Tampilkan postingan dengan label psikologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label psikologi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Desember 2007

Lirik Tanpa Lagu: Akan Kudengar Kau Selalu

Dengar kata-kataku ini
Tubuhku tidak setegap karang
Suaraku tidak sekeras raungan
Otot-ototku tidak sekuat macan
Hatiku tidak sekokoh pualam

Tidak banyak yang bisa kuberikan
Sedikit saja yang bisa kuhadiahkan
Hanya satu hal yang kujanjikan
Satu hal yang sangat kubanggakan
Satu janji yang kuteriakkan dengan lantang,
pada seluruh galaksi bintang-bintang.
Satu janji yang kuukir di langit dunia,
mengharap dirimu sudi menerima

Reff:
Akan kusiapkan telingaku untukmu
Akan kudengarkan semua kata-katamu
Akan kudengarkan semua keluh kesahmu
Akan kudengarkan semua cerita bahagiamu
Akan kudengarkan semua cerita dukamu
Akan kudengarkan semua kebanggaanmu
Akan kudengarkan semua rasa malumu
Akan kuserahkan diriku untuk mendengar suaramu
tanpa menghakimi atau menghinamu


Hingga beban hatimu bebas terbang di angkasa
Hingga duka nestapa larut di hamparan samudera
Hingga kebahagiaanmu mekar bak sinar sang surya
Hingga telingaku menjadi muara segala suka dan duka

Kamis, 29 November 2007

Ke Mana Hilangnya Para Gentlemen?

Gentleman bukanlah seorang Pangeran yang membawa sekuntum bunga dalam hujan gerimis berdiri di halaman istana menunggu Sang Putri membukakan pintu untuknya, heuheuheu!. Tips-tips yang konon berasal dari ahli etika berikut ini diambil dari guntingan koran, entah berapa tahun silam dan korannya juga gak tahu persis karena tidak saya catat, tapi sepertinya Kompas, nama penulisnya Andi Dewanto. Saya tidak mengambil semua tips yang diberikan secara persis. Inilah tips-tips untuk menjadi seorang gentleman, yah lumayanlah sebagai bahan perbandingan dengan perilaku kita sehari-hari:

Selalu Berlaku Sopan
Tidak perlu menyerupai orang lain untuk bersikap sopan. Bersikap sopan menunjukkan kita yang terbaik di antara yang lain. Orang yang lebih sopan akan mendapat perhatian lebih banyak.

Jangan Bersumpah
Terlalu sering bersumpah akan mengundang kecurigaan bahwa kita sedang menutupi kebohongan dan juga menunjukkan kita tidak memiliki perbendaharaan kosa kata yang memadai untuk mengekspresikan pikiran dengan cara yang pantas.

Pelankan Suara
Berbicara dengan keras akan membuat lawan bicara kita tertekan dan menganggap kita suka memaksakan kehendak.

Jaga Emosi
Jangan harap bisa mengatur orang lain, orang yang mudah kehilangan kontrol memperlihatkan dirinya tidak becus menahan perasaan marah dan tidak bisa mengontrol diri sendiri.

Jangan melotot
Heuheuheu siapa sih yang suka dipelototin?

Jangan pernah menyela pembicaraan
Bila dilakukan akan membuat pelakunya terlihat miskin etika dan tidak punya kecakapan.

Jangan meludah
Mudah aja siy dilakukan bila lagi sehat. Tapi syuulit banget bila lagi sakit tenggorokan, hiks!

Menghormati yang lebih tua
Bandingkan diri kita sekarang dengan lima tahun yang lalu -- kita pasti merasa lebih pintar sekarang. Padahal bisa jadi lima tahun yang silam kita dah merasa paling pintar.

Jangan menertawakan kesalahan orang lain
Ini juga sulit! Apalagi bila kesalahan itu terlihat lucu heheheu! Konon orang yang melakukan kesalahan sudah menyandang beban psikologis, jadi jangan ditambahin lagi bebannya. Harus dipilah-pilah mana yang pantas ditertawakan dan mana yang tidak.

Tunggu yang lain duduk.
Yang ini butuh kesabaran. Sebelum mulai makan tunggulah sampai semua orang sudah duduk.

Selalu bukakan pintu
Membukakan pintu sangat mudah dilakukan, tapi terkadang emang malu untuk melakukannya ?_?.

Memberikan tempat duduk
Pada yang baru datang dan tidak mendapat tempat duduk.

Mengambilkan barang jatuh
Lalu berkata “Apakah ini milik anda?” :)

Ada yang dapat saya ambil untuk anda?
Bila ditawarkan di tengah acara-acara sosial akan menunjukkan bahwa kita memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan orang lain.


gen·tle·man [jént'lmən]
(plural gen·tle·men [jént'lmən])
noun
1. polite and cultured man: a cultured man who behaves with courtesy and thoughtfulness
2. man: used as a polite term to refer to a man, regardless of his social position or behavior
· Good morning, ladies and gentlemen.
3. upper-class man: a man from a high social class, especially a man with an independent income
4. HISTORY man with coat of arms: in English history, a man who was not strictly of noble birth but was entitled to a coat of arms.
He ranked above a yeoman in the social order.

-gen·tle·man·li·ness, , noun
-gen·tle·man·ly, , adjective
Microsoft® Encarta® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved.


Sabtu, 20 Oktober 2007

Komentar atas Teka-teki 9 Koin Emas

Mungkin teman-teman udah pernah dengar teka-teki ini dari ngobrol-ngobrol atau pada satu sesi pelatihan manajemen. Aku baru dengar teka-teki ini idul fitri yang baru lalu dari adikku. Adikku mendengarnya pada saat ikut acara kumpul-kumpul keluarga nenek buyutku. Saat itu seorang saudaraku melontarkan teka-teki 9 koin emas -- sembari menjanjikan hadiah bagi yang bisa menjawabnya.

Teka-tekinya kurang lebih seperti ini: Ada 9 koin emas, masing-masing beratnya 15 gram, namun ada satu koin yang beratnya hanya 14,5 gram. Pertanyaannya adalah bagaimana cara memilih satu koin yang menyimpang itu hanya dengan 2 kali melakukan penimbangan.

Fakta:
Ada 9 koin emas yang terdiri atas 8 koin 15 gram dan 1 koin 14,5 gram.

Teka-teki:
Bagaimana memilih satu koin 14,5 gram hanya dengan hanya 2 kali melakukan penimbangan?.

^_^

Yang pertama terpikir pada benakku adalah penimbangan pastilah menggunakan neraca yang membandingkan berat sisi kiri - kanan timbangan, bukan timbangan yang menggunakan skala seperti timbangan berat badan.

Selanjutnya yang terbayang adalah:
1. Koin dibagi dua kelompok, masing-masing 4 koin dan akan tersisa 1 koin
2. Timbang 2 kelompok koin tersebut.
3. Bila beratnya sama, berarti 1 koin yang tersisa adalah koin 14,5 gram. Masalah terpecahkan!
4. Bila berat tidak sama, berarti kita harus memilih dari kelompok koin yang lebih ringan.
5. Bagi kelompok ringan menjadi 2 kelompok, masing-masing akan berisi 2 koin
6. Lakukan penimbangan.

7. Berat pasti tidak sama, dari 2 koin di kelompok ringan salah satunya adalah koin 14,5 gram.
8. Jatah penimbangan habis, kita masih memiliki 2 koin yang salah satunya 14,5 gram.
9. Harus 3 kali penimbangan untuk mendapatkan koin yang dicari.


Blank! Minimal 3 kali penimbangan! Saya gagal memecahkan teka-teki ini.

^_^


Akhirnya adikku memberi kuncinya. Ternyata jawaban teka-teki itu ternyata sederhana saja. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Koin dibagi 3 kelompok (bukan 2 kelompok), masing-masing berisi 3 koin.
2. Ambil 2 kelompok dan lakukan penimbangan.
3. Bila hasilnya seimbang, berarti koin 14,5 gram berada pada kelompok yang belum ditimbang.
4. Bila hasilnya tidak seimbang, berarti koin yang dicari berada pada kelompok yang lebih ringan.
5. Dari kelompok yang dicurigai, ambil 2 koin untuk ditimbang, akan tersisa 1 koin.
6. Bila hasilnya seimbang, berarti koin 14,5 gram adalah sisa 1 koin yang belum ditimbang.
7. Bila hasilnya tidak seimbang, koin yang dicari adalah koin yang lebih ringan.

Ternyata caranya sederhana. Pemecahan ini tidak terpikirkan karena adanya block pada pikiran saya yaitu penimbangan hanya boleh 2 kali, rasanya gak masuk akal bila koinnya malahan dibagi 3 kelompok.

^_^

Komentar saya atas teka-teki ini adalah salah satu contoh kreatifitas dalam pemecahan masalah. Kreatifitas dalam memecahkan persoalan dengan cara paling efisien. Dua kali penimbangan adalah lambang efisiensi. Bila teka-teki ini dilontarkan dalam sebuah sesi pelatihan, seyogyanya si trainer tidak berhenti dengan hanya memberikan jawaban dan mengatakan bahwa itu adalah contoh pemecahan kreatif atas sebuah masalah.

Sebaiknya dia memberi contoh-contoh yang lebih kongkrit, yang berkaitan langsung dengan pekerjaan. Jika hal itu tidak dilakukan, saya khawatir teka-teki itu hanya berhenti sebatas teka-teki untuk selingan hiburan bagi peserta yang mulai jenuh dan hanya sedikit nilai tambahnya.


Contoh yang lebih kongkrit misalnya 9 koin diibaratkan sebagai 9 pekerjaan yang harus diselesaikan (diambil keputusan) oleh sebuah tim -- hanya dengan 2 kali meeting karena dikejar tenggat waktu. Koordinator tim harus menyusun strategi agar semua pekerjaan selesai tanpa meeting tambahan -- karena agenda kerja para anggota tim telah fullbooking. Tidak ada waktu lagi yang memungkinkan mereka menyelenggarakan meeting lanjutan.

Langkah yang dilakukan si koordinator misalnya adalah sebagai berikut:
1. Bagi pekerjaan menjadi 3 kelompok, masing-masing terdiri 3 pekerjaan.
2. Bagi anggota tim menjadi 2 kelompok.
3. Pada meeting pertama bagi meeting menjadi 2 sesi.
4. Sesi pertama setiap kelompok bertugas menyelesaikan 3 pekerjaan.
5. Sesi kedua untuk konfirmasi hasil pembahasan masing-masing kelompok dan keputusan diambil. Dengan demikian 6 pekerjaan terselesaikan.
6. Meeting kedua untuk membahas sisa 3 buah pekerjaan dan mengambil keputusan.

Dengan memberi contoh kejadian nyata yang sehari-hari dihadapi peserta training, teka-teki akan lebih bermanfaat bagi mereka. Bahwa hanya 2 kali kesempatan meeting bukan berarti pekerjaan harus dibagi 2 dan dikerjakan secara beramai-ramai oleh anggota tim.

Ada cara-cara lain yang lebih efektif dan "nendang" asal kita bersedia berpikir lebih luas dan tidak segera mengesampingkan pilihan-pilihan yang kedengarannya tidak masuk akal. Seperti halnya ide membagi koin menjadi 3 kelompok, padahal hanya boleh melakukan penimbangan sebanyak 2 kali. Bukankah ide itu bila saya pikirkan secara sepintas -- akan segera saya anggap sebagai pilihan yang tidak masuk akal?
(UNDIL)

Kamis, 18 Oktober 2007

Resensi Film: Pan's Labyrinth, Kesedihan yang Wajar

Langit tak pernah bersedih
meskipun kegelapan malam selalu berulang
sebagaimana kehadiran siang yang benderang.

^_^

Apakah kepedihan adalah sebuah malapetaka yang harus ditangisi? Apakah kesulitan adalah sesuatu yang harus membuat manusia menderita dan meranakan hari-hari yang dikaruniakan Tuhan pada-nya?. Benarkah manusia harus menjauh, sejauh-jauhnya dari gelapnya masalah yang akan menenggelamkan dirinya dalam penderitaan?. Apakah kebahagiaan itu hanya hadir pada manusia yang bebas dari kesulitan, bebas dari kepedihan dan menjalani hari-hari yang bebas dari persoalan?.

Pan’s Labyrinth (The Labyrinth of the Faun) adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan Ofelia (Ivana Baquero), seorang gadis kecil yang menjalani hidup di Pos Militer seusai perang sipil di Spanyol (1936-1939). Film berlatar-belakang tahun 1944, ketika Jendral Franco telah mengalahkan para pendukung pemerintahan republik yang menjadi rivalnya. Dikisahkan Ibu kandung Ofelia menikah lagi dengan seorang perwira militer pengikut Jendral Franco -- setelah ayah kandung Ofelia meninggal dunia. Mereka berdua kemudian tinggal di sebuah pos militer yang merupakan garda depan dalam perang melawan sisa-sisa kaum Republikan.

Peseteruan dengan ayah tirinya, hidup yang mencekam seusai perang, dan hadirnya mata-mata musuh adalah menu sehari-hari Ofelia setelah menetap di Pos Militer yang berlokasi di daerah pedesaan. Ibu Ofelia yang sedang hamil tua dan sakit-sakitan terlalu payah untuk dapat memberi perhatian penuh pada Ofelia. Jadilah anak itu membangun kehidupannya sendiri – yang disusun berdasar buku-buku cerita yang rajin dibacanya. Hadirlah dunia Pan’s Labyrinth yang menjanjikan dia menjadi seorang puteri raja di sebuah dunia bawah tanah. Ofelia akan menempati posisi sebagai Putri Moanna, seorang puteri raja bawah tanah yang dahulu kala ingin tahu kehidupan di dunia permukaan, namun setelah naik ke dunia permukaan dia melupakan dunia lamanya, sampai menua dan mati.

Berawal dari keberangkatan Ofelia dan Ibunya untuk menetap di sebuah Pos Militer, tempat ayah tirinya menjadi komandan. Pertualangan-petualangan yang seru di alam labyrinth – dimulai -- sejak persinggahan di perjalanan. Seekor serangga membuntuti mobil Ofelia hingga ke rumah barunya. Kemudian Ofelia bertemu seorang makhluk yang menawarkan kedudukan sebagai puteri raja.

Faun, makhluk itu mengharuskan Ofelia memenuhi tiga persyaratan sebelum diterima menjadi putri. Mulailah serangkaian petualangan Ofelia untuk memenuhi persyaratan Faun di berbagai tempat. Seperti penjelajahan di labyrinth bawah tanah yang tersembunyi di akar sisa sebuah pohon besar di hutan dekat pos militer -- untuk mendapatkan sebuah anak kunci dari perut seekor katak; juga pada sebuah labyrinth rahasia yang bisa diakses dari kamarnya saat dia bertemu dengan Manusia Pucat – seekor monster pemakan-anak yang lubang matanya terletak di kedua telapak tangan dan bola matanya bisa dilepas.

Dalam petualangannya di sekitar Pos Militer, Ofelia sempat memergoki orang kepercayaan ayah tirinya adalah pengikut musuh yang sedang menyamar. Para penyusup itu menjalin hubungan rahasia dengan musuh, yang bergerilya di hutan. Diantara mereka terdapat seorang dokter yang bertugas di pos militer – yang ternyata adalah mata-mata yang memasok obat-obatan pada musuh.

Seorang perempuan, pembantu rumahtangga di Pos Militer, adalah simpatisan musuh dan saudara kandung seorang gerilyawan – yang pada akhirnya kepergok dan dikurung oleh Sang Komandan. Perempuan yang memperlakukan Ofelia dengan baik itu, beruntung dapat meloloskan diri setelah berhasil melukai Sang Komandan di ruang penyekapan.

Tertangkapnya mata-mata mengakibatkan hubungan Ofelia dengan ayahnya semakin memanas. Si komandan menyalahkan Ofelia yang diam saja, sekalipun tahu ada penyusup di Pos Militer. Puncak perseteruan mereka terjadi ketika Ofelia melarikan adik-nya yang belum lama lahir – setelah memasukkan obat bius ke minuman ayah tirinya. Pelarian bersama adiknya itu atas permintaan Faun — sebagai persyaratan ketiga yang harus dipenuhi Ofelia. Sang ayah tiri yang dalam kondisi setengah sadar karena pengaruh obat bius berusaha mengejarnya. Pada saat bersamaan Pos Militer kacau balau oleh serbuan mendadak kaum perlawanan.

^_^

Satu hal yang mengesankan pada tokoh-tokoh cerita Pan’s Labyrinth adalah cara mereka menghadapi penderitaan. Ofelia sangat tegar dalam menghadapi perseteruan dengan ayah tirinya -- yang tak segan-segan menggunakan kekerasan terhadap dirinya. Sementara ibunya yang terbaring sakit tak berdaya dan tak bisa melindunginya lagi. Hebatnya gadis kecil itu tak banyak mengobral tangisan walaupun secara rutin menghadapi situasi sulit. Hari-hari dilalui biasa saja, sebagaimana hari-hari seorang gadis kecil pada umumnya. Tak ada cerita Ofelia mengasihani diri karena kemalangan hidupnya. Malahan si kutu buku itu sibuk dengan dunia yang dibangunnya sendiri -- dunia Pan’s Labyrinth.

Demikian juga dengan sang ayah tiri. Komandan Pos Militer itu menghadapi masalah-masalah pelik dalam pertempuran dengan ekspresi yang wajar. Tidak ada bilur-bilur kesedihan yang membekas pada dirinya. Sekalipun dia dikhianati oleh orang-orang kepercayaannya. Juga ketika dirinya terluka parah kala Si Pembantu menyerangnya dengan pisau, sebelum melarikan diri. Sang Komandan dengan cepat pulih dan kembali menjalankan fungsinya sebagai panglima perang seperti biasa.

Semua kesulitan dihadapi dengan sikap wajar. Tidak ada keluhan berlebihan, tidak ada obral tangisan, tidak ada rasa sentimen yang mendayu-dayu –- semua kenyataan dihadapi apa adanya. Kepedihan dihadapi dengan cara sederhana, sewajar menghadapi datangnya malam setelah siang. Tidak ada waktu untuk meratapi kepedihan, karena mereka sibuk melanjutkan kehidupan seperti biasa. Seolah-olah kehadiran kepedihan dianggap wajar, sewajar datangnya kesenangan.

^_^

Gambar-gambar indah mendominasi film yang melukiskan pemandangan seputar Pos Militer yang berlokasi di daerah pedesaan, lengkap dengan hutan alam yang elok. Gambar-gambar artistik dengan tatacahaya yang prima adalah kekuatan utama film, disamping alur cerita yang kuat. Animasi tokoh-tokoh fiktif pada Pan’s Labyrinth juga sangat menarik sebagai pelengkap cerita. Tokoh-tokoh fiktif itu berada di dunia tersendiri dan bersentuhan dengan dunia nyata hanya lewat Ofelia.

Guillermo Del Toro, sutradara Pan’s Labyrinth, -- berhasil menyuguhkan sebuah film tentang orang-orang yang mampu menjalani hidup dengan wajar di tengah-tengah berkecamuknya perang -- melalui serangkaian gambar-gambar yang menawan (UNDIL).

bacaan : wikipedia



Rabu, 12 September 2007

Aku, Bahasa dan Bete

Kata bete (bad temperament) muncul pada judul karena aku ingin menjelaskan perasaan subyektif diriku tentang bahasa. Sebenarnya kata kurang sreg lebih tepat untuk menggantikan kata bete-- dalam menjelaskan perasaanku tentang praktek berbahasa, khususnya bahasa tulisan. Namun berhubung kata bete lebih ekpresif, aku senang memakainya untuk pengganti kata kurang sreg (menganggap sesuatu kurang pas, tidak sependapat).

Dalam bahasa tulisan ada hal-hal yang benar & estetis (indah); ada hal-hal yang salah tapi estetis & dapat dimaklumi; dan ada hal-hal yang salah, bikin bete & sama sekali tidak dapat diterima.

Sekalipun ada guidance–nya, pada dasarnya bahasa adalah demokratis, benar salahnya tidak didiktekan oleh orang-orang yang ada di pemerintahan atau lembaga bahasa. Para jurnalis, penulis, pemilik media massa, pembaca dan masyarakat umum yang banyak mempraktekkan bahasa tulisan -- berperan besar dalam mempengaruhi penentuan benar-salahnya sebuah ejaan kata, arti sebuah kata maupun susunan frase kata.

Penulisan ejaan (cara penulisan kata dengan huruf) adalah masalah klasik dalam bahasa. Ada penulisan yang disebut benar ada juga penulisan yang dianggap salah. Dalam hal penulisan ejaan, diriku relatif tidak begitu rewel, kecuali bilamana kesalahan penulisan ejaan benar-benar aku anggap fatal.

Predikat kesalahan fatal berlaku untuk kata-kata yang biasa ditemui dan telah lama dipergunakan tetapi masih terjadi penulisan ejaan yang salah. Misalnya menulis fasilitas dengan “pasilitas”; salah paham dengan “salah faham”; fenomena dengan “venomena”; virus dengan “firus”; file dokumen dengan “fail dokumen” dan komputer dengan “kompiyuter”. Untuk kesalahan seperti itu memang harus dikoreksi dan sama sekali tidak dapat dimaafkan.

Namun bila kesalahan penulisan itu telah umum dilakukan, dan banyak digunakan maka aku tidak begitu peduli. Apalagi bila penulisan yang “salah” itu kelihatan lebih estetis dibanding penulisan yang diklaim benar. Contohnya adalah “Pebruari” ditulis “Februari”. Menurutku kata Februari terdengar lebih indah dibanding Pebruari dan bukan sebuah kesalahan besar bila ada yang menggunakannya (hiks! walaupun demikian tetap saja harus dikoreksi).

Kesalahan lain yang berpeluang terjadi adalah pada penulisan kosa kata baru. Misalnya menulis “remunerasi” dengan “renumerasi” -- karena kata itu berkaitan dengan pembayaran gaji atau ganti rugi -- orang sering menyangka ada hubungannya dengan “numerik” sehingga menulisnya re-numerasi. Padahal kata yang bersinonim dengan remunerasi diantaranya adalah wage, salary, fee, pay, honorarium, dan stipend yang artinya berkisar pada pembayaran. Menurutku kesalahan penulisan kata remunerasi dapat dimaafkan karena merupakan kosa kata baru yang belum banyak dikenal –- hanya saja bisa menimbulkan kesan si penulis ingin menggunakan kata-kata canggih tetapi apadaya, tidak didukung penguasaan kosa kata yang cukup.

^_^

Hal-hal lain yang membuat aku bete (ingat, maksudnya adalah kurang sreg) diantaranya adalah usaha penyesuaian penulisan ejaan dengan bunyi kata. Menurut diriku Bahasa Indonesia tidak perlu melakukan itu, karena akan membuat sisi estetika penulisan kata menjadi berkurang. Penulisan kata menjadi terlihat kurang indah karena kata semata-mata diabdikan pada bunyi pelafalan. Cara penulisan yang elegan dipaksa mengabdi pada bunyi-bunyian.

Contohnya adalah menulis kotamadya menjadi kotamadia; swasembada menjadi suasembada, swalayan menjadi sualaian, persyaratan menjadi persaratan, layang-layang menjadi laiang-laiang dan wartawan menjadi wartauan (dapat dibayangkan menulis kota Massauchussets dengan masasuset, frase Catch and Release dengan kec en rilis , Ocean’s Thirteen dengan osen-sertin atau mengganti frase blue mountain dengan blu monten).

Ada lagi satu kesalahan fatal yang sulit aku terima. Yaitu penulisan urutan kata-kata yang salah karena tidak mengikuti hukum D-M (diterangkan –menerangkan). Kata yang didepan adalah subjek yang diterangkan oleh kata dibelakangnya, bukan sebaliknya. Pena merah adalah pena yang berwarna merah bukan merah yang berupa pena. Waktu kerja adalah waktu saat orang bekerja dan bukan kerja si waktu.
Aku tidak begitu care terhadap kesalahan penempatan urutan D-M pada frase kata yang berumur tua dan telah umum digunakan. Misalnya kata “banjir kanal” yang seharusnya ditulis “kanal banjir”, karena subyeknya adalah kanal (saluran). Pembuatan banjir kanal berarti membuat kanal untuk mengatasi banjir dan bukan membanjiri kanal dengan air. Namun karena kata-kata itu telah umum digunakan, maka aku menganggapnya kesalahan yang dapat dimaklumi. Demikian juga dengan frase “lain kesempatan” yang seharusnya ditulis “kesempatan lain” (subyek adalah kesempatan), juga bukan permasalahan besar bagiku.

Lain halnya dengan kasus frase kata yang sebelumnya sudah benar kemudian ada usaha memperbarui tetapi malahan jadi salah -- aku sungguh tidak dapat menerima. Jika aku jadi editor, aku pasti ingin mencoretnya dan mengganti dengan frase kata yang benar.

Contoh yang paling masyhur untuk hal ini adalah akronim WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat). Akronim itu sudah tepat, karena subyeknya adalah waktu. Waktu untuk Indonesia Bagian Barat dan bukan Bagian Barat Indonesia punya waktu. Penulisan BBWI (Bagian Barat Waktu Indonesia) sungguh tidak dapat diterima karena menyalahi hukum DM, disamping frase kata BBWI sulit dimengerti. BBWI adalah akronim baru yang dimaksudkan mengoreksi WIB, tetapi malahan jadi salah.

Bila seseorang masih ingin mengoreksi akronim WIB, bisa saja menggantinya dengan WIBB (Waktu Indonesia Bagian Barat). Akronim WIBB lebih sesuai dengan kaidah dasar Bahasa Indonesia dibanding BBWI, walaupun secara estetika saya masih lebih suka akronim WIB yang singkat dan elegan (UNDIL. diilhami berbagai sumber)

Rabu, 22 Agustus 2007

Blank adalah...

Blank adalah
lagi pelatihan soal
BSE trus tiba-tiba
pikiran sejenak pindah ke tempat lain


Blank adalah
pikiran yang sejenak mengembara

kala si konsultan menerangkan penyakit sapi gila

Blank adalah
kaget
saat teman sebelah bicara
soal cara penyebaran BSE
padahal pikiran sedang nun jauh di sana


Blank adalah
pikiran yang melompat sebelum balik lagi

kala konsultan bicara soal prion

Blank adalah
soal-soal lain yang sesaat melintas
kala
si expert bicara soal pentingnya
bahan baku bebas BSE


Blank adalah ketidakhadiran sesaat
walaupun tubuhku tetap berada di ruang pelatihan


ps: semoga kehadiran Mr. Blank hanya sesaat.













Suara sapi kiri dan sapi kanan


Bovine spongiform encephalopathy
Bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau lebih dikenal sebagai penyakit sapi gila adalah penyakit neurodegeneratif mematikan yang menjangkiti ternak. Penyakit ini juga tampaknya dapat menular kepada manusia. Tidak seperti penyakit lainnya yang disebarkan oleh mikroba, BSE disebabkan oleh sejenis protein yang berubah bentuk dan dinamai prion. Prion-prion ini kemudian menyerang sel-sel otak. Penularan BSE adalah melalui makanan ternak yang terkontaminasi.

sumber: wikipedia indonesia




Prion
Prion adalah pembawa penyakit menular yang hanya terdiri dari protein. Prion tidak dapat dimusnahkan dengan panas, radiasi, atau formalin. Prion menyebabkan berbagai penyakit degenerasi seperti kuru, scrapie, Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD), dan bovine spongiform encephalopathy (BSE atau sapi gila). Semua penyakit ini menyerang otak atau sistem syaraf lainnya, mematikan, dan belum dapat disembuhkan. Namun sebuah vaksin telah dikembangkan untuk tikus dan sedang dikembangkan lebih lanjut untuk manusia

sumber: wikipedia indonesia

Rabu, 15 Agustus 2007

Raja Baru di Pesta Pernikahan

“Hei jangan cepat-cepat atuh! Pasang cincinnya agak lama dikit dong! Pelan-pelan, berhenti dulu sebentar agar bisa di ambil gambar oleh fotografer!”

“Stop-stop, maskawin jangan langsung dikasihin dong! Tangannya jangan langsung ditarik! Tahan sebentar, biar bisa di foto dulu”

^_^

Kemudian siang harinya ketika acara resepsi telah dimulai, hadirin telah berduyun-duyun antri untuk memberi ucapan selamat kepada pengantin yang telah duduk di pelaminan. Ups nanti dulu! Ternyata para tamu undangan belum bisa memberi ucapan selamat karena pelaminan dijadikan ajang foto-foto para keluarga dekat.

“Mohon maaf hadirin belum bisa memberi ucapan selamat pada pengantin karena masih akan dilakukan acara pemotretan dengan keluarga besar pengantin” kata pembawa acara.

Diawali acara foto-foto dengan orang tua pihak perempuan, dilanjutkan foto bersama dengan orang tua mempelai pria, terus foto-foto dengan keluarga besar mempelai wanita, dengan keluarga besar mempelai pria, dilanjutkan foto-foto dengan masing-masing keluarga para paman, keluarga para sepupu, keluarga saudara kandung, dan habislah waktu lebih dari satu jam untuk sesi fotografi. Belum lagi bila ada tamu istimewa atau dari tempat jauh, antrian undangan yang hendak memberi selamat dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan tamu istimewa berpose bersama pengantin.

Kalau kita amati belakangan ini kadang-kadang muncul raja baru di acara pernikahan sebagai pesaing sang pengantin. Maksud saya bukan fotografer, tetapi sesi pemotretan. Sesi pemotretan telah naik daun menjadi tokoh penting dalam acara pernikahan. Bahkan dia bisa mendikte penganten untuk memperlambat berbagai macam adegan agar memberi kesempatan fotografer mengambil gambar. Sesi pemotretan telah menjadi bagian integral dari upacara pernikahan dan bukan lagi sebagai dokumentasi. Ibarat penulis sejarah dia telah mendikte para pelaku sejarah untuk berbuat ini dan itu agar sejarah dapat dihiasi dengan gambar-gambar yang menarik.

Sesi pengambilan foto bukan lagi mencari-cari momen penting, tetapi juga telah mendiktekan momen untuk di foto. Dia telah membuat pasangan pengantin dan para undangan yang terhormat menjadi model fotografi dan bukan lagi berfungsi sekedar sebagai peliput acara. Seperti halnya para model, posisi pengantin dan tamu undangan diatur agar terlihat menarik saat di foto. Yah kini photo session telah menjadi raja baru di pernikahan.

^_^

Semua berawal dari kebutuhan akan kenangan. Kebutuhan untuk kenang-kenangan di masa depan. Untuk bahan nostalgia bagi sepasang pengantin lawas. Untuk bahan cerita anak cucu. Untuk diceritakan pada para cicit 30 tahun yang akan datang tentang jalannya acara dan siapa saja yang datang di acara pernikahan. Sebuah cerita tentang salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah hidup manusia.

Emang siy, bila sepasang pengantin punya kenangan berupa foto dan keping film DVD pernikahan -- mereka dapat menikmati gambar perkawinan berkali-kali -- dibanding upacara pernikahan yang hanya satu hari dinikmati. Hanya saja perlukah sesi pemotretan itu menjadi aktor utama dalam pernikahan? Apakah tidak lebih baik dia berfungsi seperti wartawan yang meliput sebuah acara? Dia meliput saja dan tidak mendikte pengantin, hadirin atau terlalu banyak menyelang-nyelang acara sehingga acara resepsi pernikahan terasa nyaman bagi pengantin maupun tamu undangan.

Bolehlah mereka mengatur posisi & gaya pada saat pemotretan dan menyelang acara asal sedikit saja — bukan sering banget – agar pemotretan tidak berubah menjadi acara utama yang menggusur acara lainnya. Dapat juga pemotretan diatur sebelum tamu undangan hadir atau seusai acara resepsi saat tidak ada lagi tamu yang antri untuk memberi ucapan selamat (fotonya dengan siapa? hihihi!). Walaupun demikian-- adalah hak mereka untuk tidak sependapat dan tetap memperlakukan sesi fotografi dengan sangat serius, sekalipun akan menyita waktu acara pernikahan. Bagaimanapun juga merekalah si empunya acara (Undil-07).

Kamis, 09 Agustus 2007

Pusing adalah...

Pusing adalah
kala aku lagi sakit
badan demam,
sudah malam dan mau tidur

tapi otakku gak mau berhenti
menganalisis segala sesuatu
yang kudengar,
yang kulihat,
yang kurasakan
yang hanya terlintas di benakku

Pusing adalah
kala aku lagi sakit
terus otakku masih saja terus menganalisis
gak mau berhenti,
ngotot ingin maen analisa

gak peduli pada jasad yang sedang merana
gak peduli tubuh yang butuh lelap di alam mimpi
dia terus aja menganalisis apa saja...

Yah apa boleh buat
emang begitulah dia adanya
suka tidak suka lebih baik suka
syukuri dia apa adanya

Nb: Salut buat Pak Adang dan Pak Dani yang jantan mengakui kekalahan

Sabtu, 04 Agustus 2007

We All Have Chance to Do Small Things in a Great Way

Syair pengobar semangat ini saya dapatkan dari Majalah Percikan Iman edisi Mei 2006. Edisi lama majalah ini saya temukan (baca: saya beli) kala mengunjungi pameran buku di Landmark Braga, hari Jumat malam kemarin (01 agt 07). Pada intinya syair ini bercerita bahwa manusia diberi jumlah waktu yang sama oleh Tuhan. Orang-orang besar yang bisa mengubah dunia memiliki jumlah waktu yang sama dengan manusia kebanyakan. Hanya saja mereka mereka mampu melakukan hal-hal yang besar dengan waktu yang mereka miliki.

Bagaimana dengan manusia yang tidak punya kesempatan melakukan hal-hal yang besar selama hidupnya? Buat mereka, Tuhan memberi anugerah berupa kesempatan untuk melakukan hal-hal yang biasa-biasa saja dengan cara yang besar. Selalu ada kesempatan buat kita untuk melakukan pekerjaan sederhana dengan cara yang luar biasa! Melakukan lebih dari sekedar yang diminta. Bukan jenis pekerjaannya, tetapi cara melakukannya yang luar biasa!

Kaidah itu sebenarnya telah lama dikenal di dunia psikologi, dan sangat tepat untuk digunakan memberi semangat pada karyawan biasa hingga level top manajer untuk bekerja maksimal sesuai potensi dirinya. Tak peduli jenis pekerjaannya, seorang pekerja bisa membuatnya istimewa dengan memberi sentuhan istimewa sesuai potensi yang dia miliki.

^_^

We Have The Same Hour

A great opportunity
await those who give more than what is asked

put the uncommon touch
on even the most common tasks

One of God’s greatest gifts
is to enable ordinary people
to do extraordinary things

We may never have the opportunity
to do great things in a great way
But we all have the chance
to do small things in a great way

Praise is satisfying to receive
but it never teaches us anything new
Remember, true salesmanship
just begins when the customer say “no”

If at the end of a day
you feel dog-tired
maybe it’s because
you growled all day

The man and women who change the world
don’t have any more hours a day
than you and I

^_^

Kita Memiliki Jam yang Sama

Kesempatan yang besar
menanti mereka yang memberi lebih dari yang diminta

Lakukanlah penanganan yang luar biasa
meskipun pada hal-hal yang sangat biasa

Salah satu anugerah terbesar dari Tuhan
adalah memberi kemampuan kepada orang biasa
untuk melakukan hal-hal yang luar biasa

Kita mungkin tak akan pernah memiliki kesempatan
untuk melakukan hal-hal besar secara luar biasa
Tetapi kita semua memiliki kesempatan
untuk melakukan hal-hal kecil secara luar biasa

Menerima pujian adalah hal yang menyenangkan
tetapi itu tak pernah mengajari kita hal baru
Ingatlah, menjadi salesman yang sebenarnya
baru dimulai ketika konsumen bilang “tidak”

Jika di penghujung hari
Ada merasa sangat lelah
mungkin itu dikarenakan
Anda mengeluh sepanjang hari

Orang-orang yang bisa mengubah dunia
tidak memiliki jumlah jam lebih banyak dalam sehari
daripada apa yang saya dan Anda miliki

Jackson Brown, PS I Love You
re-arranged & translated by Agung
Majalah Percikan Iman Edisi Mei 2006


^_^

Kita mungkin tidak punya kesempatan untuk melakukan hal-hal yang besar, tetapi kita selalu memiliki kesempatan untuk melakukan hal-hal yang kecil dengan cara luar biasa. Melakukan pekerjaan yang biasa-biasa saja dengan cara luar biasa. Kita mau belajar keras, berlatih keras dan berpikir keras untuk menguasai pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat hasil kerja kita luar biasa. Melakukan hal-hal yang sama dengan yang dilakukan orang lain -- namun kita memberinya nilai lebih -- berkat sentuhan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang telah kita sesuaikan dengan potensi yang kita miliki.

Seorang tukang parkir sepeda motor dapat memberi pelayanan luar biasa terhadap pelanggannya dengan cara memberi batas waktu maksimal bagi dirinya untuk mengeluarkan motor dari tempat parkir. Misalnya pelanggan paling lama menunggu 30 detik sebelum motor siap untuk dikendarai kembali. Pelayanan yang cepat membuat pekerjaannya menjadi luar biasa.

Si tukang parkir juga bisa menjadi tukang parkir luar biasa dengan cara menjamin keselamatan helm pelanggan dari tangan pencuri. Bisa dengan cara mengawasi terus menerus motor pelanggan atau menyediakan tempat khusus untuk menaruh helm-helm pelanggan agar lebih mudah diawasi. Apakah hal itu luar biasa? Tentu saja luar biasa, apalagi bila di area kerjanya sering terlihat orang menenteng helm kemana-mana karena takut hilang.

Seorang penjual nasi bisa memberi nilai tambah pada pelanggannya dengan menghapalkan selera mereka. Misalnya ada pelanggan yang tak suka pedas, maka tanpa perlu bertanya nasinya tidak diberi sambal. Beberapa pelanggan yang tidak suka mie goreng diberi ketimun dan tomat, pesanan mie gorengnya tidak diberi lalapan. Pelanggan yang nasinya sering bersisa ditawarin untuk makan nasi separuh.

Dia juga bisa menyediakan nasi yang fresh sepanjang hari dengan menanak nasi sedikit demi sedikit, beberapakali dalam sehari. Dengan trik itu makanan yang dimasak pagi hanya dijual sampai siang, makanan yang dimasak siang hanya dijual sampai malam. Makanan sisa kemarin yang sudah tidak enak, tidak dijual lagi. Banyak sekali hal yang bisa dilakukan seorang penjual nasi untuk bekerja secara luar biasa

Peluang buat seorang tukang parkir ataupun tukang nasi adalah bukti bahwa Tuhan memberi anugerah yang besar bagi manusia berupa kemampuan orang biasa untuk melakukan hal-hal luar biasa. Memberi anugerah pada seseorang untuk mampu memberi lebih dari yang diminta. Memberi lebih dari yang diharuskan. Menguasai lebih dari sekedar pengetahuan dasar yang dipersyaratkan. Manusia diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memaksimalkan potensi dirinya dengan mengerjakan hal-hal biasa dengan cara luar biasa. (Undil-agustus 2007).

website percikan iman : www.percikan-iman.com
alamat redaksi : Jl. Paledang No. 25 Karapitan (022) 4232972



Kamis, 02 Agustus 2007

Siapa yang Mendapat Pujian?

Di akhir satu sessi pelatihan sang trainer memutar sebuah film yang mengharukan tentang pertandingan olahraga raga yang diikuti oleh para difabel (differently-abled people istilah alternatif untuk penyandang cacat tubuh). Berbagai macam cabang atletik dan olahraga lain dapat mereka lakukan dengan sangat baik layaknya manusia yang tidak mengalami hambatan fisik. Tentunya hal itu diperoleh dengan usaha dan latihan yang keras hingga mereka dapat sehebat itu. Semuanya itu pasti memerlukan pengorbanan. Sebuah prestasi dan pengorbanan para difabel yang mendapat pujian dari si trainer.

Namun saya sangat tertarik dengan manusia di balik pesta olahraga itu. Arsitek yang membuat pesta olahraga untuk para difabel dapat berlangsung. Mereka adalah manusia dengan pemahaman yang luar biasa terhadap kebutuhan orang lain untuk mengaktualisasikan diri. Mereka menyadari kebutuhan para manusia difabel untuk memaksimalkan potensi dirinya. Mereka adalah manusia dibalik layar yang mampu memaksimalkan potensi para difabel. Tentu saja penghargaan ini saya berikan dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagum saya atas pencapaian para difabel.

^_^

"Wah, anda masih muda tetapi sudah memiliki pemahaman yang mendalam dan mampu menjelaskan dengan gamblang pada para teman-teman saya di divisi adminitrasi. Saya salut pada kemampuan anda sebagai generasi muda perusahaan" kata seorang General Manajer pada seorang staff muda perusahaan seusai memberi presentasi pada satu sessi pelatihan.

Memang si staff layak mendapat pujian karena mampu memberi presentasi dengan sangat baik yang menunjukkan bahwa dia benar-benar menguasai baik materi pelatihan maupun seni berkomunikasi.

Kalau kita lebih teliti menyimak pujian itu -- disamping si staff yang memberi training -- siapa sih yang mendapat pujian ? Jawabannya sangat sederhana. Yaitu manajer yang mencetak si staff hingga bisa seperti itu. Arsitek yang bisa "memaksa" orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya agar mengembangkan potensi dirinya dengan maksimal. Manusia di balik layar adalah orang yang sebenarnya mendapat pujian.






Sabtu, 07 Juli 2007

Please Don't Just Do What I Tell Ya

Saya melakukan beberapa pekerjaan menarik
semasa remaja dan kuliah. Diantaranya menjadi
kasir di sebuah jaringan toko.

Suatu ketika pada saat saya
duduk di belakang meja kasir, seorang manajer
wilayah datang, setelah melihat-lihat keadaan
toko, dia memberi isyarat pada saya untuk
mengikutinya.

Apa yg dilakukan manajer?

Ternyata si manajer mengisi tempat
barang-barang dagangan yang kosong karena telah terjual
dengan barang baru dari tempat persediaan.

Kemudian dia membersihkan counter makanan dan
memisahkan barang-barang yang sudah rusak,
dan sepertinya dia ingin saya mengikuti
apa yang telah dia lakukan.

Wow! Betapa kagetnya saya!
Sesuatu yang tak terpikir untuk saya kerjakan.
Sesuatu yang saya pikir bukan bagian dari tugas saya.
Selama ini saya cuek saja melihat ketidakberesan itu.

Hiks!
Saya adalah minimalis yang bekerja ala kadarnya
Saya telah menyia-nyiakan potensi saya.
Huuuuuuu.....seharusnya saya bisa memberi lebih banyak!

Hari itu saya dapatkan pelajaran sangat berharga.
Bahwa saya seharusnya melakukan hal-hal
yang perlu dilakukan, tanpa menunggu perintah.
Bahwa saya seharusnya aktif menyelesaikan masalah
di lingkungan kerja saya, tanpa harus disuruh-suruh!

Peristiwa itu telah merubah saya!
Saya bukan lagi sekedar seorang penonton
Saya harus menjadi seorang yang bertanggung-jawab
terhadap pengalaman kerja saya sendiri.

^_^

Kisah diatas kurang lebih menggambarkan inti dari buku

PLEASE DON'T JUST DO WHAT I TELL YOU,
DO WHAT YOU NEEDS TO BE DONE,

Sebuah buku tipis bersampul oranye,
hanya 95 halaman,
ditulis oleh si Bob Nelson
yang di Indonesia diterbitkan
oleh Elekmedia Komputindo 2003.

Untukmu ilalang berbunga

Mekar di tepi selokan
yang dialiri air keruh campur sabun
juga plastik dan sisa sayuran mengapung
yang kadang tersangkut di tubuh mungilmu.

Kau setia berbunga
coba indahi sekelilingmu
jadi setitik warna di tengah kepucatan
walau hanya air keruh makananmu
tak membuatmu cengeng dan cemberut

Kau setia berbunga
tanpa harus dipupuk dan dirawat
tanpa obat anti serangga
atau pagar pelindung dari binatang liar.

Kau segera tumbuh lagi
setelah tubuhmu habis dimakan binatang.
Tersenyum manis kala daun-daunmu
mengenyangkan serangga-serangga kelaparan
Tertawa geli kala bungamu jadi santapan
kelinci liar bersama anak-anaknya yang lucu

Kau setia berbunga
tanpa butuh apa-apa
tanpa harus ini dan itu
tanpa syarat.
berbunga dengan apa adanya






Selasa, 03 Juli 2007

Galunggung (1)

Biru langit Galunggung
Rumput bergoyang menggapaimu
Saat kutiup bunganya
Terbang berhamburan terbawa angin

Kaldera
Kawah raksasamu
Ada pulau samosir di tengah
Ada bangunan mungil di tepinya
Ada rakit untuk berlayar

Air terjun menyembul di antara pepohonan
Hijau daun
Terjalnya bukit-bukitmu
Adalah harmoni

Air dingin menyapu wajahku
Mengalir tanpa henti
dari pancuran alami
yang mengalir lembut dari dalam bumi.





Galunggung (2)

Saat dipotret
mengapa aku ingin terlihat indah
Keindahan buat siapa?
Adakah pepohonan itu juga
ingin terlihat anggun?
Adakah jurang yang dalam itu
ingin dianggap cantik?
Apakah kawah itu ingin
membuatku terpesona?

Adakah rasa aman di hatiku
ketika diriku dinilai orang lain?
Apakah aku meletakkan harga diriku
di benak orang lain?

Cukupkah aku diterima oleh
diriku sendiri?
Ataukah aku merasa perlu mencari
pengakuan orang lain?
Engkau menawan!
Engkau cerdas!
Engkau dapat diandalkan!
Engkau menyenangkan!
Senang berteman denganmu!

Duhai angin sejuk yang menyapu kulitku
Apakah kau mau berbagi ilmumu?
Aku yakin kau tak hendak merayuku
atau membuatku terpesona dengan tiupanmu.
Engkau tetap bertiup ada atau tak ada aku.
Engkau bertiup karena engkau ingin bertiup.
.





Sabtu, 23 Juni 2007

Mengapa Hanya Kau Celupkan Kakimu Siy?

Ini adalah penyakit lama
Hanya mencelupkan kaki
dan gak mau terjun ke dalamnya.
Jadinya walau udah lama
gak meraih apa-apa.
Padahal hidup terlalu singkat
untuk menunggu dan menunggu.
Terlalu indah hanya untuk
merasai percikan-percikan air
dan bukan menyelami kesegarannya.

Ini adalah penyakit lama,
yang baru tersadarkan ketika
melihat pendatang baru yang langsung
meloncat, mencebur, berenang dan menyelam
lalu tiba-tiba telah menggenggam ikan.




Sabtu, 26 Mei 2007

Covey dan Ketulusan Hati

Siapa sebenarnya diri-ku terdengar begitu keras
Sehingga kata-kataku tidak terdengar lagi

^_^

Setidaknya ada dua pendapat Covey tentang ilmu jiwa manusia yang sangat berkesan bagi saya. Pertama adalah tentang kebiasaan ketulusan hati (win-win solution) dan yang kedua adalah tentang kebiasaan proaktif.

Tentang ketulusan, Covey mampu dengan jernih menjelaskan peran filosofi dibalik perilaku manusia. Buat Covey — dalam hal hubungan antar manusia — masalah teknik adalah soal nomor dua. Faktor terpenting adalah sifat-sifat asli seseorang dibalik teknik yang dia gunakan. Bahkan teknik-teknik seperti teknik bergaul dianggap akan mengalir dengan sendirinya secara alamiah sebagai perwujudan dari karakter dasar seseorang yang menjadi mata airnya.

Misalnya saat bicara tentang pertemanan — Stephen R Covey si pencetus The 7 Habits of Highly Effective People — tidak akan berbicara tentang teknik mendapatkan teman ataupun teknik mempengaruhi orang lain. Namun dia akan bicara tentang ketulusan. Tentang motivasi pertemanan. Mengapa kita ingin menjalin pertemanan. Semata-mata untuk kepentingan diri sendiri atau untuk kepentingan mereka juga. Bila tujuannya adalah mengambil keuntungan dari orang lain secara sepihak — maka apapun teknik yang digunakan — tak akan mampu membantu kita.

Covey juga tidak akan menganjurkan seorang manajer untuk memuji-muji kliennya atau mengobrol tentang anak si klien bila semua itu hanya pura-pura saja dan bertujuan untuk memanipulasi hati si klien agar merasa diperhatikan dan kemudian mau menandatangani kontrak ataupun membeli produk. Covey cenderung membuang jauh-jauh segala macam trik yang tidak jujur, dia lebih suka seorang manajer benar-benar memikirkan kepentingan klien dan bukannya berpura-pura.

Menurut Covey, teknik, ketrampilan, taktik atau apa-pun namanya--sebenarnya akan muncul dengan sendirinya saat kita bersungguh-sungguh memikirkan kepentingan orang lain. Siapa sebenarnya diri kita-lah yang akan terlihat sangat jelas dimata orang lain dan bukannya teknik yang kita gunakan.

^_^

Pendapat kedua yang menarik adalah spirit proaktif Covey. Memilih bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menimpa diri kita dan melakukan tindakan-tindakan perbaikan atas hal-hal yang berada dalam jangkauan kita. Misalnya seorang supervisor marketing produsen kursi kerja yang menghadapi kenyataan bahwa penjualan produk menurun. Sebagai seorang proaktif dia tidak memilih memarahi anak buahnya atau sibuk menuduh perusahaan pesaing bermain curang — tetapi memilih melakukan tindakan. Di dalam benaknya dia sibuk menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan.

Dia akan lebih intensif melatih anak buahnya agar mampu memahami kebutuhan konsumen dan menjual kursi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dia bernegosiasi dengan bagian produksi untuk memperbaiki desain & kualitas kursi sehingga pesaing tak memiliki peluang menjelek-jelekkan produk. Kemudian Si Supervisor juga membuat peta pasar untuk mencari celah mendapat konsumen baru.

Seandainya pasar dalam kota telah jenuh dia akan berusaha untuk menjual ke kota-kota lain, atau bahkan mencari peluang ekspor. Sebaliknya bila penjualan keluar kota tidak memungkinkan -- dia akan berusaha keras memperbesar pasar di dalam kota -- misalnya dengan menjajaki peluang penjualan ke sekolah-sekolah. Pendeknya dia tidak akan sibuk mencari kambing hitam alias faktor eksternal yang berada diluar jangkauannya, tetapi memusatkan diri untuk melakukan tindakan.







Bila kita memusatkan diri pada hal-hal diluar kendali kita (lingkaran kekhawatiran /circle of concern)-- pada kasus si manajer marketing adalah bila dia sibuk memarahi anak buah dan menyalahkan pesaing -- maka lingkaran kendali kita justru semakin mengecil. Waktu kita akan habis untuk mencari kambing hitam, bukannya digunakan untuk menyelesaikan masalah.


Sebaliknya bila kita memusatkan perhatian pada hal-hal yang dapat kita lakukan (lingkaran kendali / circle of influence), seperti yang dilakukan si manajer yaitu melatih para pekerja, menjajaki pasar baru dan membuat desain kursi yang lebih menarik, maka lingkaran kendali kita akan semakin luas. Masalah makin mudah teratasi karena makin banyak hal-hal yang berada dalam kendali kita.


tulisan ini adalah edisi revisi dari tulisan sebelumnya
Shinichi tentang Covey



Selasa, 22 Mei 2007

Terlalu Banyak Pilihan

Mendapatkan puluhan macam pilihan pH-meter (yang akan digunakan untuk mengukur pH cairan) di katalog online telah membuat Shinichi Kudo kesulitan memilih. Bagaimana cara dirinya bisa memilih satu diantara kerumunan pH meter yang perbedaan satu dengan yang lainnya tidak terlalu jauh. Hampir semuanya memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan.

Ada yang ukurannya kecil. Ada yang combo -- dilengkapi dengan sensor-sensor lain selain sensor pH, misalnya sensor conductivity dan sensor ORP. Ditambah lagi ada tambahan-tambahan aksesoris yang membuat perbedaan harga satu sama lain. Padahal Shinichi baru melihat katalog dari satu merek pH meter saja. Belum melihat katalog merek yang lain – yang mungkin jumlah pilihan tidak kalah banyak. Wuihh apa tidak tambah pusing! Sementara pH meter yang pernah dipesan beberapa tahun yang lalu sekarang sudah tidak diproduksi lagi.

Apa yang dilakukan Shinichi pada akhirnya adalah kembali ke tradisi masa silam, yaitu mengandalkan informasi dari mulut ke mulut. Yah, Shinichi menelpon temannya di QC yang sophisticated, telah berpengalaman membeli pH meter. Dia akan memesan pH meter yang persis sama dengan pH meter temannya itu, terkecuali printernya. Untuk printer dia lebih suka memakai printer yang sama dengan printer pH meter yang ada di departemennya.

^_”

Seperti artikel di Harvard Business Review yang terlampir dibawah, terlalu banyak pilihan membuat konsumen pusing dan menunda pembelian. Apalagi bila yang dijual adalah barang teknologi, konsumen akan tambah pusing lagi. Bagi konsumen yang mau bersusah payah mencari informasi, Panduan Konsumen di internet atau di majalah mungkin akan sedikit membantu. Namun bagi konsumen dengan waktu sempit, tidak telaten membaca atau tidak mengerti istilah-istilah teknis di Buyer Guide – terlalu banyak pilihan adalah sama saja menyuruh mereka menunda pembelian.

Jadi produk berkualitas saja tidak cukup. Tantangan berikutnya bagi produsen adalah menyediakan Guidance yang komunikatif untuk orang awam -- sebagai konsumen akhir -- tentang produk yang sebaiknya mereka pilih beserta alasan yang masuk akal. Panduan itu akan menjadi bekal mereka saat hendak melakukan transaksi atau berkonsultasi lebih lanjut dengan expert sebelum melakukan pembelian.(May 2007).




Senin, 07 Mei 2007

Jam Berjalan

Hari itu Shinichi Kudo kembali berpapasan dengan “jam berjalan”, yaitu satu penanda waktu yang menunjukkan apakah dia berangkat lebih pagi atau lebih siang dari biasanya. Tempat dimana Shinichi berpapasan adalah parameternya. Biasanya setelah absen di depan fotocopy Shinichi berjalan menyusuri koridor depan sekrerariat, depan keuangan, terus menuju halaman gedung aula. Dari halaman aula dia berjalan di koridor depan gedung produksi hingga sampai ke ruangannya.

Si jam berjalan -- sebut saja namanya Tweety si burung letik cantik temannya Sylvester – biasanya berpapasan dengan Shinichi di koridor antara sekretariat sampai keuangan dengan membawa sejumlah tas bawaaan entah isinya apa. Mungkin kertas-kertas kerjaan, makanan atau botol minuman (jadi ingat waktu TK hihihi! gak ding!). Si Tweety ini berjalan menuju tempat absen di depan fotokopian.


Bila Shinichi berpasasan dengan Tweety di depan sekretariat berarti dia berangkat pada jam normal seperti biasanya. Bila bertemu Tweetie di depan keuangan, apalagi sampai di dekat ATM di depan aula berarti Shinichi berangkat lebih pagi dari biasanya. Namun bila berpapasan di tempat absen, menunjukkan Shinichi berangkat agak kesiangan. Si Tweety ini biasanya langsung dengan bangga menyebut Shinichi kesiangan. Sebaliknya bila bertemu di halaman aula dia menyebut dirinya yang kesiangan.


^_^


Mengapa Shinichi sering ketemu Tweety?
Karena mereka punya kebiasaan yang sama. Ada banyak hal yang secara tidak sadar kita lakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Seperti waktu berangkat kerja. Pada awalnya mungkin kita berangkat pada jam tertentu karena sebuah alasan, misalnya karena pagi kita harus menyetrika baju terlebih dahulu.

Lama kelamaan hal itu menjadi pola. Pada saat urusan baju dan setrika telah kita “outsourcing” ke Bi Minah ternyata kita tetap berangkat jam yang sama dengan alasan yang lain, misalnya ingin baca koran atau nonton TV. Bahkan kadang-kadang dengan sengaja kita memperlambat mandi atau berpakaian karena tahu waktu berangkat kerja masih lama (nae)



Selasa, 01 Mei 2007

Resensi Film: The Bridge to Terabithia, Jangan Letakkan Semua Telur Pada Satu Keranjang

Jess seorang anak laki-laki umur 11 tahun hidupnya tiba-tiba berubah setelah kedatangan Leslie, seorang anak perempuan tetangga barunya yang juga teman sekelas. Bersama Leslie, Jess menjelajah sebuah hutan di dekat rumahnya. Di hutan itu keduanya menciptakan sebuah dunia baru dalam khayalan. Mereka bermain sebagai Raja dan Ratu yang tinggal di Negeri Terabithia. Sebuah negeri ajaib dengan tokoh-tokoh ajaib yang tinggal didalamnya.



