Sabtu, 31 Desember 2011

Seni Penolakan Haibara kala Mempersiapkan Family Gathering

Haibara kesal dengan sesuatu menyebalkan yang harusdilakukan untuk kesekian kalinya. Ini gara-gara dirinya diseret  Shinichi Kudo untuk ikut serta menjadi panitiafamily gathering di kantornya. Jabatannya gak tanggung-tanggung lagi.  Koordinator acara family gahthering!

Haibara yakin seyakin-yakinnya bahwa sembilanpuluh persen pekerjaan panitia family gathering ini ada di seksi acara.  Jadi Shinichi memberi “gunung gajah” untukdipikul Haibara. Kerjanya pasti berat banget, berjibun-jibun serta akan memakanhabis waktunya. Gimana nggak berat kalo harus membuat acara yang menarik buat 4000 orang!.



Udah gitu Shinichi dan teman-teman lainnya pengen acarabeda sama sekali dari tahun lalu. Gak boleh sama!  Harus ada novelty-nya kata mereka.  Sebagai salah satu dampaknya pengisi acara darimulai pembukaan hingga penutup  adalahkaum profesional dari luar perusahaan. 

Definisi profesional menurut Shinichiadalah layak masuk TV. Artinya jika si pengisi acara belum pernah ditayangkan diTV berarti dia belum bisa dipentaskan di family gathering.  Sebuah persyaratan yang ditentukan olehShinichi, tapi dampaknya langsung terasa oleh Haibara, yaitu dirinya harus jungkir-balik & pontang-panting mencari pengisi acara.

Sebenarnya semua itu menyenangkan Haibara yang emang demen bikin acara seperti ini. Yang menyebalkan hanya satu, yaitu wanti-wanti Shinichi kepada Haibara untuk pandai-pandai menolak semua permintaan dari kalangan internal untuk tampil — termasuk bila ada request dari para petinggi di kantor.

Bahkan bos-nya sendiri pun harus ditolak jika mintaanaknya bisa tampil di family gathering.  Itu semua karena cita-cita Shinichi untukmembuat integrated family gathering.Entah dari mana dia mendapat istilah itu. Yang pasti Haibara yakin itu bukan ideasli Shinichi, secara anak itu bukanlah ahli tentang acara-acara sepertiini. 

Integrated FamilyGathering menurut Shinchi berarti  acaradari awal sampai akhir adalah satu kesatuan yang sudah dipersiapkan dari sejakmembuat konsep acara.  Jadi pengisi acaraditentukan berdasarkan konsep acara dan bukan sebaliknya.  Nyatanya emang demikian. Setelah ditentukankonsep acara, maka panitia kecil yaitu Shinichi, Haibara, Kogoro dan dua temanlainnya membutuhkan waktu tiga minggu hanya untuk memperdebatkan susunan detailacara dan siapa saja yang akan mengisi acara.

Debat selepas jam kerja yang berlangsung hingga larutmalam bahkan terkadang sampai dini hari itu untungnya berhasil melahirkan blueprintfamily gathering yang menjadi panduan bersama semua panitia. Disitu sudahtercantum semua pengisi acara, tidak boleh ada tambahan lagi. 

Blueprint itujuga menjadi panduan dalam hal tolak menolak para peminat jadi pengisi acara. Jadimasalahnya bukanlah kualitas para peminat tersebut,  tapi karena konsep acara menghendaki pengisiacara yang sesuai dengan konsep itu dan mereka telah selesai dipilih oleh panitia.  

Alhasil sampai tujuh hari menjelang acara, Haibara udahmenolak belasan calon pengisi acara. Dari mulai band lokal karyawan, anakkaryawan, keluarga rekanan kantor, hingga pihak-pihak luar yang inginberpartisipasi. Semuanya ditolak dengan sukses oleh Haibara.   

Namun kali ini yang minta beda. Dia adalah seorangpetinggi, bekas koordinator Haibara saat dirinya mengikuti satu project yangdipimpin orang itu beberapa tahun yang lalu. Si Bapak ingin anaknya tampil dipanggung family gathering.

Paduan suara anak-anak SMP.  Sebenarnya seru juga siy karena Haibara tahupersis suara mereka bagus-bagus. Dia pernah melihat mereka pentas di Sabuga.  Namun blueprint  udah terbit.  Slot acara sudah tersusun rapi.  Bisa dibom Shinichi bila dirinya merubahnya hanyakarena dirinya  gagal menolak satu permintaansaja.

Wuhhh kali ini Haibara harus berusaha keras untuk menolaknyadengan halus.  Secara dirinya banyakberhutang budi pada si Bapak yang telah mengajarinya banyak hal tentang perprojekan. Sungguh sial dirinya harus melakukanpenolakan ini.  Satu hal yang tidakpernah diduganya menjadi bagian dari tugas sebagai koodinator acara familygathering -– menjadi Sang Penolak.  Dus Haibaratiba-tiba merasa menggenggam bola panas yang harus secepatnya dia padamkan.

Haibara ingat seminggu yang lalu dirinya dengan susahpayah berhasil menolak permintaan teman dekatnya untuk menampilkan adiknya yangtelah lima tahun ikut sanggar tari dengan cita-cita ingin bisa pentas di kantorkakaknya.  Dirinya harus tegar saatmelihat si adik kecewa dari sebelumnya hatinya berbunga-bunga karena mengiradapat tampil di panggung dengan ditonton ribuan orang itu.  Secara Haibara sering banget berenang barengsi adik itu di hari-hari libur – dapatlah dibayangkan kekeluan lidahnya.  Pahitnya mengecewakan teman dekat benar-benardia rasakan saat itu

Penolakan yang lebih ringan -- dilakukan Haibaraterhadap salah satu instansi keamanan yang ingin menampilkan band yang barusaja mereka bentuk.  Juga dari  klub lawak yang salah satu anggotanya adalah karyawankantor. Juga dari beberapa orang luar yang berminat mengisi acara. Untunglah  mereka semua  bisa mengerti alasan yang dikemukakan Haibara.

Haibara berusahakeras menjelaskan adanya blueprint family gathering yang harus dipatuhi. Juga tentang DP semua pengisi acara yang sudah dibayar dan acara sudah tersusun rapihingga hitungan menit.  Semua itu membuatpengisi acara tak memungkinkan untuk dirubah lagi. Dan memang demikianlahadanya.  Kadangkala dia menghibur para peminattersebut dengan menyarankan mereka untuk mengajukan diri pada acara yang lainseperti ulang tahun himpunan kayawan atau acara DKM.  Sebuah penolakan yang dikritik Shinichisebagai melemparkan bola panas pada orang lain.

^_^

Setelah hampir satu jam dalam keraguan, akhirnya Haibaramemberanikan diri menjawab SMS itu. Dia sudah terlalu lelah mencari-cari  kalimat yang enak untuk diungkapkan.

“Mohon maafPak,  slot waktu pengisi acara sudahpenuh, gak bisa diselip-selipin lagi. Jadi panitia tidak bisa menampilkan paduansuara si adik”

“Saya hanya butuh waktu paling lama 20 menit untukmenampilkan 4 lagu. Please tolonglah mereka sudah sangat antusias untuk tampildi family gathering”. Demikianlah bunyi  jawaban atas SMS Haibara

Duh! Haibara pusing gimana cara dia bisa menolakpermintaan kedua  ini. Secara dia sudahdivonis mati oleh Shinichi gak boleh merubah-rubah acara lagi karena semuanyasudah dihitung hingga satuan menit oleh Show Director. Tak satu menit-pun yangdibiarkan lowong tanpa detail kegiatan yang harus dilakukan pada menit tersebut. Memasukkan pengisi acara baru berartimulai kerja besar lagi menyusun acara.

Akhirnya Haibara memutuskan untuk melenggang ke ruanganShinichi untuk minta “pertanggung jawaban” dengan cara memilihkan jawaban yangpaling pas buat Si Bapak. Saat dirinya duduk di depan meja Shinichi dan ngomong tentang hal itu,anak itu hanya nyengir kuda seraya menyuruh Haibara mengatakan hal-hal yang lainbersamaan dengan SMS penolakan yang akan dikriimkannya.

“Kalo gak salah si Bapak baru saja pindah ke rumah baruyang ada kolam di halaman depannya. Omongin saja tentang itu, mudah-mudahan membantumencairkan suasana” kata Shinichi

“Busyet lu!. Dasar tukang kasiy beban moral berat ke orang,udah tahu aku dekat dengan dia malahan aku yang disuruh menolak dia!” kataHaibara sambil tiba-tiba saja kepalanya serasa muncul tanduk saking kesalnya melihat kecuekan Shinichi.Rasa-rasanya dirinya ingin menyeruduk Shinichi dengan tanduk itu.  Tapi sudahlah. Percuma saja berantem dengan situkang nyengir. Malahan dia seneng kalodiseruduk Haibara. Akhirnya dengan hati masygul Haibaramemakai juga saran Shinichi pada SMS-nya.

“Punten pisan Pak,kita sudah susun acara hingga hitungan menit. Jadi benar-benar kami tidak bisalagi menyelipkan pengisi acara lain. Semua jadwal sudah confirm ke pengisiacara, dan kami kesulitan bila harus buat konfirmasi baru lagi dengan mereka.  Btw saya sudah lihat rumah bapak yang baru,asyik banget ada kolam besar di halaman depan, saya pernah lihat Bapak baca koran sambil duduk di gazebo ditengah kolam. Kayaknya seru banget!”

Satu jam belum adajawaban dari Si Bapak. Hingga Haibara mulai gelisah sambil sesekali melirikShinichi yang masih sibuk dengan kertas-kertas pekerjaannya.  Akhirnya Haibara membuka laptopnya dan mulai sibuk dengan SOP-SOP baru yang harusdibuatnya.  Dia memutuskan untukmenenggelamkan diri dalam pekerjaanya. Namun untunglah, dua jam kemudian ada jawabandari si Bapak, dan isinya pendek namun sangat melegakan.

 “OK, saya pernahmengalami jadi panitia, jadi saya dapat memahami kesulitan Haibara”.


Wuuiiiih.... Haibara serasa melayang-layang di antaramega-mega. Pekerjaan yang disangkanya sulit itu ternyata tidak sesukar yangdibayangkan.  Ternyata si Bapak dapat memahamialasan Haibara. Jadi hal-hal  yangditakuti selama beberapa jam terakhir ini tidak nyata, hanya ada pada bayangannyasendiri (Undil-2011).

Gambar dari :artstor 

Jumat, 16 Desember 2011

Memenangkan Lomba Berburu

Kisah Abu Nawas hadir kembali.
Kali ini Abu Nawas tengah diuji oleh Raja Harun Ar-Rasyid dengan mengadakan sayembara. Dalam sayembara itu Abu Nawas berhasil menjadi pemenang dan menaklukkan lawannya.


Kisahnya.
Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya meninggalkan istana untuk berburu. Namun, di tengah perjalanan, salah satu pejabat kerajaan yang bernama Abu Jahil menyusul dengan terengah-engah di atas kudanya.

"Baginda...Baginda...hamba mau mengusulkan sesuatu," katanya Abu Jahil mendekati sang Raja.
"Apa usulm itu wahai Abu Jahil?" taya Raja.
"Agar acara berburu ini menarik dan disaksikan banyak penduduk, bagaimana kalau kita sayembarakan saja?" ujar Abu Jahil dengan raut wajah serius.
Baginda Raja terdiam sejenak dan mengangguk-angguk.

"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas, dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi uang emas. Tapi, kalau kalah, hukumannya adalah dengan memandikan kuda-kuda istana selama 1 bulan," tutur Abu Jahil meyakinkan Raja.

Terompet Sayembara Ditiup.
Akhirnya sang Raja menyetujui usulan Abu Jahil tersebut. Hitung-hitung sayembara itu akan memberikan hiburan kepadanya.
Maka, dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap, dan setelah menghadap Raja Harun, Abu Nawas pun diberi petunjuk panjang lebar.
Pada awalnya, Abu Nawas menolak sayembara tersebut karena ia tahu bahwa semua ini adalah akal bulus dari Abu Jahil yang ingin menyingkirkannya dari istana. Tapi Baginda Raja Harun memaksa dan Abu Nawas tudak bisa menolak.

Abu Nawas berpikir sejenak.
Ia tahu kalau Abu Jahil sekarang diangkat menjadi pejabat istana. Ia pasti mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti. Namun , karena kecerdikannya, Abu Nawas malah tersenyum riang.

Abu Jahil yang melihat perubahan raut muka Abu Nawas menjadi penasaran dbuatnya, batinnya berkata mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkan dirinya kali ini.
Akhirnya, Baginda menggiring mereka ke tengah alun-alun istana. Raja dan seluruh rakyat menunggu, siapa yang bakal menjadi pemenang dalamlomba berburu ini.

Terompet tanda mulai adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.
Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya, dia dengan santainya menaiki kudanya sehingga para penonton banyak yang berteriak.

Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki pintu gerbang istana. Ia pun mendapat sambutan meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya.

Di sisi kanan dan kiri kuda Abu Jahil tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Abu Jahil dengan senyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapanangan.
"Aku, Abu Jahil berhak memenangkan lomba ini. Lihat..binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkanku?" teriaknya lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan.

Ribuan Semut.
Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda Abu Nawas. Semua orang mentertawakan dan meneriakinya karena Abu Nawas tak membawa satu pun binatang buruan di kudanya.
Tapi, Abu Nawas tidak tampak gusar sama sekali. Ia malah tersenyum dan melambaikan tangan.

Baginda Raja menyuruh kepada 2 orang pengawalnya maju ke tengah lapangan dan menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan 2 peserta tersebut.
Dan kesempatan pertama, para pengawal menghitung jumlah binatang hasil buruan dari Abu Jahil.
"Tiga puluh lima ekor kelinci, ditambah lima ekor rusa dan dua ekor babi hutan," kata salah satu pengawal.

"Kalau begitu akulah pemenangnya karena Abu Nawas tak membawa seekor binatangpun," teriak Abu Jahil dengan sombongnya.
"Tenang...tenang...aku membawa ribuan binatang. Jelaslah aku pemenangnya dan engkau wahai Abu Jahil, silahkan memandikan kuda-kuda istana. Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya," kata Abu Nawas sambil membuka bambu kuning yang telah diisi dengan ribuan semut merah.

"Jumlahnya sangat banyak Baginda, mungkin ribuan, kami tak sanggup menghitungnya lagi," kata pengawal kerajaan yang menghitung jumlah semut itu.
Melihat kenyataan itu, Abu Jahil tiba-tiba saja jatuh pingsan.

Baginda Raja tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah kepada Abu Nawas.
Kecerdikan dan ketulusan hati pasti bisa mengalahkan kelicikan.

Rabu, 07 Desember 2011

Demang Nuru dan Para Ksatria Jepara


Demang Nara, Demang Neri danDemang Nuru duduk bertiga di depan sebuah meja kotak dari kayu cendana ditengah pendopo kadipaten. Para demang yang lain juga duduk di beberapa mejalain yang ditata apik di pendopo. Wangi-wangian berupa dupa yang dibakarpojok-pojok ruangan menghiasi udara pendopo. Hari ini di ruangan itu akandilakukan pertemuan para pejabat  kadipaten dengan perwakilan Ksatria Jeparauntuk merundingkan berbagai hal. Sang Adipati akan memimpin sendiri delegasi kadipatenpada pertemuan kali ini.


Hal-hal yang penting untukdibicarakan adalah soal perdagangan, disamping soal-soal keamanan. Kadipatenmemiliki hasil bumi seperti beras, jagung dan kelapa untuk dipasok ke Jepara.Sementara Jepara selaku salah satu kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawamemiliki kain sutera, minyak ikan, ter, kertas, kapur barus, minyak wangi,barang-barang pecah belah dari porselin & kristal, peralatan rumah tanggadari logam dan obat-obatan yang dibutuhkan rakyat kadipaten.

Demang Nara yang tiba duluandi tempat itu memesan minuman buat dirinya dan dua temannya. Awalnya diamemesan teh tawar untuk dirinya, tapi kemudian dia tertarik dengan tawaranpelayan untuk mencoba minuman air kelapa muda ditambah sirup strawberry yangdidatangkan khusus dari Venesia. Sirup yang dibawa oleh pedagang-pedagang dariGujarat itu telah tersohor kenikmatannya. Namun karena dia sudah memesan satu gelasteh tawar, maka Demang Nara hanya memesan dua gelas kelapa muda strawberry.

Yang menyusul datang adalahDemang Neri, si juragan beras muda belia dari wilayah timur kadipaten. DemangNeri mengendalikan lumbung-lumbung padi yang berada di wilayah kekuasaannya.Makanya dia adalah aktor penting dalam perundingan ini mengingat Jeparabukanlah daerah yang memiliki petani. Hampir seluruh penduduk Jepara adalahkaum pedagang, para tukang, tabib, ahli kimia, pembuat senapan & meriam,  pemintal kain dan profesi lain yang takterkait dengan produksi beras.

Melihat di depannya telahtersuguh minuman kelapa muda strawberry, Demang Neri tertarik untukmencicipinya seperti yang dilakukan Demang Nara. Dan dia tidak kecewa dengankelezatan paduan rasa kelapa muda strawberry.

Demang Nuru baru muncul satujam kemudian. Agaknya dia masih sibuk membuat sapu lidi di halaman belakangrumahnya sehingga terlambat tiba di kadipaten. Demang Nuru memimpin wilayahselatan kadipaten yang merupakan pusat perkebunan kelapa. Setiap tahun ratusanribu kelapa dihasilkan oleh wilayah itu, namun tidak semuanya dapat terjual.Belakangan muncul permintaan baru yaitu kelapa yang telah dikeringkan untukdipasok ke Jepara. Kelapa kering itu selanjutnya akan diangkut ke Makasar yangmerupakan pusat perdagangan kopra dunia di masa itu. Sebuah peluang perdaganganyang sangat menguntungkan bagi Demang Nuru.

Hasil sampingan dari perkebunankelapa adalah sapu lidi yang dibuat dari daun-daun kelapa. Adalah hobby DemangNuru untuk membuat sendiri sapu lidi menemani para pegawainya, yang tak lainadalah anak istrinya. Sayang sapu lidi bukanlah barang yang gampang dijualkarena relatif awet. Orang bisa beli satu untuk dipakai satu dua-tahun,sehingga penjualannya juga kurang bagus.

Melihat dua temannya minumkelapa muda berwarna merah muda -- warna sirup strawberry Venesia, terbitlahair liur Demang Nuru karena kepengin merasakan juga. Namun alangkah kecewanyadia saat pelayan datang malahan membawakan teh tawar bagi dirinya. DilihatnyaDemang Nara senyum-senyum sambil pasang muka tidak bersalah, sementara DemangNeri pura-pura sibuk menulis-nulis dengan pensil arang di atas kertas yangdibawanya. Setelah diamat-amati ternyata Demang Neri cuman menggambar duagunung dan matahari terbit diantaranya. “Sungguh Demang yang kekanak-kanakan”pikir Demang Nuru.

Karena untuk pesan minumanlagi dia malu pada Sang Adipati, maka terpaksalah Demang Nuru meminum teh tawaryang disuguhkan. Rasanya beda banget sih dibanding teh yang dirumahnya. Teh initeh kelas satu yang telah dibumbui dengan bunga melati dan diracik oleh emputeh nomor satu di kadipaten. Sementara teh di rumahnya adalah daun teh keringtanpa bumbu yang rasanya biasa-biasa saja. Jadi agak sedikit terhiburlah hatinya.Dicoba dinikmatinya setiap tetesnya. “Hmmm benar-benar nikmat tidak seperti tehyang di rumah.  Lagipula kalau aku minummanis-manis malahan bisa serak” pikir Demang Nuru.

^_^

Sayup-sayup Demang Naramendengar suara derap puluhan ekor kuda mendekati halaman pendopo kadipaten. Sejuruskemudian dilihatnya ada kurang lebih dua puluh ksatria berkuda dengan pakaianwarna putih, sorban warna putih dan bersepatu hitam memasuki halaman kadipaten.Merekalah para Ksatria Jepara yang ditunggu-tunggu.

Ksatria di barisan terdepanmembawa panji-panji gula kelapa – merah putih lambang Kesultanan Demak Bintoro.Jepara adalah salah satu wilayah Kesultanan Demak Bintoro – salah satu kerajaanmaritim terbesar di nusantara sepanjang masa. Demak Bintoro mengandalkanpendapatannya bukan dari pertanian, tetapi dari perdagangan internasional dikota-kota pelabuhan di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, termasuk pelabuhanJepara.

Berkat perdagangan itulahDemak Bintoro muncul sebagai kerajaan maritim yang kaya raya dan mampumembangun armada kapal-kapal perang yang disegani di nusantara. Disamping pasukandan senjata, faktor ketersediaan uang memegang peranan penting dalam perang dimasa itu. Bila tidak memiliki uang yang cukup maka pasukan yang sedangbertempur akan kesulitan perbekalan dan persediaan senjata, apalagi bila merekaterlibat perang dalam jangka waktu lama.

Demang Nara berdecak kagummelihat kuda-kuda arab yang ditunggangi Ksatria Jepara. Kuda-kuda itu berukurandua kali lebih besar dari kuda-kuda lokal yang dibawa para Demang. KekagumanDemang Nara semakin bertambah tatkala melihat di setiap bahu para ksatria itutersandang senapan, sama seperti senapan yang dipamerkan oleh orang-orangPortugis di Pasuruan. Sementara para Demang seperti dirinya masih mengandalkanpedang dan tombak sebagai senjata.


Lain halnya bagi Demang Neriyang sewaktu remaja  pernah menjadi awakkapal sebuah kapal dagang Gujarat. Kehebatan Ksatria Jepara bukanlah hal yangbaru.  Dia tahu persis Ksatria Jeparabukan saja memiliki prajurit, tetapi juga sekelompok tabib yang siap mengobatiprajurit yang terluka, ahli pergudangan yang mengatur logistik pasukan, ahlinavigasi, tukang gambar peta, ahli mesiu, dan ahli meriam.

Ksatria Jepara juga mampubergerak cepat menuju daerah-daerah musuh karena memiliki armada jung, yaitu kapal-kapalbesar khas pedagang Jawa yang siap membawa mereka kemana saja. Berbeda denganpasukan kadipaten yang mengandalkan angkutan darat seperti kuda dan pedati,sehingga sulit membawa perbekalan dan butuh waktu berbulan-bulan untuk mencapaikota-kota yang jauh.

Pernah di suatu malam kapaldagang Gujarat yang ditumpangi Demang Neri berpapasan dengan kapal-kapal perangKsatria Jepara di lepas pantai ujung timur Pulau Jawa. Ada kurang lebih duapuluh jung Jepara yang berlayar mendekati benteng Portugis yang samar-samarterlihat berdiri megah di tepi pantai dengan menara-menara yang menjulangtinggi.

Demang Neri terperanjattatkala terdengar bunyi ledakan keras bersahut-sahutan. Kemudian di gelapnyamalam  terlihat bola-bola api meluncurdari kapal-kapal perang Jepara melesat ke arah Benteng Portugis. Bola-bola apitersebut meledak di tembok-tembok batu Benteng Portugis dan menimbulkankebakaran hebat. Awalnya masih terlihat bola-bola api balasan meluncur dariBenteng Portugis menuju jung-jung Jepara. Tapi bola-bola api itu semakin lamasemakin berkurang seiring runtuhnya menara-menara di Benteng Portugis. Rupanyameriam-meriam Armada Jepara mampu membungkam perlawanan sengit bentengtersebut. Hanya dalam waktu kurang dari satu malam benteng yang berdiri megahtersebut telah porak poranda dihajar meriam-meriam Ksatria Jepara.      

^_^

Sang Adipati mencegah para demangbangkit dari duduknya untuk berdiri menyambut hadirnya para tamu pada saat padasaat delegasi Ksatria Jepara memasuki pendopo Kadipaten. Para ksatria itudikenal kurang suka penghormatan seperti itu dari tuan rumah.  Sang Adipati agaknya telah mengenal merekadengan sangat baik. Sesaat kemudian Adipati memperkenalkan tamu-tamunya.

Pemimpin para Ksatria Jeparaadalah seorang pria bertubuh tinggi, tegap, berkulit putih dan berhidung mancungbernama Muhammad Yunus, lebih dikenal dengan nama Pati Unus. Dia adalah seoranglaksamana yang berpengalaman luas dan juga seorang ahli pemerintahan yangcakap.

Disamping Pati Unus berdiriseorang anak muda berusia sekitar dua belas tahun, diperkenalkan sebagai muridSunan Kudus yang paling cerdas. Dia akan membantu merumuskan perundingan inidalam bentuk perjanjian tertulis. Dia adalah seorang Ksatria muda dari Jipang.Kemudian diperkenalkan juga dua orang ahli pertanian lulusan Madrasah Sunan Bonang di Tuban. Mereka yang akan menilai kualitas beras, kelapa danhasil pertanian lain di kadipaten. Bila harga dan kualitas sesuai denganpermintaan Jepara maka akan dilakukan pembicaraan lanjutan untuk merumuskankerja sama perdagangan. Mereka juga akan merundingkan soal-soal keamanan diwilayah perbatasan.

^_^

Selama berlangsungnyaperundingan, Demang Nuru telah melupakan minuman kelapa muda strawberry yangdiimpikannya. Dia telah punya pikiran lain yang menurut dia jauh lebih penting.Sapu lidi! Yah dia mampu memproduksi ribuan sapu lidi tiap tahun tapijarang-jarang yang beli. Akhirnya dia terpaksa menurunkan produksinya karena stokseringkali hanya menumpuk di gudang.

Kini didepannya hadir para KsatriaJepara yang memiliki jung-jung berukuran besar. Dia juga mendengar ada ratusankapal dagang yang sering singgah di pelabuhan Jepara. Untuk bersih-bersih kapalpakai apalagi kalau bukan pakai sapu?. Demang Nuru berpikir barangkali sajakapal-kapal itu tertarik membeli sapu lidi buatannya, khan lumayan!. Dia bisamemuaskan hobbynya membuat sapu lidi dan memaksimalkan potensi perkebunankelapa di wilayah timur kadipaten dalam memproduksi sapu lidi (undil- 2011)

Gambar diambil dari: wikipedia

Jumat, 02 Desember 2011

Menampar Pipi Raja

Kisah Abu Nawas hadir kembali.
Abu Nawas dengan sifat berani menegur sang raja agar mengetahui kondisi rakyat yang dipimpinnya.
Ia sengaja telah membiarkan pipi sang raja ditampar oleh orang Yahudi. Tapi anehnya, raja tak membalas kelakuan Abu Nawas itu melah berterimakasih karenanya.
Berikut Kisahnya.
Pada suatu hari, Abu Nawas singgah di rumah kenalannya, seorang Yahudi. Di sana tengah berlangsung permainan musik yang meriah. Banyak orang yang menonton sehingga suasana begitu meriah. Semua tamu yang hadir terlibat dalam permainan musik indah itu, termasuk Abu Nawas yang baru saja masuk.
Ada yang bermain kecapi, ada yang menari-nari dan sebagainya, semuanya bersuka ciata.

Ketika para tamu sudah kehausan, tuan rumah menyuguhkan kopi kepada para hadirin. Masing-maisng mendapat secangkir kopi, termasuk Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas hendak meminum kopi itu, ia ditampar oleh si Yahudi. Namun karena sudah terlanjur larut dalam kegembiraan, hal itu tidak ia hiraukan dan diangkatnya lagi cangkirnya, tapi lagi-lagi ditampar.

Ternyata tamparan yang diterima Abu Nawas pada malam itu cukup banyak sampai acara selesai sekitar pukul 2 dini hari.

Pesta Musik dengan Suguhan Secangkir Kopi.
Di tengah jalan, baru terpikir oleh Abu Nawas,
"Jahat benar perangai Yahudi itu, main tampar saja. Kelakuan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlangsung di Baghdad. Tapi, apa dayaku hendak melarangnya?" pikirnya dalam hati.
"Ahaa..aku ada akal," guman Abu Nawas selanjutnya.

Keesokan harinya, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid di istana.
"Tuanku, ternyata di negeri ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, sangat aneh," lapor Abu Nawas.
"Di mana tempatnya?" tanya Baginda.
"Di tepi hutan sana Baginda," kata Abu Nawas.
"Mari kita lihat," ajak Baginda.
"Nanti malam kita pergi berdua saja dan Tuanku memakai pakaian santri," ucap Abu Nawas.

Setelah Shalat Isya, maka berangkatlah Baginda dan Abu Nawas ke rumah Yahudi itu.
Ketika sampai di sana, kebetulan si Yahudi sedang asyik bermain musik dengan teman-temannya, maka Baginda pun dipersilahkan duduk.
Ketika diminta untuk menari, Baginda menolak sehingga ia dipaksa dan ditampar pipinya kanan kiri.

Sampai di situ Baginda baru sadar bahwa ia telah dipermainkan oleh Abu Nawas.
Tapi apa daya ia tak mampu melawan orang sebanyak itu.

Maka, menarilah Baginda sampai keringat membasahi sekluruh tubuhnya yang gendut itu. Setelah itu barulah diedarkan kopi kepada semua tamu, dan melihat hal itu, Abu Nawas meminta izin untuk keluar ruangan dengan alasan akan pergi ke kamar mandi untuk kencing.

"Biar Baginda merasakan sendiri peristiwa itu, karena salahnya sendiri tidak pernah mengetahui keadaan rakyatnya dan hanya percaya kepada laporan para menteri," pikir Abu Nawas dalam hati sembari meluncur pulang ke rumahnya.

Raja Ditampar Pipinya Kiri Kanan.
Tatkala hendak mengankat cangkir kopi ke mulutnya, Baginda ditampar oleh si Yahudi itu. Ketika ia hendak mengangkat kopi cangkirnya lagi, ia pun terkena tamparan lagi begitu seterusnya hingga Baginda belum pernah mencicipi barang sedikit saja kopi yang disuguhkan.,

Pada pagi harinya, setelah bangun tidur, Baginda Raja Harun Ar-Rasyid memerintahkan seorang pelayan istana untuk memanggil Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu tadi malam, engkau biarkan diriku dipermalukan seperti itu," kata Baginda.
"Mohon ampun wahai Baginda Raja, pada malam sebelumnya hamba telah mendapat perlakuan yang sma seperti itu. Apabila hal itu hamba laporkan secara jujur, pasti Baginda tidak akan percaya. Dari itu, hamba bawa Baginda ke sana agar mengetahui dengan kepala sendiri perilaku rakyat yang tidak senonoh itu," jawab Abu Nawas membela diri.

Baginda tidak dapat membantah ucapan Abu Nawas, lalu disuruhnya beberapa pengawal untuk memanggil si Yahudi itu.
"Wahai Yahudi, apa sebabnya engkau menampar aku tadi malam," tanya Baginda marah.
"Wahai Tuanku, sesungguhnya hamba tidak tahu jika malam itu adalah Tuanku. Jika sekiranya hamba tahu, hamba tidak akan berbuat seperti itu," jawab si Yahudi membela diri.

Apa daya, pembelaan Yahudi tidak disetujui oleh Baginda. Karena menampar orang termasuk perbuatan maksiat dan Baginda harus mengambil tindakan tegas karenanya.
"Sekarang terimalah pembalasanku," kata Baginda.
"Ampunilah hamba, Tuanku," ucap si Yahudi.

Segera saja Baginda memerintahkan para prajurit untuk memasukkan si Yahudi ke dalam penjara.
Sejak saat itu Raja Harun amat memperhatikan rakyatnya. Ia berterimakasih atas laporan yang diberikan oleh Abu Nawas tersebut.

Jumat, 18 November 2011

Dongeng Sang Kancil vs Suku Penjarah

Berita tentang sepak terjang Suku Pongpongbolong sudah meluas sampai ke hutan-hutan di sekitar Laguna Biru. Suku Pongpongbolong adalah sekelompok orang kurang terpelajar yang kerjanya merambah hutan, menebangi kayu-kayunya dan membakar sisanya. Mereka juga memburu binatang-binatang hutan untuk diambil kulitnya atau diawetkan untuk dijual.

Begitu mereka berhasil memasuki sebuah hutan mereka akan merusaknya, mengaduk-aduk tanahnya untuk mencari logam mulia dan meninggalkannya setelah tidak ada pohon, hewan dan barang berharga yang tersisa untuk dijarah. Tak heran mereka sukses merubah hutan-hutan lebat menjadi padang tandus, kering dan berantakan.



Kengerian akan sepak terjang mereka semakin bertambah saat kelompok penjarah itu mulai mampu membeli senapan dan mesiu untuk memperlancar aksi penjarahan hutan. Perlawanan dari kawanan Macan dan Gajah yang mengamuk  menjadi tidak ada artinya di hadapan terjangan timah panas. Senapan-senapan itu membuat mereka tak mampu dilawan para binatang. Karenanya Suku Pongpongbolong sangat ditakuti oleh para penghuni hutan.   

Binatang penghuni Hutan Utopia di seberang selatan Laguna Biru sudah mulai resah mendengar kabar kedatangan suku Pongpongbolong di hutan cemara sebelah utara Laguna. Mereka telah mendirikan tenda-tenda di tepi Laguna. Sebentar lagi makhluk-makhluk penjarah itu akan menebangi pohon cemara untuk membuat rakit-rakit guna menyeberangi Laguna menuju Hutan Utopia yang sangat subur dan kaya aneka ragam kekayaan hutan. Sebuah hutan impian bagi Suku Pongpongbolong untuk dijarah sampai tandas.

^_^

Ratusan penghuni Hutan Utopia telah berkumpul di depan rumah Sang Kancil untuk meminta nasehat-nasehat menghadapi kedatangan Suku Pongpongbolong. Sang Kancil yang dikenal oleh para penghuni hutan sebagai binatang paling kutu buku sehutan raya adalah satu-satunya harapan mereka. Si gudang ilmu pengetahuan nampak keluar dari rumahnya, memakai syal sambil berjalan terhuyung-huyung dipapah dua ekor gajah yang menjadi asistennya . Rupanya dia sedang sakit flu berat.

“Maafkan aku sedang sakit, tidak bisa lama-lama berada di luar rumah” ujar Sang Kancil

“Temui kami sebentar saja. Kami hanya minta nasehat cara menghadapi para penjarah Suku Pongpongbolong dengan ilmu pengetahuan & kebijaksanaan yang kau pelajari selama ini”

“Dengarlah ini kunci kemenangan kalian. Mereka orang-orang bodoh yang malas belajar dan pendek akalnya. Mereka yang hanya bisa menjarah hutan dan merusaknya tanpa kesadaran untuk memeliharanya atau memanfaatkan untuk hal-hal lain seperti bercocok tanam atau memelihara ternak. Kalian harus menggunakan hasil pemikiran bersama untuk mengalahkan mereka” kata Sang Kancil

“Ajarkan pada kami satu taktik melawan mereka. Kami akan berunding untuk mencari cara-cara tambahan untuk mengalahkan mereka” kata Beruang Madu selaku wakil para binatang.

Para binatang tahu bahwa Sang Kancil paling tidak suka mendiktekan cara menyelesaikan suatu masalah. Dia hanya mau memberi beberapa petunjuk, selanjutnya para binatang harus mendiskusikan di antara mereka untuk mendapatkan cara terbaik mengatasi suatu masalah. Sang Kancil berpandangan bahwa hasil pikiran ratusan binatang akan lebih baik dibanding hasil pikirannya seorang diri. Karena itulah dia enggan mengajarkan pemecahan masalah secara utuh dari A sampai Z.

“Baiklah aku ajarkan satu cara. Namun kalian harus berunding guna melengkapinya agar menjadi satu taktik yang hebat untuk mengalahkan mereka”


“Setuju Sang Kancil, kami akan berdiskusi untuk mendapatkan cara mengalahkan mereka” teriak Beruang Madu dengan mata berbinar-binar karena berharap mendapat taktik yang jitu dari Sang Kutu Buku.

“Dengarlah teman-teman. Suku Pongpongbolong itu bodoh. Mereka malas mempelajari fenomena-fenomena alam. Mereka tidak tahu banyak tentang sifat-sifat suara. Kita manfaatkan kelemahan mereka itu. Kita akan menakut-nakuti mereka dengan menjatuhkan guci-guci ke jurang besar di mulut hutan. Guci-guci tersebut aku rancang untuk memberikan suara yang sangat keras saat pecah di dasar jurang. Aku telah menelitinya selama bertahun-tahun di laboratorium. Saat guci-guci itu pecah, dinding-dinding jurang akan memantulkan suara yang sangat dahsyat dan menakutkan bagi orang-orang yang tidak tahu bahwa suara tersebut berasal dari gema suara di dinding-dinding batu” kata Sang Kancil

“Setujuuuuu….. Hore kita akan mengalahkan mereka” teriak para penghuni hutan.

^_^

Maka mulai hari itu ratusan penghuni hutan sibuk membuat guci-guci sesuai rancangan Sang Kancil. Mereka juga berdiskusi tentang cara mengalahkan para penjarah hutan. Maka diputuskan untuk mengirim pasukan lebah dan semut ngangkrang saat Suku Pongpongbolong telah mendarat dari rakit-rakit mereka.

Mereka juga mempersiapkan kawanan gagak untuk berkaok-kaok di dasar jurang bersamaan dengan dijatuhkannya guci-guci agar biar memberikan efek suara yang lebih menakutkan bagi para penjarah hutan. Tak  lupa kawanan binatang itu mempersiapkan tumpukan kayu di balik sebuah bukit di tengah hutan untuk dibakar agar menimbulkan asap yang tebal.

Seperti yang telah direncanakan, saat ratusan kawanan Suku Pongpongbolong mencapai seberang Laguna, mereka langsung disambut oleh sengatan ribuan lebah.  Ketika mereka berhasil mengusir serbuan lebah dengan api dari  obor-obor yang mereka nyalakan, tiba-tiba datang ribuan semut ngangkrang mengigiti kaki mereka.  Bersamaan dengan itu terdengar suara dentuman-dentuman dahsyat dari arah hutan disertai asap yang membubung tinggi dari bukit yang menjulang di tengah hutan.

Para penjarah Suku Pongpongbolong sangat takut mendengar suara-suara berdentum-dentum sangat keras dari dalam hutan. Awalnya mereka menyangka ada raksasa sedang terbatuk-batuk di dalam hutan. Namun saat mereka melihat asap membubung tinggi dari atas bukit, mereka langsung mengira tengah terjadi letusan gunung api dari dari dalam hutan. Maka mereka memilih mengambil langkah seribu karena takut terkena terjangan lava pijar gunung api.

Di pagi yang cerah itu para penghuni hutan menyaksikan suku penjarah yang sangat ditakuti itu tiba-tiba menjadi sekelompok cecurut penakut yang lari terbirit-birit kembali ke atas rakit untuk pergi sejauh-jauhnya dari Hutan Utopia. Para binatang bersorak sorai melihat musuh mereka lari terkencing-kencing. Hutan Utopia akan kembali aman dari ancaman penjarahan. Mereka sangat senang memiliki Sang Kancil selaku kutu buku yang nasehatnya sangat ampuh untuk menaklukan musuh. Namun mereka juga sangat bangga dengan ide letusan palsu gunung api. Sungguh suatu ide cemerlang yang muncul begitu saja saat diskusi di antara mereka (Undil – 2011).

tags: dongeng sang kancil, cerita kancil, cerita anak, cerita pendek, cerpen, cerita manajemen

gambar diambil dari : paintinghere.com
   

Sabtu, 12 November 2011

Abu Nawas Menduduki Singgasana Raja

Kisah Abu Nawas dengan kisah petualangan Abu nawas, dan Alhamdulillah bisa mengunjungi blog ini lagi.
Jika tak dapat berkelit dari hukuman, maka bukan Abu Nawas namanya. Ia selalu memiliki banyak cara dan alasan agar lolos dari hukuman.

Dengan tenangnya Abu Nawas ini menduduki singgasana raja, bahkan ia sampai menjual harga diri rajanya agar lolos dari hukuman.


Berikut Kisahnya.
Kecerdikan akal dan pikiran Abu Nawas sudah tersebar di seluruh penjuru kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid. Bahkan raja sendiri pun mengakui kehebatan Abu Nawas hingga mengajaknya tinggal di istana.

Raja Harun telah memberikan kebebasan kepada Abu Nawas untuk keluar masuk istana tanpa prosedur yang berbelit. Dengan hadirnya Abu Nawas di istana, maka raja dapat setiap saat meminta pertimbangan, pendapat kepada Abunawas dalam setiap keputusannya, sebagai penasehat kerajaan.

Namun, tampaknya kali ini Abu Nawas mulai bosan tinggal di istana, ia tidak terbiasa dengan hidup berfoya-foya. Meskipun semua yang diinginkan selalu tersedia, namun Abu Nawas memilih ingin tinggal di luar istana, ia rindu sekali untuk menggarap sawah dan merawat hewan ternaknya.

Dari sinilah kenudian muncul dalam pikiran Abu Nawas untuk keluar dari istana. Diputarlah otaknya untuk mencari alasan agar ia bisa keluar.

Menduduki Singgasana Raja.
Setelah semalamam dipikirkan, Abu Nawas menemukan cara jitu untuk keluar dari lingkungan istana.
Pada keesokan harinya, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali kemudian pergi ke ruang utama istana. Saat itu suasana masih sepi, hanya terdapat beberapa pengawal. Raja Harun sendiri masih terbaring di tempat tidurnya.

Pada saat Abu Nawas itulah Abu Nawas mendekati singgasana raja dan mendudukinya. Tak hanya itu saja, Abu Nawas juga mengangkat kaki dan menyilangkan salah satu kakinya seolah-olah dialah rajanya.

Melihat kejadian itu, beberapa pengawal kerjaaan terpaksa mengangkap Abu Nawas. Mereka menilai bahwa siapapun tidak berhak duduk di singgasana raja kecuali Raja Harun sendiri.
Barang siapa yang menempati tahta raja, termasuk dalam kejahatan yang besar dan hukuman mati yang diberikan.

Para pengawal menangkapAbu Nawas kemudian menyeretnya turun dari tahta dan memukulinya.
Mendengar teriakan Abu Nawas yang kesakitan, raja menjadi terbangun dan menghampirinya.
'Wahai pengawal, apa yang kalian lakukan?" tanya raja.
"Ampun Baginda, Abu Nawas telah lancang duduk di singgasana Paduka, kami terpaksa menyeret dan memukulinya," jawab salah seorang pengawal.

Sesaat setelah itu, Abu Nawas tiba-tiba saja menangis. Tangisannya sengaja ia buat kencang sekali sehingga banyak menyita perhatian penduduk istana lainnya.
"Benarkah yang dikatakan pengawal itu wahai Abu Nawas?" kata Raja Harun.
"Benar Paduka," jawan Abu Nawas.

Tujuan Keluar Istana Tercapai.
Raja sangat terkejut dengan penuturan Abu Nawas itu. jika sesuai peraturan yang ada, Abu Nawas akan dikenai hukuman mati. Namun, Raja Harun tak sampai hati melaksanakannya mengingat begitu banyak jasa yang diberikan Abu Nawas kepada kerajaan.

"Sudahlah, tak usah menangis. Jangan khawatir, aku tidak akan menghukummu. Cepat hapus air matamu," ucap sanga raja.
"Wahai Baginda, bukan pukulan mereka yang membuatku menangis, aku menangis karena kasihan terhadap Paduka," kata Abu Nawas yang membuat raja tercenganng oleh ucapan itu.
'Engkau mengasihaniku?" tanya Raja Harun.
"Mengapa engkau harus menagisiku?" kata raja lagi.

Harga Diri Raja Tercoreng.
Abu Nawas menjawab,
"Wahai raja, aku cuma duduk di tahtamu sekali, tapi mereka telah memukuliku dengan begitu keras. Apalagi paduka, paduka telah menduduki tahta selama dua puluh tahun. Pukulan seperti apa yang akan paduka terima? Aku menangis karena memikirkan nasib paduka yang malang," jawab Abu Nawas.

Jawaban itu membuat raja tak bisa berbuat apa-apa.
Ia tak menyangka Abu Nawas menjual harga dirinya di depan banyak pengawal. Oleh karena itu, Raja Harun hanya menghukum Abu Nawas untuk dikeluarkan dari istana.
"Baiklah jika demikian, mulai detik ini kamu harus keluar dari sitanaku," kata raja sedikit geram.

"Terima kasih paduka, memang itulah yang saya kehendaki," balas Abu Nawas sambil menyalami Raja Harun untuk kemudian pamit keluar dari istana.

Jumat, 04 November 2011

Belajar dari Buah Arbei

Kisah Abu Nawas kali ini tentang renungan.
Ya renungan tentang seputar buah yang bernama buah Arbei melawan buah Labu.


Kisahnya.
Abu Nawas dikenal memiliki pemikiran cerdas dan hampir bisa dipastikan dirinya memiliki solusi atas sebuah masalah yang tengah dihadapi. Selain itu, Abu Nawas juga dikenal sebagai saudagar buah-buahan yang dipanen dari kebun miliknya sendiri yang lumayan luas.
Bahkan saking luasnya kebun yang dimiliki Abu Nawas, sejauh mata memandang yang terlihat adalah bak permadani hijau yang tumbuh subur.

Pada suatu hari, Abu Nawas melakukan pengawasan, melihat-lihat kebunnya tersebut.
Dirinya berjalan kaki menyisiri kebunnya melewati tiap petak kebun yang ditanami berbagai macam sayur mayur dan buah-buahan segar.
Abu Nawas sangat bangga dan bahagia melihat tanamannya yang tumbuh subur dan menghasilkan banyak buah yang berkualitas.
Ucapan puja dan puji syukur terus menerus terucap dari bibir Abu Nawas kepada Tuhan.

Inspeksi Kebun Buah.
Pada siang hari yang cukup terik itu, perjalanan Abu Nawas yang sedang mengawasi lahan kebun miliknya mendadak berhenti pada sebuah petak dimana tumbuh subur pepohonan arbei.
Abu Nawas memandangi dengan detail tiap bagian pohon arbei miliknya tersebut. Dirinya memperhatikan rantingnya, daunnya hingga buahnya yang nampak segar bergelantungan.

Karena terik matahari begitu panas tepat di atas kepala dan dirinya merasa lelah, Abu Nawas kemudian berhenti dan beristirahat di bawah pohon arbei yang lebat. Bekal makanan yang sudah disiapkan oleh istrinya segera dibuka dan disantapnya. Kali ini makanan yang dia bawa tidak pedas-pedas amat, sangat enak gumannya dalam hati. Dengan ditemani semilir angin yang sepoi-sepoi, Abu Nawas puas menikmati makanan dari istrinya tersebut.

Setelah kenyang, dirinya menyandarkan diri pada batang pohon arbei sambil melihat ke atas, dilihatnya buah arbei yang ranum. Sesaat itu pula dirinya memandangi buah labu yang ada di petak seberang, betapa besar buahnya serta ranum.
Bukan Abu Nawas kalau dirinya hanya memandang saja. Ya..seperti biasa, Abunawas mulai merenungi buah-buahan yang tumbuh segar dari kebun miliknya.

TIba-tiba saja terlintas sebuah pemikiran di benak Abu Nawas.
"Aku itu heran, apa sebabnya ya pohon arbei yang sebesar ini namun buahnya hanya kecil saja. Padahal, pohon labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar," ujar Abu Nawas dalam hati.


Kejatuhan Buah Arbei.
Tak lama berselang, angin kecil pun bertiup menghampiri Abu Nawas yang sedang beristirahat seolah-olah langsung menjawab pertanyaan yang ada dalam benaknya.
Ranting arbei pun bergerak-gerak dan saling bergesekan dan sesaat kemudian ada sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Abu Nawas yang sedang tidak bersorban itu.

"Ahaa...aku tahu sebabnya," ujar Abu Nawas.

Beruntung bagi Abu Nawas di siang itu hanya kejatuhan buah arbei saat sedang beristirahat. Bagamana jadinya jika saat itu dirinya kejatuhan buah labu?
Allah SWT menciptakan semua makhluknya yang ada di muka bumi ini dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing, dimana semua itu berjalan sesuai dengan fungsinya.
Saling keterikatan dan saling membutuhkan.

Rabu, 26 Oktober 2011

Menghitung Kematian Tahanan

Kecerdikan Abu Nawas memang sudah tak diragukan lagi, bahkan ketika raja Harun Ar-Rasyid menghadapi masalah, tak segan-segan Abu Nawas dipanggilnya untuk menyelesaikan maslah.
Nah, kali ini Abu Nawas mendapatkan tugas untuk menghitung kematian.
Bagaimana cara Abu Nawas menghitungnya?

Berikut Kisahnya.
Suatu hari, di negeri Seribu Satu Malam, Baghdad, digelarlah acara hajatan besar. Sang Raja Harun Ar-Rasyid pun berniat merayakan pesta ulang tahun kerajaan bersama-sama dengan seluruh rakyatnya. Pada hari yang telah ditunggu tiba, rakyat Baghdad dikumpulkan di depan pendapa istana.

Raja Harun sang penguasa berdiri dan berkata,
"Wahai rakyatku yang tercinta, hari ini kita mengadakan pesta ulang tahun kerajaan. Aku akan memberi hadiah kepada para fakir miskin, aku juga akan memberikan pengampunan kepada para tahanan di penjara dengan mengurangi hukuman menjadi setengah dari sisa hukumannya," seru baginda kepada rakyatnya.

Memberi Keringanan Hukuman pada Tahanan.
Mendengar ucapan sang raja, tentu saja rakyat Baghdad bersuka ria. Mereka segera berpesta bersama dan menyantap aneka makanan yang telah disediakan. Tak berapa lama kemudian, para pengawal istana membagi-bagikan hadiah kepada fakir miskin.

Setelah dipastikan seluruh rakyatnya yang fakir miskin mendapatkan hadiah, raja pun memanggil para tahanan
Tahanan pertama yang mendapatkan kesempatan adalah bernama Sofyan (maaf bila ada kesamaan nama).
"Sofyan, berapa tahun hukumanmu?" tanya baginda.
"Dua tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Sudah berapa tahun yang kamu jalani?" tanya baginda lagi.
"Satu tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Kalau begitu, sisa hukumanmu yang satu tahun aku kurangi menjadi setengah tahun sehingga hukumanmu tinggal 6 bulan saja," tegas baginda.

Selanjutnya, dipanggillah Ali.
"Berapa tahun hukumanmu Ali?" tanya baginda.
Dengan nada yang sedih, Ali menjawab,
"Mohon ampun Baginda, hamba dihukum seumur hidup," jawab Ali.

Mendengar jawaban Ali tersebut, Baginda menjadi bingung harus menjawab apa untuk mengurangi hukuman Ali.
Di tengah kebingungannya, Raja yang terkenal bijaksana ini teringat dengan Abu Nawas. Akhirnya, dipanggillah Abu Nawas.
Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas yang turut serta dalam pesta ulang tahun kerajaan menghampiri sang Raja yang sedang kebingungan itu.

"Abu Nawas, aku ada masalah mengenai hadiah pengampunan bagi Ali. Dia dihukum seumur hidup sedangkan aku berjanji akan memberikan pengampunan setengah dari sisa hukumannya. Padahal aku tidak tahu sampai umur berapa Ali akan hidup. Sekarang aku minta nasehatmu, bagaimana caranya memberi pengampunan kepada Ali dari sisa hukumannya," jelas Raja.

Mendengar penuturan rajanya, Abunawas pun ikut bingung. Dia berpikir, apa bisa mengurangi umur seseorang, padahal dia sendiri tidak tahu sampai kapan umurnya.
"Hamba minta waktu Baginda," ujar Abunawas.

Abu Nawas Mendapat Sekantung Keping Emas.
Mendengar permintaan Abu Nawas, Raja pun akhirnya memberikan kesempatan kepada Abu Nawas untuk berpikir. Raja hanya memberi waktu sehari semalam saja, tidak boleh lebih. Jadi, besok pagi Abu Nawas harus memberikan jawabannya.

Sesampainya di rumah, Abu Nawas pun berpikir keras untuk menemukan pemecahan masalah tersebut. Dia tidak bisa tidur karena selalu kepikiran akan hal itu. Namun, selang beberapa waktu, tampaklah senyuman di bibir Abu Nawas, pertanda solusi telah ditemukan.
Abu Nawas pun malam itu segera masuk ke kamar untuk tidur dengan nyenyak.

Pada pagi-pagi sekali, Abu Nawas telah bangun.
Setelah mandi dan sarapan, dia pun pergi menghadap raja setelah berpamitan dengan istrinya.

"Hamba sudah mendapatkan cara untuk memecahkan masalah si Ali, Baginda.
Begini Baginda, sebaiknya si Ali ini berada di luar penjara dan bisa bebas selama satu hari, lalu pada esoknya, dia dimasukkan lagi ke dalam penjara selama satu hari pula. Lusa juga demikian, sehari bebas, sehari dipenjara, begitu berlangsungterus selama umur si Ali itu," jelas Abu Nawas.

Baginda Raja tersenyum.
"Engkau memang pandai Abu Nawas. Kalau begitu, kamu juga akan aku beri hadiah, yaitu sekantung keping emas," ujar sang Raja.
Setelah itu, Abu Nawas pulang dengan wajah yang ceria.

Sabtu, 22 Oktober 2011

Akhir Riwayat Sang Lutung

Seekor lutung (kera hitam) berjalan terseok-seok di pasir. Akibat jatuh dari pohon, tubuhnya menjadi lemah tak bertenaga. Ia lapar sekali, sementara hutan masih jauh. Dengan memaksa diri, ia tiba di tepi muara sungai. Ia minum dengan rakusnya. “Kenapa kamu pucat lutung? Kamu sakit payah?” tegur seekor ayam hutan besar yang mematuk-matuk udang di tepi muara. “Ya, tolong terbangkan aku ke hutan di seberang muara ini,” pinta lutung. Ayam hutan merasa iba dan setuju, ia terbang membawa lutung yang berpegangan erat di kakinya.

Sesampainya di hutan, lutung tak mau melepaskan kaki ayam hutan. Ia bahkan mencabuti semua bulu ayam hutan yang berwarna kuning keemasan itu. Sang ayam hutan pingsan karena kesakitan. Dia sudah mati, pikir lutung. Kemudian bangkai ayam hutan disembunyikannya di dalam semak belukar, sementara ia pergi mencari api di dalam hutan.

Sang Ayam Hutan kemudian sadar. Dia menangis tersedu-sedu sebab kehilangan semua bulunya. “He, kenapa badanmu, siapa yang telah mencabuti bulu-bulumu?” tanya seekor sapi dengan heran. Ayam hutan menceritakan semua pengalamannya. Alangkah marahnya sapi terhadap perlakuan si lutung. “Kurang ajar!” Biarlah kuberi pelajaran lutung itu. Sembunyilah kau di tempat lain,” ujar sapi. Ayam hutan menurutinya. Ketika lutung datang membawa obor dan menanyakan di mana ayam hutan, sampi membohonginya. “Ayam hutan itu rupanya belum mati, ia berenang ke tengah laut,” kata sapi. Lutung meminta sapi mengantarnya ke gundukan batu karang di tengah laut, di mana ia mengira si ayam hutan bersembunyi. Dengan ramah sapi bersedia mengantarnya. Tanpa pikir panjang lutung naik ke punggung sapi yang kemudian berenang ke gundukan batu karang di tengah laut. Akan tetapi, setelah lutung loncat ke gundukan batu karan gitu, segera sapi meninggalkannya. “Semoga kau mampus disergap ikan gurita” ujar sapi. Lutung duduk di puncak batu karang dan menangis. “Mengapa kamu menangis?” tegur seekor penyu. “Aku heran, bagaimana kau dapat ke sini.” Aku naik sampan, kemudian sampanku terbalik dan aku terdampar disini,” jawab lutung berbohong. Karena kasihan, penyu mengantarkan lutung ke pantai. Lutung naik ke punggung penyu.

“Bagaimana kau dapat berenang dengan cepat?” tanya lutung. “Dengan kayuhan kaki-kakiku,” jawab penyu tanpa curiga. Ketika di pantai, lutung ingin melihat kaki penyu. Penyu setuju dan segera tubuhnya dibalikkan oleh lutung. Ternyata lutung segera meninggalkan penyu dalam keadaan terbalik. Ia bermaksud mencari harimau, karena hanya harimaulah yang dapat mengeluarkan daging penyu dari kulitnya yang keras itu.

Penyu menangis dan berteriak-teriak minta tolong. “Mengapa kamu?” tanya seekor tikus yang mendekat. Penyu lalu menceritakan pengalamannya. Tikus pun mejadi sangat marah terhadap lutung yang tak tahu membalas budi itu. Ia bersama tikus-tikus lain menggali pasir di bawah badan penyu, dengan harapan apabila air pasang naik penyu dapat membalikkan tubuhnya dengan mudah. Sementara menunggu kedatangan lutung, tikus-tikus itu menutupi tubuh penyu dengan tubuh mereka sendiri. Dan menari-nari sambil bersayir : “Mari kita ikut gembira ria … bersama sang lutung yang jenaka … yang berhasil menipu Raja Rimba … yang mengira betul ada penyu, padahala hanya kita yang ada…” Lutung yang datang bersama harimau sangan heran, dimanakah penyu? Mendengar syair tikus-tikus, harimau pun menjadi marah karena merasa ditipu. “Mana penyu yang kau katakan itu?” geramnya. Kemudian lutung itu diterkam oleh sang Harimau, dibawa lari kedalam hutan.

(SELESAI)

Jumat, 21 Oktober 2011

Aladin dan Lampu Ajaib

Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Kraak…” tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.


Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak, aku takut turun ke sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat berikan lampunya !”, seru penyihir. “Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. “Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !”, ucap Aladin.

Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan”, saya adalah peri cincin kata raksasa itu. “Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah.” “Baik Tuan, naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini”, ujar peri cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. “Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”

Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?”, kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah,”kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami”. Dalam waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat kemudian menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.

Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. “Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta putriku”.

Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. “Tuan, ini Istananya”. Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. “Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.

Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, “tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !”. Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.

Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. “Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar peri lampu,” ujar peri cincin. “Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau kesana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum bir”, ujar sang Putri. “Baik, jangan kuatir aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang”, jawab Aladin.

Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib menyembul dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya. “Singkirkan penjahat ini”, seru Aladin kepada peri lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke Persia”. Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.

(SELESAI)

Kamis, 20 Oktober 2011

KISAH SI PEMALAS DENGAN ABU HANIFAH

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah longlai. Oh, manakah hati yang belas ikhsan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sebaik saja dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi wang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Dalam pada itu, si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi wang dan secebis kertas yang bertulis, " Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cubalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."



Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kelmarin,sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi wang dan secebis kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang sebaik saja mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada cebisan kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak redha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Hendak senang mesti suka pada bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya."

Sebaik saja dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu.
Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.

Kamis, 13 Oktober 2011

Abu NawasTidak Mau Hadiah

Suatu ketika Abu Nawas dipanggil oleh Raja Harun Ar Rasyid di istana kerajaan dan terjadilah percakapan di antara keduanya. Rupanya kali ini Abu Nawas sedang memperingatkan rajanya perihal harta dunia yang tidak akan dibawa mati ke kuburan karena Abu Nawas mengetahui bahwa ia dipanggil karena ingin diikat sebagai saudara raja dengan tali ikatan hadiah.

Sesampainya di istana kerajaan, Abu Nawas dengan santainya menegur langsung kepada Raja Harun tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Wahai Amirul Mukminin, bagaimana nanti jika Allah SWT menghadapkan Anda di hadapan-Nya, lalu meminta pertanggungjawaban Anda tentang lalat hitam, burung kenari dan kulit ari," kata Abunawas kepada Raja Harun.


Begitu mendengar penuturan Abunawas yang tiba-tiba itu, menyebabkan Raja Harun Ar Rasyid sedih, sehingga menangis tersedu-sedu. Melihat rajanya bersedih, salah seorang kepala pengawal segera bertindak dengan memarahi Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, engkau diamlah, engkau telah menyakiti hati sanga Raja!" bentak kepala pengawal kerajaan kepada Abu Nawas.

"Biarkan dia," kata Raja Harun.
"Sebenarnya yang merusak dan menyakiti itu Anda," kata Abu Nawas dengan berani.
"Begini Abu Nawas, saya ingin mengikat tali persaudaraan denganmu dengan pemberian fasilitas dan hadiah-hadiah," kata Raja Harun Ar Rasyid.

"Kembalikan saja semua harta dari tempat semula yang hendak paduka berikan kepada hamba," jawab Abu Nawas.
"Lalu bagiaman dengan kebutuhanmu?" tanya Raja Harun.

"Aku ingin Anda tidak melihatku dan akupun tidak melihat paduka. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail dari Qudamah bin Abdullah al-Kalaby pernah berkata,
Aku telah melihat Rasululah SAW melempar jumrah Aqabah di atas ontanya yang kemerah-merahan, tanpa ada pukulan dan tidak pula dengan pengusiran," jawab Abu Nawas.

Setelah berkata demikian, Abu Nawas segera meninggalkan istana sambil bernyanyi.
Nyanyian Abu Nawas:
Persiapanmu telah memenuhi bumi sepenuhnya
Hambamu mendekat dan sekarang apa?
Bukankah engkau bakal mati dalam kuburan?
Pewarismu mengelilingi, hartamu tak dapat engkau gunakan lagi.

Kamis, 29 September 2011

Air Susu yang Pemalu

Kisah Abu Nawas kembali menghiasi dunia blogger Indonesia.
Saat hati sedang gundah, sangat cocok membaca kisah-kisah Abunawas yang lucu di blog ini.
Nih, selalu ada saja cara Abunawas agar tidak dimarahi oleh Raja Harus Ar Rasyid.

Ahaa, selalu ada saja cara Abunawas agar tidak dimarahi Raja Harus Ar Rasyid. Ketika ia kepergok membawa botol berisi arak berwarna merah, sang raja menegurnya, namun Abunawas menyebut isi botol itu adalah air susu yang pemalu.


Kisahnya.
Kecerdasan Abu Nawas benar-benar menghibur Raja Harun Ar Rasyid.
Suatu saat sang raja terlihat murka melihat pekerjaan pengawal kerajaan yang selalu tidak beres. Setelah diselidiki, ternyata para pengawal itu suka mabuk-mabukan.
"Wahai pengawalku semua, sudah sering aku peringatkan agar engkau jangan mabuk-mabukan," ujar Raja Harun.

Para pengawal kerajaan terlihat begitu gemetar. Mereka tak berani menatap mata rajanya. Kepala mereka tertunduk sebagai pengakuan rasa bersalah.
"Ceritakan kepadaku, dari mana kalian mendapatkan arak-arak itu," tanya raja.

Raja Harun Murka.
Untuk beberapa saat, para pengawal tak mau mengaku juga. Namun, ketika Raja Harun membentak, akhirnya mereka mengaku juga.
"Abunawaslah yang membawa arak-arak itu ke istana, kami juga diajari mabuk-mabukan olehnya," ujar salah seorang pengawal.
"Jika demikian, cepat bawa Abunawas ke hadapanku, kalau tidak, kalian semua harus menerima hukuman dariku," ujar raja Harun.

Keesokan harinya berangkatlah beberapa pengawal kerajaan ke rumah Abu Nawas. Sesampainya di rumah sederhana Abunawas, mereka kemudian memberitahukan maksudnya.
"Bawalah botol ini ke hadapan raja dan katakan semua ini atas perintahku," uar salah satu peimpin pengawal itu.
"Tunggu dulu, dengan minuman arak ini, aku pasti akan dihukum oleh saja," kata Abunawas.
"Benar, tapi jika engkau berhasil lolos dari hukuman raja, aku akan memberimu sejumlah dinar," ucap pengawal itu.

"Lalu apa keuntunganmu dengan memberiku sejumlah dinar?" tanya Abunawas.
"Jika engkau lolos dari hukuman raja, maka kami semua juga akan lolos. Gunakanlah kecerdasanmu untuk mengelabuhi raja," jawab pengawal itu.
Akhirnya Abu Nawas bersedia menerima tugas itu. Dengan memegang sebotol arak berwarna merah, ia menemui Raja Harun.
"Wahai Abunawas, apa yang engkau pegang itu?" tanya raja Harun.

Susu yang Merah Merona.
Dengan gugup Abunawas menjawab,
"Ini susu Baginda, rasanya enak sekali," jawab Abunawas sekenanya.
"Bagaimana mungkin air susu berwarna merah, biasanya susu kan berwarna putih bersih," kata raja Harun keheranan sambil mengambil botol yang dipegang Abunawas.
"Betul Baginda, semula air susu ini berwarna putih bersih, saat melihat Baginda yang gagah rupawan, ia tersipu-sipu malu, dan menjadi merah merona," jawab Abu Nawas yang mencoba mengambil hari raja Harun dengan menyebutnya seorang rupawan.

Mendengar jawaban Abunawas, Baginda pun tertawa dan meninggalkannya sambil geleng-gelng kepala. Raja Harun sebenarnya tahu bahwa yang di dalam botol itu adalah arak, namun karena penyampaian Abu Nawas yang membanggakan hati, ia tidak memberikan hukuman kepada Abu Nawas.
"Baiklah, untuk kalian semua aku maafkan, akan tetapi jiika kalian ulangi lagi, maka hukumanya akan berlipat ganda," titah sanga Raja.

Akhirnya Raja Harun Ar Rasyid juga memberikan ampunan kepada para pengawal.
Abu Nawas juga mendapatkan hadiah sejumlah beberapa dinar dari para pengawal, karena telah berhasil melaksanakan misinya.
Nah, demikian sedikit hiburan cerita Abu Nawas.

Senin, 12 September 2011

Abu Nawas Tidak Berdusta

Kisah Abu Nawas nongol lagi.
Kali ini tentang benarnya ucapan Abu Nawas yang diakui sendiri oleh raja Harun Ar Rasyid.
Baca kisahnya ya dan jangan lupa beri semangat kepada blog ini agar bisa menyajikan yang lebih baik.


Kisahnya.
Pada suatu waktu, ketika Raja Harun Ar Rasyid sedang menunaikan ibadah haji, tiba-tiba saja dia teringat akan Abu Nawas pada saat memasuki kota Kuffah.
Untuk memenuhi rasa kangennya, Baginda raja menyuruh para pengawalnya untuk mencari Abu Nawas sekaligus menghadapkan ke hadapannya.
Raja berpesan, nanti kalau sudah bertemu, tolong Abu Nawas diberi pakaian berwarna hitam dan celanan panjang yang nantinya diletakkan di atas kepala Abu Nawas.

Para pengawal bergegas melaksanakan perintah itu meskipun mereka berfikir bahwa ini adalah suatu permintaan yang aneh sekali.
Setelah mencari ke segala penjuru kota, akhirnya Abu Nawas bisa ditemukan juga. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas datang juga dengan pakaian hitam dan celanan panjang yang ditaruh di atas kepalanya.

Setelah ada di hadapan raja, Abu Nawas berkata,
"Wahai Baginda, Amirul Mukminin, aku memohon kepada Allah SWT semoga Allah memberikan rezeki dan melapangkan anugerahNya kepada Tuanku," kata Abu Nawas.
"Ya, terima kasih, Amiin..." jawab Raja Harun Ar Rasyid.

Setelah kejadian itu, Raja Harun Ar Rasyid pergi meninggalkan kota Kuffah dan melanjutkan perjalanan. Banyak penduduk Kuffah yang terheran-heran dengan tingkah laku Abu Nawas itu. Dia malah mendoakan sang raja sambil menaruh celanan panjang di atas kepalanya.

"Wahai Abu Nawas, begitukah caranya engkau mendoakan Amirul Mukminin," tanya beberapa warga yang melihat kejadian itu.
"Diamlah wahai semua, Celakalah semua, tidak ada yang lebih disukai oleh Amirul Mukminin kecuali harta dan uang," jawab Abu Nawas dengan santainya.
Abu Nawas segera berlalu dari tempat itu.

Karena ada yang iri atau entah mencari muka di hadapan raja, maka ada salah seorang yang melaporkan kejadian itu tentang ucapan Abu Nawas yang mengatakan bahwa rajanya menyukai harta dan uang.
Betapa terkejutnya si pelapor ini dengan jawaban yang diucapkan oleh raja mereka.
"Demi Allah, ia tidak berdusta, Abu Nawas berkata benar,"
Si pelapor menjadi malu karena kejadian ini.

Jumat, 09 September 2011

Nyanyian Abu Nawas di Kuburan

Kisah Abu Nawas hadir dengan renungan di sebuah kuburan.

Kisahnya.
Pada suatu ketika ada seseorang yang sedang berjalan-jalan, dan setelah sampai di jalan sekitar makam, dirinya melihat Abu Nawas sedang berada di sebuah kuburan. Orang itu kemudian mendekatinya. Di sana ternyata Abu Nawas sedang menggantungkan kakinya di sebuah nisan kuburan.

"Wahai Abu Nawas, apa yang engkau lakukan di sini?" tanya orang itu.
"Aku sedang bercengkerama dengan suatu kaum yang tidak pernah menyakitiku, dan apabila aku telah tiada, mereka tidak menggunjingku," jawab Abu Nawas.




"Harga-harga sandang pangan papan mulai naik, tidakkah engkau mau ikut berdoa kepada Allah SWT, agar harga-harga bisa terkendali?" kata orang itu.
"Demi Allah, aku tidak mau peduli meskipun dibayar satu dinar sekalipun. Sesungguhnya Allah telah meminta kita untuk menyembah-Nya sebagaimana perintah-Nya dan Allah memberikan rezeki kepada kita sebagaimana yang telah dijanjikan."

Abu Nawas kemudian bertepuk tangan dan bernyanyi,
"Wahai penikmat dunia dan perhiasaannya.
Kedua matanya tak pernah tidur dari kelezatannya.
Kau hanya sibuk dengan apa yang tak teraih."

Apa yang hendak dikata ketika berjumpa dengan-Nya?

Senin, 05 September 2011

Buang Air Besar di Tempat Tidur

Kisah Abu Nawas hadir lagi setelah hari raya Idul Fitri 1432H. Mohon maaf lahir dan batin untuk semua pembaca blog Kisah Abu Nawas ini.
Kali ini mengisahkan tentang siasat Abu Nawas yang tidak ingin tempat tidurnya dijadikan sebagai tempat buang air besar.


Kisahnya.
Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya. Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa.

Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya.
"Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya, dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000 dirham," titah raja.
"Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan.




Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu.
Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja.
"Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih.
"Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda.
"Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih.
"Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas, bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu," titah Raja.

Utusan tiba di rumah Abu Nawas.
Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas.
Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu utusan itu.
"Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perinah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya.
"Betul?" tanya utusan Raja.
"Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram.
"Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati.
Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu mengurungkan niatnya. Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu.

Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar.
"Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja.
"Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius.

Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya.
Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu.
"Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan.
"Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas.
"Iya..benar," jawab utusan itu.
"Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih, ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya.
"Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan.
"Aku akan pukul kalian sekeras-kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mendapat Hadiah 3000 dirham.
Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu.
Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas.
"Abu Nawas...!"
Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan Baginda Raja Harun Ar Rasyid.

"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing-masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki Patih Jakfar.
"Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas.
"Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih.
"Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira.
Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya.
"Buk...! Buk...! Buuuk....!"
"Ampun Abu Nawas...!
"Apa kalian mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??"
"Tidaaaak....ampuun..."

Ketiga utusan itu lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Sesaat setelah itu, ki Patih berkata,
"Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini. Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang gundah gulana."
Abu Nawas menyetujui permintaan Tuanku Jakfar, dan mereka segera berangkat menuju istana setelah semua persiapan dilakukan.javascript:void(0)

Ada-ada saja triknya Abu Nawas ini ya.