Selasa, 30 November 2010

Cara Setan Menghilangkan Iman

Salam.
Kisah Cara Setan Menghilangkan Iman Seorang Muslim Kala Sakaratul Maut mungkin sudah banyak yang mengetahuinya.

Dalam Kitab Daqoiqul Akhbar dijelaskan bahwa setan akan menghilangkan iman seorang muslim saat sakaratul maut.
Setan datang dengan membawa air yang disebutnya dapat menghilangkan dahaga.
Namun bila air itu diminum, kala itu juga seorang muslim akan hilang imannya.
Nauzubillah Min Zalik..

Dalam sebuah hadits diceritakan,
"Sesungguhnya setan yang dilaknati Allah mendatangi dan duduk di atas kepala seorang hamba (yang sedang menghadapi sakaratul maut) dan berkata kepadanya, "Tinggalkanlah agama ini dan katakanlah Tuhan ada 2 agar engkau selamat dari kepayahan."


Ketika itu ada kekhawatiran dan ketakutan yang sangat besar, oleh karena itu tetaplah dirimu agar selalu menangis dan tadharru' (merendahkan diri) kepada Allah dan bangun pada tengah malam dengan memperbanyak ruku' dan sujud agar selamat dari siksa Allah SWT."

Pada suatu hari Imam Abu Hanifah pernah ditanya oleh seorang muslim.
"Apakah dosa yang paling besar dapat menghilangkan iman?" tanya muslim itu.
"Meninggalkan syukur atas iman, meninggalkan takut mati dan berbuat zalim terhadap sesama.
Maka orang yang dalam hatinya ada 3 sifat tersebut, biasanya ia keluar dari dunia sebagai orang kafir, kecuali orang yang mendapat keberuntungan," jawab Imam Abu Hanifah.

Rayuan Setan
Di dalam kitab Daqoiqul Akhbar itu disebutkan bahwa hal yang paling dirasakan semua orang adalah ketika saat sakaratul maut.
Rasa haus dan panas yang dialami saat jelang ajal menjemput itu membuat setan memainkan perannya untuk menghilangkan keimanan di hati umat Islam.

Saat itu setan datang dan membawa tempat air dari es dan menggerak-gerakkannya di depan orang yang sakaratul maut.
"Berilah aku air," kata orang mukmin yang lemah imannya.

Setan akan mengulur waktu untuk menjerumuskan orang tersebut dengan memberikan pernyataan yang bisa melenyapkan iman di hati.
"Katakanlah tidak ada yang menciptakan alam, maka engkau akan kuberi air," jawab setan itu.

Jika orang itu beruntung maka dia tidak menjawab.
Kemudian setan datang pada telapak kakinya dan menggerak-gerakkan tempat air.
"Katakanlah Rasulullah SAW pembohong maka engkau akan aku beri air," rayu setan lagi.

Jika orang itu celaka, dia akan menurutinya karena tidak sabar dalam kehausan dan dia akan keluar dari dunia sebagai orang kafir.
Namun jika orang itu beruntung, maka dia akan menolak permintaan setan dan dia memikirkan akibatnya.

Saat-saat Sakaratul Maut
Sebagaimana diceritakan Kisah Abu Zakaria Az-Zahid ketika menghadapi kematian, sahabatnya datang pada waktu dia sedang menghadapi sakaratul maut dan mengajarinya kalimat Thayyibah
"Laa ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah."

Akan tetapi dia memalingkan wajahnya dan tidak mau mengucapkannya.
Maka diulangi untuk yang kedua kalinya, tapi dia tetap memalingkan mukanya dan tidak mau mengucapkannya.
Diulangi untuk ketiga kalinya dan Abu Zakaria berkata, "Aku tidak akan mengucapkannya."

Maka dia pun pingsan di depan teman-temannya.
Setelah Abu Zakaria sadar dari pingsannya yang sesaat dan merasa ringan, dia pun membuka matanya.
"Apakah engkau mengatakan sesuatu kepadaku?" tanya Abu Zakaria kepada teman-temannya.
"Ya, kami mengajarkanmu syahadat tiga kali dan engkau berpaling dua kali dan engkau berkata pada saat yang ketiga bahwa engkau tidak akan mengucapkannya."

"Astaghfirullah...Aku didatangi Iblis yang membawa tempat air dan duduk di kananku sambil merayuku, beruntung aku tidak mengikuti rayuannya shingga setan itu lari," jawab Abu Zakaria.

Tingkat keimanan seseorang sangat menentukan kala menghadapi sakaratul maut.
Detik-detik itulah saat yang menentukan apakah kita akan kuat iman atau sebaliknya kecuali orang yang beruntung.

Dari cerita, kisah di atas mari renungkan kembali tingkat keimanan kita selama ini.
Selalu berusaha untuk meningkan keimanan akan lebih baik daripada kemunduran iman.
Salam.

Minggu, 28 November 2010

Kisah Malaikat Penjaga Laut

Sebuah Kisah Tentang Malaikat penjaga laut ini di publish karena aku menganggapnya kisah ini dapat memberikan tambahan keimanan akan adanya malaikat.
Sebagai bahan renungan, selain Kisah Abu Nawas ada baiknya ada renungan lain.

Malaikat Allah SWT jumlahnya sangat banyak.
Selain 10 malaikat yang sudah diketahui, ternyata masih banyak malaikat lainnya yang memiliki tugas masing-masing.
Salah satunya adalah malaikat penjaga laut.

Di dalam kitab Irsyadul Ibad dijelaskan bahwa ada seorang Nasrani Paderi yang bertobat dari agamanya (Nasrani).
Orang Nasrani ini memilih masuk Islam.
Keislamannya diawali ketika ia diilhami tentang kebenaran ajaran Islam, sehingga membuatnya bimbang dan ingin berpindah menganut agama Islam.

Karena begitu kuat dorongannya untuk memeluk Islam, akhirnya nasrani ini berangkat ke Makkah dan melakukan Thawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali.
Setelah Thawaf berakhir, ia merasakan guncangan batin yang hebat.

Ia seolah merasakan kenikmatan beribadah daripada sebelumnya.
Karena kondisi puncak keimanan itulah akhirnya ia memutuskan melakukan pengembaraan mencari tempat yang sunyi.

Bertemu Malaikat Laut.
Setiap hari ia berjalan tanpa arah dan tujuan hingga ketika ia sampai di suatu tempat di pinggir laut, ia menghentikan langkahnya.
Saat itu waktu sudah gelap gulita.

