Rabu, 25 November 2009

Trilogi Kampung Pengundang Ular .: Tragedi Negeri Pemuja Kebebasan

Begitu besarnya penentangan dari penduduk -- tidak membuat Kepala Kampung mundur dari tekadnya untuk memberi kebebasan seluas-luasnya kepada bangsa ular untuk berkeliaran di dalam kampung. Hal itu dianggapnya sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasan para ular. Dari situlah semuanya berawal...



Trilogi Kampung Pengundang Ular



Trilogi Bagian Pertama .: Kampung Pengundang Ular :. Tahun Kegelapan

Walaupun mendapat tantangan dari penduduk, Pak Kepala Kampung memutuskan untuk membiarkan ular berkeliaran di dalam kampung seperti tuntutan para pengundang ular. Menurut dia, ular punya hak untuk hidup di dalam kampung dan tak boleh diusik oleh siapapun.
Akibat kekalahan kelompok penentang dalam pemungutan suara, para pengundang ular seperti mendapat angin segar. Mereka bisa bebas berpesta pora dengan para ular tanpa gangguan dari penduduk kampung.

Diantara banyak jenis ular baru -- Ular pelangi adalah ular yang paling populer -- walaupun belakangan terbukti bahwa ular tersebut menyebarkan penyakit aneh yang mengerikan. Bagian-bagian tubuh penderita penyakit akan jatuh berceceran akibat keganasan virus ular pelangi. Penyakit tersebut ditularkan antar manusia melalui jarum suntik yang dipakai berulang kali.

Gara-gara ular itulah biaya pengobatan di tabib menjadi mahal -- karena raja memutuskan jarum suntik hanya boleh dipakai satu kali -- sebagai antisipasi penularan penyakit yang dibawa ular pelangi. Sedangkan jarum suntik kerajaan di masa itu mahal sekali karena terbuat dari emas. Mahalnya biaya berobat kemudian memicu ketidakpuasan di seluruh negeri. Usaha menggalang kekuatan mulai terjadi. . Cerita selengkapnya...

(gambar dari www.boston.com)

tags: cerpen, cerita pendek, cerita pendek asyik banget, cerita sarat makna, contoh cerpen, contoh cerita pendek, liberalisme, national condom week, cerita pendek tentang demokrasi tanpa batas, sosialisasi demokrasi, kebenaran mutlak, relativitas kebenaran, cerita pendek tentang pluralisme, cerita pendek tentang penyakit kutukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar