Jumat, 21 Oktober 2005

Akira Kurosawa : RAN

“Kau tak lebih dari bayang-bayang Hidetora” begitulah kurang lebih kata-kata istri Taro saat membujuk suaminya untuk menyingkirkan ayahnya. Dan Taro bukan saja mengusir si ayah dari kastil, namun juga bersekongkol dengan adiknya untuk menjebak ayah mereka hingga semua pengawalnya tewas, dan Hidetora-pun kemudian menjadi gila. Naasnya di detik-detik terakhir pertempuran, salah seorang tangan kanan Jiro secara sembunyi-sembunyi menembak Taro hingga tewas. Kekuasaan beralih pada si adik.

Si bungsu Saburo beserta pasukannya yang menyeberang ke wilayah Jiro untuk mencari ayahnya sengaja dibiarkan masuk dengan harapan Jiro dapat membunuh keduanya sekaligus. Sayangnya saat pasukan Jiro sedang menyerang pasukan Saburo, tiba-tiba kastilnya diserbu musuh. Setelah mendengar berita penyerbuan itu, Jiro buru-buru menarik mundur tentaranya namun tak banyak gunanya. Rupanya skenario kehancuran kastil telah direncanakan oleh istri Taro yang hendak membalaskan dendam keluarganya. Si istri yang sebenarnya adalah anak pemimpin musuh yang dibunuh Hidetora tersebut berhasil mempengaruhi Taro, dan kemudian Jiro untuk mencapai tujuannya.

Ran adalah salah satu film terbaik Akira Kurosawa yang diadaptasi dari King Lear-nya Shakespeare, dan mengambil setting situasi kala para keluarga prajurit memegang peran penting di tiap-tiap propinsi. Film ini bercerita tentang Hidetora, bekas penguasa yang telah lanjut usia dan memilih pensiun, serta membagi tiga kastil kepada tiga orang anaknya Taro, Jiro dan Saburo. Dua diantaranya kemudian menghianatinya.

^^_^^

“Saya bicara tentang keinginan Taro untuk membuktikan peranan dirinya” kata Hiromi seolah-olah membantah bila Shinichi Kudo menganggapnya akan menyalahkan istri Taro saat memperbincangkan Ran. Taro digambarkannya sebagai seorang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan terhadap pengakuan orang lain. Haus pengakuan dan merasa perlu membuktikan kehebatan dirinya. Agaknya sifat tersebut sangat dipahami oleh istrinya, dan dengan cerdik dimanfaatkan untuk membalas dendam.

“So what gitu loh!” Kalimat itulah yang seharusnya keluar dari mulut Taro saat dikompori istrinya. Hiromi mengandaikan bila Taro mampu berdamai dengan pendapat orang lain bahwa dirinya hanyalah kepanjangan tangan ayahnya, tentu dia dan juga Jiro tidak akan menyeret marganya ke jurang kehancuran.

^^_^^

Hiromi menutup ceritanya dengan sebuah senyum tipis penuh arti. Seolah hendak berkata bahwa Shinichi-pun harus belajar berdamai dengan olok-olok orang lain. “Biarkanlah orang lain dengan pikirannya. Jangan pernah ‘bertempur’ dengan seseorang hanya karena ingin membuktikan pada orang ketiga bahwa dirimu berani” kalimat itulah yang dirasakan Shinichi dibalik senyumannya. NL

kalimantan 5 bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar