Sabtu, 30 September 2006

Tidak Jadi Badut di Jogja - karena perubahan perilaku awalnya serasa berpura-pura

Tidak perlu merasa jadi badut.
Karena setiap perubahan perilaku
pada mulanya serasa berpura-pura.
Pada saatnya nanti semua akan terasa biasa kembali.

















“Pantaskah orang semanis diriku marah? :P

Salahkan bila aku merasa berpura-pura jadi orang lain?. 

Mungkinkah kemarahanku hanya akan jadi bahan tertawaan? 

Apakah aku kelihatan tidak tahu malu meributkan masalah sekecil itu? 

Pelitkah aku ribut hanya untuk uang kurang dari dua ratus ribu perak saja? 

Sepertinya lebih baik aku mengalah saja? 

Tapi apakah aku akan kelihatan kayak cacing kalau diam saja?” 
 
^_^

Segudang pertanyaan itu berkecamuk di benak Ida Nurnaeni sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menyatakan keberatan atas tarif yang dikenakan pihak hotel yang berbeda dengan tarif yang terpampang di pintu depan. Sebelumnya dia sudah mendapat petuah dari Pakdhe Wagenugraha untuk tidak segan-segan menawar bila tarif hotel dirasa kemahalan.

Setelah sedikit tawar menawar akhirnya Ida mendapatkan potongan harga yang lumayan besar. Hasil sangat baik --- yang sama sekali tidak pernah diduga bisa didapatkannya--- hanya dengan sedikit memberanikan diri.

Malam harinya “keberanian” itu diulanginya lagi kala dia merayu penjaga toko batik agar menunda sejenak jam tutupnya untuk memberi kesempatan dirinya menuntaskan acara belanja.

^_^

Hari sudah sore ketika Ida Nurnaeni tiba di Jogja bersama kakaknya, Astri Rahmawati. Tempat pertama yang dituju adalah hotel. Pastilah dia ingin cepat-cepat beristirahat agar tubuhnya kembali segar ketika menikmati indahnya jogja di malam hari. Setelah berkeliling seputar kota, akhirnya didapatkannya sebuah hotel yang masih memiliki kamar kosong dengan harga yang terpampang di plang relatif murah.

Sayangnya mereka menaikkan tarif dengan alasan harga lebaran berbeda dengan harga hari biasa. Ida nampak menurunkan alisnya yang legam pertanda marah --- setelah sedikit mengancam akan membatalkan rencana menginap di hotel tersebut akhirnya pihak hotel bersedia memotong tarif, walaupun masih lebih mahal dari hari biasa.

Selepas sholat Isya pemilik rambut panjang nan ceria itu pergi ke kawasan Wijilan untuk menikmati gudeg Yu Jum. Malangnya warung gudeg sudah tutup, terpaksalah Ida gigit jari karena cita-citanya sejak dari Bandung tidak tercapai.

Kompensasinya dia puas-puasin dirinya belanja di Mirota Batik Malioboro bolak-balik dari satu counter ke counter lain terus kembali lagi ke counter pertama --- begitu seterusnya hingga kaget mendapati dirinya tinggal sendirian di dalam toko yang hampir tutup.
Setelah berhasil merayu penjaga toko untuk memperpanjang jam buka toko beberapa menit, Ida dengan gerakan superkilat langsung berlari dari satu counter ke counter lain untuk mengambil barang-barang yang sudah di “cup” untuk dibeli --- dan membuat Astri Rahmawati geleng-geleng kepala.

^_^

Dalam perjalanan pulang dari kota Malang ke Bandung--- Ida kembali mampir ke Jogja -- tentu saja untuk menuntaskan impiannya menikmati gudeg Yu Jum. Setelah sukses makan gudeg spesial yang gurih dan nikmat walaupun harus berjubel dengan pengunjung lain, dengan membawa harta berupa 2 buah gudeg kendhil meluncurlah dia ke Bandung lewat jalur selatan. Sebenarnya ada satu lagi oleh-oleh yang berharga, yaitu pengalaman baru yang membuat Ida sedikit lebih berani. nl. tribute to cheery-san


gambar diambil dari: http://www.ibiblio.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar