteri segera berpakaian, kemudian langsung menuju istana tanpa sepatah kata.

Abu Nawas sendiri tak mengira kalau dirinya bakal lolos dari jebakan Baginda yang satu ini.
Kisah Abu Nawas ini hanya dongeng saja.

Minggu, 13 Februari 2011

Cheap Long Sleeve: Tips for Excellent Shopping and Not get Rags

A shirt with long sleeves is a great cloth for all season. In the summer, your sleeve will be protected from the sun rays which had been freely flowing through the holes in ozone layers. In the winter, the long sleeve will add some warm for your body. What make it more interesting, thanks to the thriving economic recovery these last years, the long sleeve shirts, as it is with the other models, are widely available. In fact, with the overwhelming production in the producer countries, you can have this model relatively easier. However, it does not mean that you can do as you like when shopping for long cheap sleeves ( Baju Murah ). If you are not careful enough when buying, you could ended up buying long sleeves shirt which is more appropriate if called as rag.
Therefore, the first things you have to do are budgeting and decide that you will buy only long sleeves shirt - not short sleeves, shoes, nor accessories however cheap they are: just long sleeves. We know the great temptation will come on the way when we had arrived at a shopping center. Hence you have to close your eyes to the stuffs that you do not actually want to buy. Of course, this will depend on each shopper's constraining art - hope that you had been trained to hold yourself. When you enter a store ( Toko Baju ), it is recommended that you go straight to the long sleeves section. Do not pay the smallest attention for the jackets, skirts, bras, pants - just long sleeves. Next, when you have safely got there, you are free to express your ideas. How about that cotton long sleeves with eagle motive? This probably will be great for camping season with the family - eagles are looked more natural. If the shirt you are holding has coconut trees motive, you will only wear it in the beach.
You have to prepare yourself to be disappointed because you will not encounter high quality clothes ( Baju ) like those designer clothes. You understand this, don't you? Therefore, surprise is obviously present when shopping. If you are careful enough, you could be finding long sleeves made of quality fabric. Rarely happens though it is, but once it occurred, then you are the luckiest person in the world. The other shoppers had been un-careful so that they passed this one out - it is as if the cloth had been waiting there for you to find. All in all, pay special attention for the fabric. Cotton is mostly what you would find but cottons are of many classes. Check if there are similar models with different class of fabric. If you can find the better cotton, it will be very helpful for you when it comes to washing. Lesser cotton tends to be frail and fade easier so that it makes the other clothes get blotted and color-polluted in the machine. However, if you think that you will only wear the shirt for one or two occasions, fabric is to be ignored and attention be paid more to the color and motive.

Rabu, 09 Februari 2011

Pendeta dan Ahli Yoga

Kisah Abu Nawas kali ini akan mgisahkan tentang pertarungan antara Abu Nawas dan seorang Ahli Yoga yang bersekongkol dengan seorang Pendeta.

Kisahnya..
Alkisah...
Karena seorang ahli yoga sangat membenci Abunawas, maka dengan segala cara dia memperdaya Abu Nawas ini hingga akhirnya mempunyai ide untuk mengajak seorang pendeta untuk bersekongkol.
Setelah mencapai kata sepakat antara Pendeta dan Ahli Yoga, mereka berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya.

Ketika mereka datang, Abu Nawas sedang melakukan shalat Dhuha (shalat sunnah di pagi hari untuk umat Islam).
Setelah dipersilahkan masuk oleh istrinya, mereka pun masuk dan menunggu sambil berbincang-bincang dengan santainya.

Seusai Shalat, Abunawas menemuiku mereka dan bercakap-cakap sejenak.
"Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci.
kalau engkau tidak keberatan, bergabunglah bersama kami," kata Ahli Yoga.
"Dengan senang hati. Lalu kapan rencananya?" tanya Abu Nawas dengan polos.
"Besok pagi," kata Pendeta.
"Baiklah kalau begitu, kita bertem di warung teh besok pagi," kata Abu Nawas menyanggupi.

Agama Islam sangat menghormati pemeluk agama lain, karena Rasululullah SAW mengajarkan demikian.
Pada hari berikutnya mereka berangkat bersama.
Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi.
Ahli Yoga dan Pendeta mengenakan seragam keagamaan mereka masing-masing.
Di tengah jalan, mereka mulai diserang rasa lapar karena mereka memang sengaja tidak membawa bekal.





"Hai Abu Nawas, bagaimanakah kalau engkau saja yang mengumpulkan derma untuk membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kami akan mengadakan kebaktian," kata Pendeta.
Tanpa banyak bicara lagi, Abu Nawas berangkat mencari dan mengumpulkan derma dari satu dusun ke dusun lainnya.
Setelah derma terkumpul, Abu Nawas membeli makanan secukupnya untuk mereka bertiga.

Setelah itu Abu Nawas kembali lagi ke Pendeta dan Ahli Yoga dengan membawa makanan.
karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar, Abu Nawas berkata,
"Mari segera kita bagi makanan ini sekarang juga."
"Jangan sekarang, kami sedang berpuasa," kata ahli yoga.
"Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja, sedangkan kalian ya terserah pada kalian," kata Abu Nawas.

"Aku tidak setuju, kita harus seirama dalam berbuat apapun," kata pendeta.
"Betul...aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi. Besok pagi aku baru akan berbuka," kata ahli yoga.
"Hai...bukankah aku yang kalian jadikan alat pencari derma, dan derma itu sekarang telah aku tukarkan dengan makanan. Sekarang kalian malah tidak mengijinkan aku untuk mengambil bagianku sendiri, itu tidak masuk akal," kata Abu Nawas mulai merasa jengkel.

Namun begitu pendeta dan ahli yoga tetap bersikeras tidak mengijinkan Abu Nawas untuk mengambil bagian yang sudah menjadi haknya.
Abu Nawas penasaran, ia mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya agar mengijinkan ia memakan bagiannya.
Tetapi mereka tetap saja menolak.

Abunawas benar-benar merasa jengkel dan marah.
Namun Abu Nawas tidak memperlihatkan sedikitpun kejengkelan dan kemarahannya itu.
"Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian," kata pendeta kepada abunawas.
"Perjanjian apa?" tanya AbuNawas.
"Kita adakan lomba, barang siapa diantara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak, yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit," kata pendeta mejelaskan.

Abu Nawas setuju.
Ia tidak memberi komentar apa-apa.
Malam semakin larut, embun mulai turun ke bumi.
Pendeta dan ahli yoga mengantuk dan tidur.
Abu Nawas tidak bisa tidur karena perutnya lapar.
Dia hanya pura-pura saja tidur untuk mengelabui kawannya.

Setelah merasa yakin kawan-kawannya sudah tertidur lelap, Abu Nawas menghampiri makanan itu.
Tanpa pikir dua kali, Abu Nawas memakan habis makanan itu hingga tidak tersisa sedikit pun.
Setelah kenyang, barulah Abu Nawas bisa tidur.

Keesokan harinya, mereka bangun hampir bersamaan.
Ahli yoga dengan wajah yang berseri-seri bercerita,
"Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman yang mirip sekali dengan Nirwana. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya dalam hidup ini."

Pendeta mengatakan bahwa mimpi ahli yoga benar-benar menakjubkan, benar-benar luar biasa.
Kini giliran pendeta yang bercerita.
"Aku seolah-olah menembus ruang dan waktu. Dan ternyata memang benar. Aku tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam dimana pendiri agamaku hidup.
Aku bertemu dengan beliau dan yang lebih membahagiakan adalah aku diberkatinya."

Ahli Yoga juga memuji-muji kehebatan mimpi pendeta.
Abu Nawas hanya diam.
Ia bahkan tidak tertarik sedikitpun.
Karena Abu Nawas belum buka mulut juga, pendeta dan ahli yoga mulai menanyakan mimpi Abu Nawas.
Akhirnya Abunawas mulai bercerita setelah didesak oleh kawan-kawannya.

"Kalian tentu tahu Nabi Daud a.s kan...Beliau adalah seorang Nabi yang ahli berpuasa.
tadi malam aku bermimpi berbincang-bincang dengan beliau dan beliau menaykana apakah aku berpuasa atau tidak.
Aku katakan aku berpuasa karena aku memang tidak makan sejak dini hari, kemudian beliau menyuruhku agar segera berbuka karena hari sudah malam.
Tentu saja aku tidak berani mengabaikan perintah beliau.
Aku segera bangun dari tidur dan langsung menghabiskan makanan itu," kata Abu Nawas tanpa punya perasaan salah sedikitpun.

Sambil menahan rasa lapar yang sangat, pendeta dan ahli yoga saling berpandangan satu sama lain.
kejengkelan Abu Nawas terobati sudah.
kini mereka berdua sadar bahwa mempermainkan Abu Nawas sama halnya dengan menyusahkan diri sendiri.

Sabtu, 05 Februari 2011

Memeras Pemeras







Kisah Abu Nawas kali ini mencoba menyuguhkan tentang cara Abu Nawas untuk memeras pemeras, seorang pegawai pemerintah yang telah berani mencoba memeras Abu Nawas.
Jangan ditiru ya tabiat dari pegawai pemerintahan yang satu ini.

Kisahnya..
Al Kisah pada waktu itu banyak sekali rakyat jelata yang ingin mendapatka hadiah besar dari Sang Raja.
Karena sudah menjadi aturan kerajaan, bagi siapa saja yang bisa membawakan berita bagus untuk Raja, maka ia akan mendapat hadiah yang sangat besar.
Tentu saja harulah Baginda senang mendengaranya...
Kalau tidak....Pancung hukumannya.

Dari itu, tidak semua orang berani begitu saja menghadap dan menyampaikan berita hangat kepada Baginda.
Ha ha... ini si Abu Nawas sukanya mencari uang untuk dibagikan kaum fakir miskin, mulai tergerak hatinya karena tetangga sebelah rumah banyak yang fakir dengan gaji pas-pasan lagi.

Memang Abu Nawas ini terkenal sebagau manusia dengan segudang ide.
Dia bermaksud ke istana untuk menyampaikan sebuah berita yang amat menarik.
Abu Nawas yakin kalau yang akan disampaikannya pasti akan membuat Baginda girang, karena berita ini jarang diketahui orang.

Di suatu pagi yang cerah, Abunawas berangkat sendirianmenuju istana.
Tetapi semuanya tidak seperti yang dibayangkan semula karena ia harus berhadapan dengan pengawal, penjaga pintu gerbang istana.
Penjaga itu yakin bahwa Abunawas adalah orang yang sangat cerdik, bahkan paling cerdik di negerinya.
Dari itu, tidak mungkinlah Abunawas gagal untuk menyenangkan hati Baginda, guman si penjaga gerbang.

Penjaga itu berlagak acuh tak acuh berkata kepada Abu Nawas.
"Wahai Abunawas, engkau akan aku ijinkan masuk asalkan engkau berjanji terlebih dahulu kepadaku," kata penjaga pintu gerbang itu.
"Janji apa?" Abunawas pura-pura tak tahu.
"Engkau harus berjanji kepadaku bahwa apapun hadiah yang engkau terima harus dibagi sama rata denganku," kata penjaga pintu gerbang istana.
"Baiklah...," kata Abu Nawas jengkel.

Setelah Abu Nawas menjanjikan separo hadiah yang akan diterimanya dari Baginda barulah penjaga itu mengijinkan Abunawas masuk.
Kejengkelan Abu Nawas terhadap penjaga gerbang yang nakal ini berubah menjadi dendam yang berkobar-kobar.
Akhirnya Abu Nawas mempunyai ide untuk memberikan pelajaran berharga buat pengawal, penjaga pintu gerbang istana itu.

Setelah masuk istana, Baginda Raja Harun al-Rasyid merasa sangat senang.
Rasa senang ini sampai ke lubuk hatinya yang paling dalam.
Setelah Abu Nawas menyampaikan berita yang amat langka dan jarang diketahui oelh manusia, Baginda pun mersa sangat senang dan puas.
Baginda merasa belum pernah mendengarnya, hingga seolah-olah ia telah menjadi orang yang paling beruntung di dunia.

"Wahai Abu Nawas, kali ini tentukanlah sendiri hadiah yang engkau inginkan," kata Baginda.
"Terima kasih, paduka junjungan hamba.
Bila diperkenankan memilih hadiah, maka hamba meminta seratus cambukan," jawab Abu Nawas.

Tentu saja Baginda bertanya-tanya dalam hati, merasa kaget dan heran.
Tetapi Baginda yakin bahwa Abu Nawas pasti mempunyai maksud tertentu di balik itu.
Dari itu, Baginda memanggil algojo kerajaan dan berpesan jangan terlalu keras kalau mencambuk Abu Nawas.

Algojo sudah siap dengan cambuk di tangan.
Abu Nawas dipersilahkan maju.
Sesuai dengan pesan dari Baginda, algojo itu mencambuk Abu Nawas dengan pelan.
Tepat pada hitungan ke limapuluh Abu Nawas berteriak,

"Berhenti....!!!"

Baginda kaget.
Beliau bertanya kepada Abu Nawas.
"Mengapa engkau minta hukuman cambuk dihentikan. Bukankah engkau sendiri yang memintanya?" kata Baginda belum mengerti.

"Paduka yang mulia, sebenarnya penjag pintu gerbang istana telah melarang hamba untuk masuk kecuali hamba mau berjanji membagi sama rata hadiah apapun yang akan hamba terima.
Kini hamba mohon sisa hukuman itu dibebankan kepada penjaga pintu gerbang itu, wahai Paduka yang mulia," kata Abu nawas menjelaskan.

Haa...
Bukan kepalang murka Baginda.
Tanpa banyak bicara lagi, pengwal itu dipanggil untuk masuk.
Baginda berpesan kepada algojo untuk melanjutkan hukuman lecut kepada pengawal yang zalim itu dengan sabetan yang sangat keras, sekeras-kerasnya.

Algojo dengan suka cita menerima titah Baginda.
Tak mengherankan jika pengawal itu hampir pingsan terkena lecutan keras itu.
Abu Nawas merasa sangat senang berbagi lecutan dengan pengawal ini.

Namun demikian, Abu Nawas belum juga puas,karena harusnya dia mendapat hadiah dari Baginda.
Hari berikutnya, Abu Nawas menemui pengawal itu dan berkata,
"Tahukah engkau apa yang bisa akulakukan terhadap dirimu kapanpun aku mau?" ancam Abu Nawas.
"Tidak," jawab pengawal itu ketakutan.
"Karena engkaulah aku tidak membawa hadiah apa-apa kecuali lecutan. Kalau engkau tidak mau mengganti hadiah yang mestinya aku terima maka aku akan mengadukan kepada Baginda," kata Abu Nawas yang mengetahui kalau pengawal ini suka terima suap juga dari orang lain.

Karena takut, maka pengawal itu bersedia menjual ladang hasil kecurangannya di masa lalu.
Dan selanjutnya ia memohon kepada Abu Nawas agar tidak mencelakakan dirinya lagi.
Abunawaspun setuju.

Akhirnya....
Dengan dari hasil penjualan ladang milik pengawal, uangnya dibagikan kepada yang membutuhkan, terutama tetangganya yang miskin tadi.
Agaknya masih bisa dilanjutkan, lain kali ketemu dengan Cerita ABU NAWAS yang lain.
(maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan menyinggung hati para pembaca.
Ini hanya sebuah Kisah, cerita dan dongeng belaka).

Selasa, 01 Februari 2011

Mencari Keadilan Dengan Pedang

Kisah Abu Nawas kali ini akan menyajikan tentang kecerdikan Si abu Nawas dalam mengadili ibu muda yang saling memperebutkan ibu kandunganya.


Kisahnya.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki, rebutan.
Hakim rupanya mengalami kesulitan untuk memutuskan permpuan mana yang sebenarnya ibu si bayi itu.

Karena berlarut-larut, terpaksa Hakim menghadap Baginda untuk minta bantuan.
Akhirnya Baginda Raja turun tangan, taktik dan rayuan digunakan, namun tetap saja kedua ibu tadi saling ngotot mempertahankan.
Baginda putus asa.

Mengingat tak ada cara lain lagi, seperti biasanya Raja memanggil Abunawas, dan Abu Nawas harus menggantikan hakim untuk sementara waktu.
Abu Nawas tidak menjatuhkan putusan hari itu, namun ia menunda sampai hari berikutnya.
Mencari akal...

Keesokan harinya, sidang pengadilan mulai dilanjutkan lagi.
Abu Nawas memanggil algojo dengan pedang di tangan, dan memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu dengan heran dan saling pandang.
"Sebelum aku mengambil tindakan, apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang berhak memilikinya?" kata Abu Nawas.

"Tidaak...bayi itu adalah anakku.." kata kedua perempuan itu secara serentak.
"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah, maka aku dengan sangat terpaksa akan membelah bayi itu menjadi dua sama rata." jawab Abu Nawas mengancam.

Perempuan pertama sangat girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
"Jangan...tolong jangan kau belah bayi itu.
Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua.

Abu Nawas pun tersenyum lega mendengar penuturan perempuan kedua itu.
Sekarang topeng mereka sudah terbuka, dan Abu Nawas pun segera menganbil bayi itu dan langsung menyerahkannya kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih, apalagi di depan mata.

Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan ABU NAWAS.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan.
Akan tetapi Abu Nawas menolaknya, ia lebih senang menjadi rakyat biasa, sebagai orang desa.
Abu Nawas lebih suka hidup sederhana dan tidak gila jabatan seperti jaman sekarang ini.