Tiba-tiba terdengarlah gemuruh suara seperti suara hewan.
Suasana hatinya bercampur aduk antara takut, was-was dari ancaman binatang yang bisa tiap saat menerkamnya.

Karena itu orang Nasrani ini memutuskan untuk memanjat pohon yang besar.
Akan tetapi di atas pohon, ia tidak bisa tidur dan terlebih lagi pada saat terdengar suara binatang buas yang bersahutan.
Ketika suara itu semakin jelas, ia melihat di permukaan laut ada sebuah makhluk aneh yang sangat besar.
Dia adalah malaikat penjaga laut.

Wujud makhluk itu berkepala seperti burung kasuari tapi berwajah seperti manusia.
Badannya seperti unta yang memiliki punuk, ekornya seperti ikan.
Orang Nasrani itu menganggapnya aneh karena hanya muncul di permukaan laut saja.

Ia kemudian berteriak.
"Hai siapa itu?" begitu teriaknya.
"Wahai manusia, mengapa engkau tidak mengucapkan salam kepadaku?" tegur makhluk itu.

Akhirnya si Nasrani pun mengikuti apa yang diperintahkannya.
Saat ia turun dari pohon, ia terkejut melihat lebih dekat bentuk asli makhluk itu dan ia berniat untuk lari karena takut.
Tapi ia ditegur oleh malaikat itu.

Malaikat Laut Salah Satu Tentara Nabi Khidir a.s.
"Wahai manusia, mengapa engkau lari dariku?
Jika engkau lari niscaya engkau akan binasa," ucapa malaikat laut itu.

Maka berhentilah Nasrani tadi dan kemudian makhluk tersebut mulai memperkenalkan dirinya bahkan ia adalah seorang malaikat yang Allah SWT ciptakan untuk berdiam di atas permukaan laut.
Ia merupakan salah satu bala tentara Allah SWT.
Setiap hari ia selalu melantunkan tasbih.

Malaikat itu juga mengaku sebagai salah satu malaikat bala tentara Nabi Khidir a.s di Lautan.
Orang Nasrani itupercaya, terlebih lagi setelah mengalami peristiwa tersebut, keyakinannya bertambah kuat terhadap Islam.
Ia meyakini bahwa apayang dipegang selama ini (agama Nasrani) adalah keliru, dan Islam lah yang benar menurutnya.

Nabi Khidir a.s berkata,
"Barang siapa yang melantunkan tasbih malaikat tersebut, maka pahalanya seperti pahala makhluk tersebut berdzikir dari awal hingga akhir hayatnya."

Dongeng Sang Kancil dan Cicak Badung



Suatu ketika Kancil sedang bercengkrama dengan kawanan semut. Dia meloncat-loncat di sepanjang parit kecil yang dialiri air yang jernih, sementara para semut berlari-lari di pinggir parit sambil menari dan menyanyi. Sebagian semut yang lain berlayar dengan perahu daun-daunan di belakang Sang Kancil.

Ketika para semut melihat segerombol buah apel merah menjulur ke sungai, mereka berteriak-teriak pada Sang Kancil untuk memetiknya.

Maka Sang Kancil dengan gesit melompat dan menyundul apel-apel itu hingga jatuh ke parit, lalu mendorongnya dengan kaki ke tepian. Tak berapa lama kemudian para semut merubungi apel-apel tersebut dan mulai memotongnya menjadi potongan kecil-kecil. Sebagian dipanggul, sebagian lagi diangkut ke atas perahu daun. Begitulah acara bermain dihentikan sejenak setelah mereka menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat sambil menikmati apel.

Namun saat para semut sedang berpesta apel, tiba-tiba muncul binatang melata yang merayap cepat dan Happp!!! menangkap potongan apel yang paling besar dengan lidahnya lalu cepat-cepat kabur.

“Waaahhh ada pencuri! Pencuri! Pencuri!” teriak para semut dengan kagetnya

Kancil yang sedang enak-enak berjemur mengeringkan tubuhnya sambil menikmati manisnya buah apel jadi kaget. Kemudian setelah tahu apa yang telah terjadi maklumlah dia. Rupanya ada cicak badung yang berulah menyerobot potongan apel yang di bawa para semut.

Setelah berpikir sejenak, Si Kancil yang sangat bijaksana ini membisikkan suatu rencana pada para semut. Sontak setelah mendengar kata-kata yang dibisikkan, para semut serentak tertawa terpingkal-pingkal.

Sang Kancil melompat ke semak-semak dan sebentar kemudian kembali dengan membawa segenggam buah kecil berwarna merah. Para semut membawa potongan buah merah itu sambil sebentar-sebentar berhenti karena tak kuat menahan tawa. Rupanya para semut menganggap rencana mereka benar-benar sangat lucu.

Pesta dimulai lagi, para semut kembali makan apel yang telah dipotong kecil-kecil. Buah merah pemberian Sang Kancil sengaja diletakkan di pinggir dan tidak dijaga oleh para semut. Mereka tertawa-tertiwi, bergandengan tangan, menari-nari sambil sebentar-sebentar melirik ke tumpukan buah merah. Ada juga yang menyanyi dengan syair lagu yang lucu-lucu.

Buah merah,
Buah merah
Enak sekali
Jangan lupa kawan
yang paling manis
taruh di pinggir
buat dimakan nanti
Tralala trilili

^_^

Disaat para semut sedang berpesta, tiba-tiba Cicak kembali datang dan langsung menangkap buah-buah merah yang diletakkan di pinggir lalu kabur. Anehnya bukannya marah, tapi para semut malahan tertawa terpingkal-pingkal melihat Cicak membawa lari buah-buah itu. Terdengar suara tawa para semut riuh rendah mentertawakan Cicak yang lari sambil menggondol buah merah.

Cicak yang tengah berlari itu jadi bertanya-tanya mengapa para semut tertawa terbahak-bahak melihat dia mencuri buah merah. Kemudian dicicipinya buah merah itu, mmm rasanya manis dan enak. Tak terasa beberapa saat kemudian dia sudah tertidur kekenyangan dan lupa dengan pertanyaan yang timbul dalam benaknya.

Saat terbangun si Cicak penasaran dengan tawa para semut. Maka dia kembali ke pinggir sungai dan mengintip ingin tahu apa yang aneh dengan para semut. Dilihatnya Sang Kancil sedang dikerumuni para semut sambil berbicara sesuatu.

“Jadi buah merah tadi bukan cabe yah???. Percuma dong kita gagal memberi pelajaran pada si pencuri” kata seekor semut paling besar mewakili teman-temannya.

Rupanya para semut tertawa terpingkal-pingkal karena menyangka buah yang mereka letakkan di pinggir adalah cabe, sehingga si pencuri akan kepedasan saat memakannya. Saat tahu buah merah itu bukan cabe mereka jadi kecewa.

“Kalian terlalu tulus untuk bisa menjebak orang lain. Kalian tak bisa menahan tawa terpingkal-pingkal mendengar rencanaku. Pastilah si pencuri akan curiga dan meneliti buah yang dicurinya. Saat tahu itu cabe, dia tidak akan memakan dan akan kembali untuk mencuri buah lainnya. Jadi aku ganti saja dengan buah strawberry yang banyak di sekitar sini. Biar saja dia kenyang, ntar tidak akan mengganggu kita lagi” kata Kancil

Para semut saling berpandang-pandangan dan mengakui bahwa mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Pastilah si pencuri mendengar tawa itu dan jadi curiga. Para semut memang tidak bisa berpura-pura, mereka selalu jujur dalam bertindak dan berkata-kata.

“Pencurinya adalah si Cicak kecil yang bandel. Biarlah nanti aku datang ke rumahnya sambil membawa sekeranjang strawberry dan sedikit nasehat. Biar dia tidak mencuri lagi” kata Si Kancil.

Cicak kecil meneteskan air mata mendengar semua kata-kata Si Kancil. Rupanya Sang Kancil mengganti cabe dengan apel bukan saja karena para semut tidak bisa menahan tawa, tapi juga karena dia sayang pada Cicak kecil. Buktinya Sang Kancil akan datang ke rumahnya sambil membawa sekeranjang strawberry. Diam-diam Cicak kecil merasa dirinya telah melakukan perbuatan hina dina pada makhluk-makhluk yang baik hati (Undil – 2010).


gambar diambil dari: downloadcheapapp


Sabtu, 27 November 2010

Puisi Pernikahan buat Catur dan Wening

Seandainya kamu punya kesempatan
merubah batu-batu menjadi permata,
membuat nilai-nilai ujianmu jadi A semua,
menyelesaikan tugas akhirmu sekejap mata,
memenuhi hari-harimu dengan hujan keberhasilan,
meraih cinta dan persahabatan dari sejuta manusia

ITU SEMUA TIDAK ADA ARTINYA!

Dibanding kesempatan yang kau genggam saat ini
Untuk meletakkan hatimu di dalam hatinya,
agar dapat merasakan apa yang dirasakannya.
Untuk memadukan keinginanmu dan keinginannya,
agar serasi dalam keteguhan menempuh jalan suci-Nya.
Untuk memuliakan dan membimbingnya,
agar bersama meraih ridha-Nya,
demi kebahagiaan sejati di dunia,
demi KEABADIAN cinta di SURGA.

Puisi pernikahan dedicated to
Catur Gunawan Wibisono dan Wening Pusparini

Semoga menjadi keluarga Sakinah



Additional:
Lirik lagu berikut ini diambil dari Wening dan Catur Wedding Website
Bila ingin memberi ucapan selamat, bisa disampaikan melalui buku tamu website

TEMAN SEJATI -Brothers
Selama ini Kumencari-cari
Teman yang sejati
Buat menemani Perjuangan suci

Bersyukur kini PadaMu Illahi
Teman yang dicari
Selama ini Telah kutemui

Dengannya di sisi
Perjuangan ini
Senang diharungi
Bertambah murni
Kasih Illahi

KepadaMu Allah
Kupanjatkan doa
Agar berkekalan
Kasih sayang kita

Kepadamu teman
Ku pohon sokongan
Pengorbanan dan pengertian
Telah kuungkapkan
Segala-galanya...

KepadaMu Allah
Kupohon restu
Agar kita kekal bersatu
Kepadamu teman
Teruskan perjuangan
Pengorbanan dan kesetiaan
Telah kuungkapkan
Segala-galanya
Itulah tandanya
Kejujuran kita

Listen Teman Sejati -BROTHER


DINDA -Gradasi
Engkau sambut pagi
Dengan senyum ceria yang menawan
Mengantarkan daku pergi
Meraih mimpi ….kita
Andai ku bisa
Membuat diriku menjadi dua
Kutinggalkan yang satunya
Tuk temanimu…cinta duhai permataku

Reff:
Dinda…Sejuta pesonamu hadir dalam jiwa
Dinda…Senyummu mampu membuatku tak mengeluh
Dinda…Binar bola matamu terangi hariku
Dinda…Ketenangan bagai telaga yang kau berikan

Ketika ku pulang
Dibawah naungan lembayung senja
Kau berhias menantiku
Bertabur rindu …kita

Listen - Dinda Gradasi


Theme Song selengkapnya bisa diakses di catur

Senin, 22 November 2010

Menghindari Hujan

Kisah Abu Nawas kali ini menceritakan tentang bagaimana Abu Nawas menghindari hujan agar bajunya tidak basah saat makan siang di tempat peristirahatan Baginda saat mereka sedang menuju tempat berburu di hutan.

Tak diragukan lagi, sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka ia akan mendapat hukuman.
Baginda mengetahui bahwa Abu Nawas sangat takut akan beruang.
Maka dari itu Baginda mengajaknya berburu di hutan untuk mengkap beruang, dan Abu Nawas tak bisa menolaknya.

Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung,
Baginda memenggil Abu Nawas.

"Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda.
"Ampun tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas.

"Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
Hutan dari sini masih jauh, kau aku beri kuda yang lamban, sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat.
Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku.
Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering.
Sekarang kita berpencar." jelas Baginda.

Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak.
Abu Nawas kini tahu bahwa Baginda akan menjebaknya.
Ia harus mencari akal agar bajunya tidak basah saat hujan turun.
Dan ketika sedang berfikir, tiba-tiba hujan pun turun.

Begitu hujan turun, maka Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan terdekat.
Akan tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup.

Ketika santap siang, Baginda segera menuju tempat peristirahatan, dan ketika itu juga Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban.
Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah, padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat perlindungan terdekat.

Nah pada hari yang kedua, Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi oleh Baginda.
Kini Baginda dan para pengawalnya mengendarai kuda-kuda yang lamban.
Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin.
Baginda dan pengwalnya langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.

Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda dan pengawalnya.
Abu Nawas menunggu Baginda Raja.
Selang beberapa saat, Baginda dan para pengawal akhirnya datang juga dengan pakaian yang basah kuyup.