Rumah pohon, raksasa troll, burung-burung ganas, serangga petarung dan tupai-tupai penyerang. Mereka juga tiba-tiba dapat melompat tinggi, berlari secepat angin dan bertarung dengan moster. Sebuah dunia petualangan yang membuat kedua anak ketagihan untuk terus bermain ke hutan itu sepulang sekolah.

Hutan itu membuat mereka hidup di dua dunia. Dunia kenyataan yaitu sekolah & rumah, serta dunia impian Terabithia. Jess mendapat “buffer” kehidupan nyatanya sebagai anak petani dengan anggota keluarga yang gemar menonton TV -- di Terabithia. Leslie si anak baru yang kesepian mendapat dunia yang riang di Terabithia. Sebuah dunia penyangga yang membuat mereka tidak “hancur” bila salah satu dunianya berantakan.

Masalah-masalah di sekolah tidak akan terbawa sepanjang hari hingga di rumah karena mereka memiliki dunia penyangga. Kesedihan-kesedihan di sekolah karena ulah para bully (anak nakal) terencerkan oleh hadirnya Terabithia. Dunia baru itu membuat “telur-telur” mereka tidak diletakkan pada satu keranjang, melainkan pada banyak keranjang. Sehingga tragedi pada salah satu keranjang tidak merupakan tragedi di seluruh kehidupan.

Seorang manusia dewasa yang bekerja, sebenarnya juga bisa membangun dunia lain sebagai buffer dari dunia kerja. Bila ada masalah pekerjaan, tidak serta merta dia akan merasa hidupnya dalam masalah karena dia punya kehidupan yang lain. Kesedihan-kesedihan yang dialami di kantor akan terencerkan oleh dunia kedua. Kegagalan di bisnis tidak dengan sendirinya membuat dia merasa hancur karena adanya “dunia lain” yang masih baik-baik saja. Buffer itu dapat berujud berbagai macam hal, misalnya kegiatan di sebuah organisasi atau kegiatan lain diluar kerja seperti berkebun, klub menyulam, olahraga ataupun menjadi pelatih basket untuk anak-anak sekolah dasar.


^_^


Film berjudul Bridge of Terabithia semakin menegaskan pepatah “jangan letakkan telur pada satu keranjang” dengan hadirnya tragedi yang membuat Jess kehilangan teman dekatnya. Tragedi itu memaksa Jess berpaling kepada adik kecilnya yang pada awalnya diabaikan, untuk ikut hadir di dunia Terabithia. Si adik menjadi putri kecil yang menemani Jess di dunia lain tersebut. Sebuah pelajaran lain yang menegaskan untuk jangan meletakkan kebahagiaan maupun kesedihan pada satu orang. Jangan bergantung pada satu orang untuk membuat bahagia. Letakkanlah pada banyak hal dan banyak orang sehingga kehilangan seseorang tidak akan membuat hari-hari kita merana.

Dua tokoh menarik di film yang dibuat berdasar novel Katherine Paterson – seorang penulis Amerika yang dilahirkan di Cina tahun 1932 -- adalah adik kecil Jess dan seorang perempuan muda guru seni Jess yang memiliki gaya mengajar yang atraktif dan sangat ekspresif. Seperti saat Bu Guru memulai pelajaran musik, pertamanya dia menyuruh semua murid untuk mengambil berbagai alat musik yang dibawanya dengan roda. Menawarkan lagu, kemudian menyuruh mereka membuat suara.

Pokoknya membuat suara sehingga seluruh kelas menjadi gaduh. Baru kemudian si guru memainkan piano dengan diiringi nyanyian oleh seluruh anak. Sebuah pelajaran sekolah yang sangat mengasyikkan (dan mengingatkan saya pada Robin Williams yang menjadi guru kreatif di Dead Poets Society). Ibu Guru yang menarik itu juga mengajak Jess yang berbakat melukis untuk bertamasya ke musium yang memajang karya-karya pelukis klasik.

Tokoh lain yang menarik adalah si adik kecil. Si adik ini selalu berangkat sekolah bareng Jess dengan bis sekolah. Dia juga berlari-lari disamping lapangan menyemangati Jess yang sedang bertanding lari dengan teman-teman sekolahnya. Dia juga yang mengkhawatirkan Jess tatkala dilanda kesedihan akibat kehilangan teman dekatnya. Seperti ending yang sering ditemui pada film Hollywood, film ini juga ditutup dengan tepuk tangan meriah para penghuni Terabithia saat Jess dan adiknya bagai Raja dan Putri memasuki dunia ajaib itu. Satu lagi yang menarik adalah keluarga Leslie walaupun keluarga kaya ternyata tidak memiliki TV! (nae)

Kamis, 26 April 2007

Beach Head dan Kekuasaan Tanpa Batas

Beach Head adalah nama games yang menggambarkan pertempuran pasukan pengawal pantai melawan serangan musuh yang datang dari arah laut. Musuh datang dengan mengendarai berbagai kendaraan tempur. Pada awalnya musuh hanya datang berjalan kaki setelah diturunkan dari kapal perang yang mendarat di pantai. Berikutnya mulai muncul musuh dari udara berupa helikopter dan pesawat tempur, muncul juga tank yang diturunkan dari kapal perang dan pasukan yang diturunkan dari helikopter.



Pemain games berada pada posisi pasukan pertahanan yang dibekali pistol, senapan, meriam dan missile anti pesawat. Pasokan peluru dan perlengkapan medis diterjunkan dari pesawat dengan memakai parasut. Pemain bisa mendapatkan peluru dan perlengkapan medis dengan menembak barang-barang yang diterjunkan. Pasokan peluru dibutuhkan karena jumlah peluru terbatas. Obat-obatan dibutuhkan karena setiapkali terkena peluru musuh “nyawa” pemain menurun dan bila dibiarkan habis berarti game over.

^_^

Hal yang paling menarik bagi Shinichi Kudo pada games itu adalah intervensi pada permainan temannya. Hal itu berawal setelah Shinichi mengetahui cara mengotak-atik file yang mengatur jumlah peluru dan intensitas serangan musuh. Dengan mengoprek file tersebut Shinichi dapat mengendalikan jumlah musuh dan jumlah peluru yang diberikan pada pemain.


Akibatnya pada level satu yang musuh berupa pasukan jalan kaki dan seharusnya pemain hanya dibekali senapan, Shinichi dapat merubah senjata pemain dari senapan menjadi meriam atau missile. Hasilnya dengan setengah terheran-heran temannya yang memainkan games tersebut “terpaksa” membunuh pasukan jalan kaki dengan meriam. Dan Wow!! Hantaman meriam pada pasukan jalan kaki bukan hanya membuat mereka berjatuhan, tetapi akan membuat mereka terpental jauh -- karena meriam sebenarnya dirancang untuk menghancurkan tank.

Lebih menarik lagi saat Shinichi mengetahui cara mengotak-atik games itu lewat jaringan. Shinichi dapat mengendalikan persenjataan temannya dan juga intensitas serangan musuh nyaris secara online dengan memakai komputer lain-- pada saat temannya sedang bermain games. Bila temannya terlihat mulai kerepotan, Shinichi menambah jumlah persenjataannya. Bila kelihatan terlalu mudah, Shinichi menambah kemampuan lawannya. Sebuah permainan menarik di tengah permainan orang lain (hihihi!). Barangkali seperti inilah “nikmatnya” kekuasaan tanpa batas yang membuat Firaun mengaku Tuhan.

^_^


Ulah Shinichi tersebut bukan hanya menyenangkan dirinya saja, tetapi juga bermanfaat buat temannya, yaitu dia dapat menyelesaikan games itu tanpa perlu terlalu sering games over. Temannya dapat main games dengan lebih menyenangkan berkat “kemuliaan hati” Shinichi yang memberinya lebih banyak peluru maupun lebih sedikit musuh (wakakaka!). Si teman tidak perlu ragu-ragu menghambur-hamburkan meriam dan missile untuk membombardir pasukan musuh karena Shinichi memberinya persenjataan dengan jumlah sangat banyak – jauh lebih banyak dari games aslinya. Herannya “kekuasaan” untuk menentukan bentuk permainan seseorang ternyata jauh lebih menyenangkan daripada permainan itu sendiri (nae).