Baginda tak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikan Abu Nawas.
Rahasia apakah yang telah dipakai oleh Abu Nawas.
"Terus terang bagaimana caranya menghindari hujan wahai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Mudah Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas dengan tersenyum.

"Sedangkan aku dengan kuda yang cepat saya tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini," kata Baginda.
"Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.
Tetapi begitu hujan turun, maka hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya kemudian saya mendudukinya.
Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti," jelas Abu Nawas.

Ahaaa rupanya dengan diam-diam Baginda Raja mengakui lagi kecerdikan Abu Nawas.
Lo kenapa tidak pakai jas hujan saja Baginda ini ya haha.

Sabtu, 20 November 2010

Cerita Lucu Bahasa Sunda: Sato Dugem dan Jadi Sapuluh Lambar

Berikut ini adalah dua humor lucu bahasa sunda yang saya cuplik dari Majalah Cakakak Nomor 6 tahun 2010. Ada banyak cerita lucu di majalah humor basa sunda seharga Rp. 12.500 tersebut, dan cerita lucu berjudul Sato Dugem dan Jadi Sapuluh Lembar menurut saya termasuk yang paling orisinil.

Sato Dugem bercerita tentang para hewan yang saling bertukar cerita sepulang dari diskotik lengkap dengan musik keras & lampu-lampu warna-warninya. Mereka saling bercerita tentang “bencana” yang dialami masing-masing hewan terkait dengan fisiknya.

Sebenarnya dari awal cerita hingga tengah isinya biasa-biasa saja. Namun tendangan lucunya terasa di alinea terakhir. Di penutup cerita ditampilkan keluhan seekor hewan yang lain daripada yang lain yang bisa membuat Anda tertawa geli.

Penulis humor tersebut berhasil menemukan seekor hewan unik dihubungkan kondisi unik yang ada di diskotik, jadilah sebuah paragraf “kojo” yang sangat nendang di akhir cerita. Cerita ini bisa juga dijadikan nasehat buat anak-anak supaya jangan suka dugem biar gak kaya si hewan unik itu.

^_^

Anak-anak adalah tema favorit para pembuat humor. Saya menemukan humor anak-anak dikelompokkan secara terpisah di Majalah Reader Digest, dan kini juga pada bab tersendiri berlabel Humor-humor Kang Suryana Sarimbit oleh Taufik Faturohman di Majalah Cakakak.

Memang kenaifan anak-anak di keseharian mereka -- misalnya terkait cara mereka mendapatkan sesuatu yang diinginkan -- adalah gudang bahan baku humor yang siap diolah menjadi ramuan humor yang menggigit. Bahkan kadangkala tingkah laku alami anak-anak-pun sudah cukup lucu untuk ditampilkan menjadi sebuah cerita humor.

Humor berjudul Jadi Sapuluh Lambar menceritakan kenaifan seorang anak kecil yang menemukan dompet berisi uang seratus ribu rupiah. Si anak ini jujur, namun dia juga ingin mendapat uang jajan dari kebaikannya mau mengembalikan dompet pada pemiliknya. Ramuan dua hal itu ternyata bisa menjadi sebuah humor yang nendang.


SATO DUGEM

Balik dugem ti diskotik, sato-sato ngarariung. Katenjo maranehna jiga geus balik perang wae.

“Kapok uing mah euy, geuning teu ngeunah dugem teh. Eta musik ajeb-ajeb matak katorekan kana ceuli!”, ceuk kelinci ngararasakeun ceulina nu dungdeng keneh.

“Mending keneh maneh, uing mah bororaah bisa joged. Hayoh we cungcet-cingcet sieun katincak ku nu keur ajojing!”, ceuk sireum, bari awakna pias.

“Komo uing mah, hayoh we diusir satpam. Di cenah meakkeun tempat!”, ceuk gajah jeung Kuda Nil.

“Kuring mah geleuh ku lagu disco mixna. Cik atuh tong nyindiran uing wae euy...mani keong racun lagu teh! Padahal kuring mah apan resepna musik disko ti DJ Tiesto atawa DJ Deep Dish!” ceuk Keong Racun nafsu.

“Ah, dikumaha oge maraneh mah bisa ngasaan ka jero diskotik. Uing mah karek nepi na lawang ne geus nutup manten! Padahal indit ti imah minggu kamari”, ceuk Kuya bangun nu handeueul.

“Waduuuuh, sarua euy. Eta mah uing kuat ka error yeuh kulit. Eta lampu disko gunti-ganti wae warna!”, ceuk londok, nu awakna ayeuna ngadadak jiga katumbiri. (Ning – Baraya Banyolan Sunda – Malaysia – Majalah Cakakak)

Catatan:
Hehehe Si bunglon kasihan tuh kulitnya jadi eror.
Makanya belajar saja di rumah jangan suka dugem.



JADI SAPULUH LAMBAR 


Balik sakola Ocad manggih dompet di jajalaneun ka imahna. Ku Ocad dicokot. Ku lantaran Ocad mah budak jujur, eta dompet teh dianteurkeun ka nu bogana. Kebeneran deuih di jerona aya KTP. Singhoreng, eta teh dompet Pa Haji Abdul, tetanggana. Nya dompet teh dianteurkeun we ka Pa Haji Abdul.
 
“Pa Haji, ieu dompet Pa Haji sanes?” ceuk Ocad bari mikeun dompet.
 
“Enya, puguh Pa Haji teh leungit dompet. Ti mana kapanggihna ku Ocad?”
 
“Itu, di handapeun tangkal cengkeh, payuneun bumi Mang Didin,” tembal Ocad.
 
Dompet ditampanan ku Pa Haji Abdul. Dibuka, eweuh nu leungit. Duitna aya keneh, saratus rebu.
 
“Euweuh nu leungit. Ngan naha nya, da tadina mah duit Pa Haji teh seratus rebu salambar, ayeuna bet jadi sepuluh rebuan sapuluh lembar?” ceuk Pa Haji Abdul bari kerung.
 
“Ku abdi dilironkeun Pa Haji. Atuda kamari oge abdi mendakan dompet, dipasihkeun ka nu kagunganana, abdi teu janten kenging peresenan. Ari alesanana teh teu aya artos receh cenah,” tembal Ocad kalem (Taufik Faturorahman – Majalah Cakakak)
 
Catatan:
Humor in menceritakan seorang anak kecil yang menukar selembar uang seratus ribu rupiah dengan sepuluh lembar sepuluh ribuan di dompet yang ditemukannya sebelum mengembalikan ke empunya dompet. Dia belajar dari pengalaman sebelumnya dimana dia tidak diberi persenan karena pemilik dompet tidak punya uang kecil.


(Undil-2010)

tags: cerita lucu basa sunda, humor basa sunda, banyolan sunda, lelucon sunda, ketawa basa sunda

Rabu, 17 November 2010

Minta Tolong Pada Lalat

Kisah Abu Nawas yang minta tolong pada lalat.

Abu Nawas hanya tertunduk lesu dan sedih ketika mendengarkan penuturan istrinya.
Tadi pagi beberapa pekerja dari kerajaan telah membongkar rumahnya dan mereka terus menggali tanpa bisa dicegah lagi.
Mereka mengatakan bahwa tadi malam Baginda Raja bermimpi kalau di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya.

Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata emas dan permata itu tidak ditemukan.
Baginda akhirnya meminta maaf kepada Abu Nawas dan bersedia mengganti kerugian.
Inilah yang membuat hati Abu Nawas sedih.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas Baginda.
Makanan yang dihidangkan istrinya tidak dimakan karena nafsu makannya lenyap.
Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak dari tempat duduknya.

Keesokan harinya Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas yang mulai basi.
Tiba-tiba Abu Nawas tertawa riang.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi," kata Abu Nawas kepada istrinya.
"Untuk apa?" tanya istrinya.
"Membalas Baginda Raja." jawab Abu Nawas.

Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju istana.
Setibanya di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan berkata,
"Ampun Tuanku, hamba menghadap hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak di undang.
Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba," kata Abu nawas mengadu.

"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Lalat-lalat ini, Tuanku," jawab Abu Nawas.
"Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini." jelas ABu Nawas.

"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan?"
"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu."

Baginda Raja tidak bisa menolak permintaan Abu Nawas karena pada sat itu para menteri sedang berkumpul di istana.
Maka dengan sangat terpaksa Baginda membuat surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimana pun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah, Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini.
Dengan tongkat besi yang sudah dibawanya sejak tadi, Abu nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat itu, bahkan di kaca.

Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian patung hias sehingga sebagian dari istana dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas.
Bahkan Abu Nawas tidak merasa malu memukul lalat yang hinggap di tempayan Baginda Raja.

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya.
Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri.

Barang-barag kesayangan Baginda banyak yang hancur dan bukan itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu.
Abu Nawas pulang dengan perasaan lega.
Istrinya pasti sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa saja yang dibawa dari istana.

Pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Abu Nawas kali ini adalah bahwa kita harus selalu minta ijin jika bertamu ke rumah orang.
Jangan main selonong saja dan jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan yang tinggi.

Adakah hal lain yang bisa kita ambil hikmahnya dari Kisah Abu Nawas kali ini.
Silahkan beri tanggapan.

Berapakah Satuan Waktu Terkecil?

Berapakah satuan waktu terkecil ?.

Jawaban umum untuk pertanyaan itu adalah detik. Jam dinding di rumah kita bergerak berdasarkan detik. Waktu berlalu dihitung dari gerakan jarum merah berputar dari angka 1 sampai 12 yang melewati 60 satuan kecil yang disebut detik. Satu jam ada 3600 detik. Walaupun demikian dalam kebiasaan sehari-hari kita jarang menghitung waktu berdasarkan detik.

Kita jarang memakai satuan detik. Biasanya dalam undangan meeting atau janjian ketemu dengan orang lain satuan waktu yang dipergunakan adalah jam atau setengah jam dan jarang yang mempergunakan perempat jam atau kurang. Di dalam undangan meeting biasanya dicantumkan pukul 9.00 atau 9.30, jarang dipakai 9.15. Dalam hal ini satuan waktu terkecil adalah 30 menit.

Jaman dahulu sewaktu petani masih menjadi matapencaharian utama, satuan waktu terkecil lebih longgar lagi. Petani berangkat ke sawah pagi hari, lalu bekerja di sawah, terus siang hari istirahat sambil makan dan pulang di waktu sore hari. Manusia agraris tidak banyak memperhitungkan waktu dalam satuan yang lebih rinci, terkecuali waktu-waktu sholat.

Lain halnya dengan seorang pelari 100 meter seperti Usain Bolt-- yang memecahkan rekor dunia lari 100 meter atas namanya sendiri di Berlin tahun 2009 -- waktu bukan lagi detik, tapi perseratus detik. Bolt membakukan kecepatan 9,58 detik, hanya 0,11 detik lebih cepat dari rekor dunia sebelumnya. Dengan bekal 0,11 detik Bolt kembali menjadi manusia tercepat di dunia.

Bagi seorang desainer processor komputer, waktu dihitung dengan satuan yang lebih kecil lagi. Sebuah prosesor berkecepatan 3,4 GHz berarti memiliki kemampuan kalkulasi 3,4 milyar per detik. Angka tersebut berarti satuan waktu per satu kalkulasi adalah 1/3,4 milyar detik. Sebuah satuan waktu yang sangat kecil. Pesaingan keras di bisnis prosesor akan memaksa mereka berpikir dalam satuan 0,000000000001 (per milyar) detik sebagai satuan waktu terkecil.

Bagiamana dengan kita?


Dalam kesibukan waktu sehari-hari seseorang berbeda-beda dalam mendefinisikan satuan waktu terkecil. Seorang dengan beban kerja normal akan melihat waktu dalam satuan setengah jam. Waktu setengah jam bukan untuk mengerjakan pekerjaan terpenting tidak akan mengganggu produktifitasnya. Seorang dengan beban kerja yang lebih padat akan mendapati setengah jam salah memilih prioritas telah menyebabkan pekerjaan pentingya tertunda dan berdampak buruk baginya. Setiap menit adalah tetes-tetes waktu yang sangat berharga baginya. Terlewatnya waktu setengah jam bisa berarti pekerjaan yang harusnya bisa siap saat dibutuhkan menjadi tertunda.

Seseorang yang bertransisi dari beban kerja normal ke beban kerja yang lebih padat akan mendapati dirinya menjadi bottle neck bagi pekerjaan orang lain saat dirinya belum berhasil menyesuaikan diri. Beberapa menit waktu menunggu rapat seharusnya diisi untuk memeriksa dokumen yang telah dibuat staf atau membalas email-email yang masuk daripada sekedar duduk menunggu sambil mengantuk. Buku-buku tentang aturan terbaru bisa dibaca setengah jam sebelum tidur atau pagi hari menjelang jam kerja karena jika tidak demikian maka bahan-bahan bacaan wajib itu akan selamanya menjadi bahan tanpa pernah kita baca sama sekali (undil -2010).




Minggu, 14 November 2010

Pertanyaan Sama Jawaban Berbeda | Bilamana Berdoa

Sebenarnya dibalik antara kejeniusan dan kejenakaan Abu Nawas, ia adalah seorang ulama yang alim.
Tak begitu heran jika Abu Nawas mempunyai banyak murid.

Nah diantara sekian banyak muridnya, ada seorang yang hampir selalu menanyakan kenapa Abu Nawas mengatakan ini dan itu.

Suatu ketika ada 3 orang tamu yang bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama namun jawabannya selalu berbeda.

Orang pertama bertanya,
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar ataukah yang mengerjakan dosa kecil?" tanya orang pertama.
"Orang yang mengerjakan dosa kecil." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" tanya orang pertama tadi.
"Sebab lebih mudah di ampuni oleh Alloh." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang yang kedua bertanya dengan pertanyaan sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" tanya orang kedua.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan Alloh." jawab Abu Nawas.
Orang kedua itu langsung bisa mencerna jawaban dari Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa besar." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" tanya orang ketiga.
"Sebab pengampunan Alloh kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas.
Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas.
Akhirnya ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa memberikan jawaban yang berbeda?" tanya muridnya.

"Manusia dibagi menjadi 3 tingkatan.
Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati." jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya muridnya.
"Anak kecil yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bahwa bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya muridnya.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.

"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil walaupun ia tahu kalau bintang itu besar.
Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan ke-Maha Besaran Alloh SWT." jawab Abu Nawas.

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.

Murid Abu Nawas bertanya lagi.
Uh ini murid tanya mulu ya.
Maklum namanya juga murid.
Bertanyalah sebelum tersesat di jalan hehe.

"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.

"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.
"Doa itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, walaa aqwa 'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafiruz dzanbil 'adhimi." jawab Abu Nawas.

Arti doa tersebut adalah:
"Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka.
Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku.
Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."

Suatu pujian sekaligus doa yang bagus untuk diucapkan tiap hari sob.
Tahukah sobat, orang yang pandai lagi berilmu pastilah meneteskan air mata jika mereka mengucapkan doa ini.
Ataukah sobat sendiri pernah mengalaminya kala bermunajat tengah malam sambil mengucapkan doa ini.

Kisah Abu Nawas ini menurutku sangat mendidik.
Pada tingkatan manakah sobat-sobat ini semua?
Apakah di tingkatan mata, otak atau hati.
Otak saja tanpa hati serasa kejam bagaikan singa tanpa mengenal ampun ke sesama.

Sungguh Alloh Maha Besar.
Sungguh benar Maha Benar Alloh dengan segala FirmanNya.

Jumat, 12 November 2010

Hakim Bertobat Berkat Hadiah

Ini tentang Kisah Abu Nawas yang memberikan Hadiah kepada Hakim yang nakal, bukannya malah melaporkannya ke atasan.

Abu Nawas punya cara yang unik dalam memberikan pelajaran kepada para hakim nakal.
Eh..bukan dengan melaporkannya langsung kepada sang raja, tetapi Abu Nawas bahkan memberinya hadiah.
Akan tetapi justru dengan hadiah itu sang hakim menjadi sadar akan perbuatan zalimnya.

Ini kisahnya:
Pada suatu waktu kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Al Rasyid ini mengalami krisis keadilan.
Banyak hakim yang adil meninggal dunia dan raja salah dalam menunjuk orang sebagai hakim pengganti.
Akibatnya hakim pengganti itu tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat atas keadilan.

Para hakim pengganti itu berlaku menyimpang dan sama sekali tidak mengetahui hukum-hukum agama, sehingga tidak aneh jika kemudian muncul berbagai kebobrokan dan penyimpangan hukum yang dilakukan para hakim.

Tiadanya keadilan dan kebenaran, semakin meluasnya korupsi dan penyalahgunaan hukum seperti telah menjadi hal yang biasa.
Dalam kekuasaan tiran, ucapan penguasalah yang menjadi hukum dan kepentingan pribadi di atas segala-galanya.

Hadiah
Dalam hal ini Abu Nawas turut prihatin.
Dia pun lantas berinisiatif menyadarkan para hakim itu dengan caranya sendiri.

Pada suatu hari Abu Nawas mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.
Namun hakim di kotanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangai perjanjian itu.
Keadaan ini terus berlangsung seperti itu sehingga Abu Nawas menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok (disuap).

Akan tetapi Abu Nawas mengetahui bahwa menyuap adalah hal yang diharamkam oleh agama.
Maka Abu Nawas pun memutuskan untuk melemparkan keputusan pada si hakim sendiri.

Abu Nawas menyiapkan sebuah gentong.
Gentong itu diisi dengan kotoran sapi hingga hampir penuh.
Kemudian di atasnya Abu Nawas mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya.

Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim.
Saat itu juga kesibukan sang hakim langsung hilang dan punya waktu untuk membubuhkan tanda tangannya pada surat perjanjian Abu Nawas.

"Tuan Hakim, apakah pantas Tuan mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?" tanya Abu Nawas mengelabuhi.
Sang hakim tersenyum sambil mengamati gentong itu.
"Ah...engkau jangan terlalu dalam memikirkannya," kata si hakim mulai terjebak tipu muslihat Abu Nawas.

Hakim tersebut lantas mncolek sedikit mentega dengan ujung jarinya lalu mencicipinya.
"Wah enak benar mentega ini." kata sang hakim.
"Ya..sesuai dengan ucapan Tuan, jangan terlalu dalam mencolek menteganya," jawab Abu Nawas.
Abu Nawas pun segera meninggalkan kantor sang hakim setelah mendapatkan tanda tangan si hakim.

Hakim Bertobat.
Hakim lantas pulang dengan hati yang riang gembira.
Dibawanya gentong itu lantas di panggillah istri dan anak-anaknya untuk bersama-sama makan pemberian Abu Nawas itu.

Awalnya mereka sekeluarga sangat menikmati mentega itu.
Namun begitu lapisan mentega itu habis, mereka mulai memakan kotoran sapi.
hehehe...dasar hakim zalim.

"Upsss...apa ini...baunya sangat busuk seperti kotoran hewan." kata hakim.
Hakim lantas teringat Abu Nawas.
Setelah berfikir panjang, ia baru sadar bahwa semua itu adalah ulah si Abu Nawas yang ingin menyadarkannya utnuk meninggalkan praktek suap menyuap dan menegakkan keadilan.

Hakim itu kemudian merasa sangat bersalah atas sikapnya selama ini.
Ia lalu mendatangi rumah Abu Nawas dan meminta maaf atas kekhilafannya.
Di hadapan Abu Nawas ia berjanji akan menjadi Hakim Yang Adil.

Nah...begitu donk pak hakim...jadilah hakim yang jujur dan adil, tegakkan keadilan melalui tanganmu.
Untuk Pak Abu Nawas, salut dech sudah meyadarkan pak hakim melalui caranya sendiri yang sangat halus dan mengena tanpa lapor ke atasan.

Senin, 08 November 2010

Mengajari Keledai Membaca

Dengan menggunakan metode pengajaran yang khusus, ternyata Abu Nawas juga bisa menyulap seekor keledai yang dungu menjadi pintar membaca.
Meski keledai ini tetap memiliki kekurangan dibandingkan dengan manusia.

Ada saja orang yang iri akan kecerdikan Abu Nawas ini, termasuk para pembesar kerajaan yang ingin menjadi menteri kesayangan Raja.

Pada suatu hari seorang menteri kerajaan yang dipimpin oleh Harun al Rasyid tiba-tiba punya pikiran buruk kepada Abu Nawas.
Rupanya ia iri jati terhadap perhatian Raja yang begitu berlebihan terhadap Abu Nawas daripada dirinya.

Tanpa ada sebab, menteri itu memberikan seekor keledai kepada Abu Nawas.
"Ajari keledai itu membaca.
Dalam 2 minguu, datanglah kembali kemari dan kita lihat hasilnya,"
kata menteri itu.

Taruhan
Abu Nawas menerimanya dan kemudian pergi tanpa banyak kata.
Namun dalam hati ia masih was-was juga atas niat menteri itu.
"Apakah ini salah satu tipu dayanya untuk menghancurkan nama baikku?" tanya Abu Nawas dalam hati.

Abu Nawas berusaha cuek saja dan dalam 2 minggu kemudian ia kembali ke istana.
Tanpa banyak bicara, menteri mengajaknya menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid.

"Baginda, akan aku tunjukkan siapa sebenarnya diriku ini," kata menteri itu dengan lantang.
"Hai menteri, ada apa dengan dirimu?" bentak Raja Harun.
"Tenang Baginda, hari ini Baginda akan tahu kecerdasan akal saya sebenarnya mengungguli kecerdasan Abu Nawas," ucap menteri.

"Apalagi yang akan dibuat oleh menteri ini," kata Abu Nawas dalam hati.
"Baiklah, jika salah satu dari kalian menang, maka ia berhak mendapatkan sekantung dinar ini, tetapi bagi yang kalah ia akan dihukum 3 bulan di penjara," titah Sang Raja.

Tanpa bisa megelak, Abu Nawas terpaksa menyanggupi permainan aneh itu.
Tiba-tiba menteri itu menunjuk ke sebuah buku besar.
"Coba buktikan jika keledai itu bisa membaca, bukankah engkau cerds dalam segala hal?" kata menteri kepada Abu Nawas.

Abu Nawas lalu menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu dan tak lama kemudian mulai membalik halamannya dengan lidahnya.
Terus menerus dibaliknya setiapa halaman sampai ke halaman terakhir.
Setelah selesai si keledai menatap Abu Nawas.

"Demikianlah, keledaiku bisa membaca," kata Abu Nawas.
Kini giliran si menteri itu menginterogasi.
"Bagaimana caramu mengajari dia membaca?" tanyanya.

Abu Nawas Mendapat Hadiah Dinar
"Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya.
Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa memakan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar." jelas Abu Nawas.

"Tapi bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?" tukas si menteri.
"Memang demikianlah cara keledai membaca, dia hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya.
Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai bukan?" jawab Abu Nawas.

Jawab Abu Nawas ini mendapatkan anggukan dari Baginda Raja.
Raja mengerti, sepintar-pintarnya hewan, tidak akan sanggup menjadi sesempurna manusia.
Hanya manusia bodoh saja yang tidak amu menggunakan akalnya untuk berfikir.
Akhirnya Abu Nawas mendapatkan hadiah sekantung dinar, sedangkan menteri masuk penjara.

Keledai ini cara membaca buku unik.
Dia hanya membuka halaman demi halaman saja, tapi kalau kita yang membaca bisa mengucapkan huruf demi huruf dan mengerti isinya jika dipahami benar.
Demikian Kisah Abu Nawas yang mengajari seekor keledai untuk bisa membaca.

Minggu, 07 November 2010

A Thing which Makes Maruko Feel Safe in Her Job

There is one thing that makes Maruko feel save and comfortable in her job. The thing had nothing to do with her office nor related to her job. However, the thing had associated with a friend’s decision.

Her old friend named Mitsunari related to it. He is one of Maruko’s best friends during in college. Maruko inspired by Mitsunari who resign from his company for run a small business in Jogja.

The Mitsunari business is just a modest  business. He have a modest mung bean porridge stall set up not far from his house. Maruko surprised by  his  decision to let go of the position of manager of Quality Control of Microbiology in a notable food processing company in Jakarta for a modest stall.

"How dare the boy's" thought Maruko.

However, after Maruko visiting the Mitsunari’s stall, she became aware that the Mitsunari’s decision was not a ridiculous choice. It appears that Mitsunary just suffer a little loss for his decision.

Only nine months after becoming a stall owner, his finance conditions  almost recovered as the previous one. Although his income was just three-quarters of the salary while working in Jakarta, he gets compensation in the form of freely work hours without depending on the office hours. Today he had enough time to work for his hobbies, ie build a beautiful orchid garden behind his house, and teaching karate for youth clubs.

Maruko realizes that the life of Mitsunari is just fine. He  was not forced to  make drastic changes on his lifestyle. He still riding his Toyota Yaris everywhere nor buying some sophisticated gadgets as usual.

Since Maruko be confident that she has capability to do as Mitsunari’s do, then she considers herself should not have to worry about her job. If one day she leaves the company for any reasons, then a mung bean porridge stall is her first choice. Refers to her experiences during in college, her skills are not be much different from Mitsunari.


In terms of skill on cooking nor selling, Maruko believes that she was not  inferior to Misunari. It has been demonstrated during their activities on campus. Bazaars or exhibitions which handled by Maruko usually more successful compared to Mitsunari. The other proof is kolak pisang which sold by Maruko on Boulevard of UGM during  the fasting month also more in demand than the one that sold by Mitsunari and his friends. The number of population of Bandung which is far above Jogja where Mitsunari run his business will be an an additional factor that support her business.

Thanks to Mitsunari who have demonstrated a backup job for her. Maruko was no longer afraid about the future of her job. She realize that the consequences of leaving the job was not scary as she thought.

Previously, Maruko frequently feel worried while the company's condition worsened. The decrease in sales or the failure of a new product contantly makes Maruko feel nervous about her future. She was afraid those things will result in downsizing employees. Now the worry is starting to subside. However Maruko also realizes that her life in case of resign from the job may not be as smooth as the fate Mitsunari (undil -2010)

Ketika Mitsunari Keluar dari Pekerjaannya

Alkisah meskipun terhitung baru, warung Mitsunari tergolong  kasta yang laris manis dibanding warung lain di sekelilingnya. Di lokasi yang selalu dibanjiri pembeli dari sore hingga pukul sembilan malam itu memang telah ada belasan pedagang aneka makanan. 

Di sana terdapat dari tukang pecel lele, sea food, nasi goreng, sate ayam hingga warung steak. Namun belum satu-pun pedagang bubur kacang hijau. Makanya dagangan Mitsunari cepat mendapat perhatian pengunjung. Rasanya tidak sia-sia dia meninggalkan posisi manajer QC sebuah perusahaan makanan besar untuk mulai merintis warungnya sendiri. Pengalamannya menjaga kualitas makanan nampaknya menunjang keberhasilannya sebagai tukang burjo.

Awalnya para pembeli hanya coba-coba mencicipi burjo sambil menunggu siapnya hidangan yang dipesan dari warung lainnya. Namun nampaknya lidah mereka mereka cocok dengan burjo racikan Mitsunari. Tak jarang pembeli masih minta satu dua bungkus untuk dinikmati di rumah. Bahkan kini lebih banyak bubur yang dibungkus dibanding yang dimakan di tempat. Pertanda makin banyak orang yang datang ke tempat itu khusus untuk membeli burjo.

Kelebihan burjo Mitsunari disamping pada konsistensi rasa dan kualitas burjonya, juga terletak pada aneka roti tambahan pada burjo. Tersedia beraneka pilihan jenis dan rasa roti sebagai tambahan burjo. Sebuah feature yang jarang dimiliki warung burjo di tempat lain. Pembeli dapat leluasa memilih jenis roti sesuai dengan seleranya.

Namun jangan dikira Mitsunari tidak bekerja keras untuk bisa seperti saat ini. Enam bulan sebelum mundur dari pekerjaannya Mitsunari telah memangkas waktu tidur untuk mencari resep bubur kacang hijau yang istimewa. Hampir setiap malam selepas kerja, dia begadang untuk mencoba resep-resep baru. 

Setelah dianggap rasanya layak, maka burjo buatan Mitsunari di cobakan ke teman-temannya untuk dinilai. Bila menurut mereka enak, dia mencoba menjualnya ke kampus-kampus dengan menitipkan ke kantin-kantin kampus. Begitu seterusnya sehingga enam bulan kemudian Mitsunari menemukan resep istimewa yang dapat diterima pembeli, yaitu dengan menambahkan feature aneka macam roti sebagai pelengkap burjo.

^_^

Saat ini omzet burjo Mitsunari sekitar 300 porsi perhari. Harga jual burjo per porsi bervariasi dari 3000 hingga 7000 rupiah tergantung jenis roti yang ditambahkan. Dengan omzet sebesar itu, pendapatan Mitsunari tidak terlalu jauh dari gaji di perusahaan makanan.

Masih ditambah benefit lain, yaitu Mitsunari punya waktu luang untuk membuat kebun anggrek yang cantik di belakang rumahnya, kembali aktif di klub Linux, mengajar karate untuk klub remaja masjid dan membuat klub sosialisasi ekonomi Islam bersama teman-teman takmir Masjid di dekat rumahnya. Khusus untuk kegiatan yang terakhir ini dilakukan pada acara cafe morning setiap minggu pagi sehabis sholat shubuh di halaman masjid di kompleksnya. Mitsunari berhasil menyalurkan hoby-hoby yang selama ini hanya tersimpan dalam benaknya karena tidak adanya waktu luang.

Maruko melihat nasib baik Mitsunari setelah keluar kerja sebagai sebuah “nasehat berharga” bagi dirinya untuk tidak perlu terlalu khawatir tentang masa depannya. Kini Maruko merasa yakin bahwa masa depannya tidak sepenuhnya bergantung pada perusahaan tempatnya bekerja. Walaupun dia juga sadar bahwa bila dirinya keluar dari pekerjaan untuk merintis usaha sendiri mungkin nasibnya tidak akan sebaik Mitsunari. (Undil – 2010).

Kamis, 04 November 2010

Dimanakah Allah Bersemayam

Sungguh tidak benar bila dikatakan kalau Baginda Harun Al Rasyid itu bukan seorang ahli pikir.
Hal ini terbukti dari cara beliau berkata, mengajukan pertanyaan dan tahu kapan harus bicara atau diam.
Bahkan baginda itu cermat dalam bertindak.

Meskipun Baginda Harun al Rasyid terkenal cerdik, namun beliau tidak segan-segan bertanya apabila memang tidak mengerti.
Suatu contoh saja misalnya ketika Baginda Harun menunaikan ibadah haji.Beliau bertanya dalam hati kenapa orang berputar-putar mengelilingi Ka'bah Baitullah.
Padahal orang yang menunaikan ibadah haji adalah tamu Allah.


Kenapa kalau sebagai tamu Allah tidak dipersilahkan masuk ke dalam Baitullah satu persatu.Pertanyaan ini belum terpecahkan hingga Baginda kembali ke Baghdad Irak.
Untuk kesekian kalinya, Abu Nawas dipanggil ke istana untuk menghadap Baginda Raja.
Kemudian Baginda bertanya,"Wahai Abu Nawas, apakah arti Ka'bah Baitullah?"
"Ka'bah Rumah Allah, Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas.

"Sebagai apakah orang yang menunaikan ibadah haji itu?" tanya Baginda selanjutnya.
"Sebagai tamu Allah, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas.

"Kalau mereka sebagai tamu Allah mengapa tidak dipersilahkan masuk saja ke dalam Baitullah?" tanya Baginda lagi.
"Baitullah hanyalah sebagai lambang," kata Abu Nawas.
"Kalau begitu dimanakah Allah bersemayam?" tanya Baginda ingin tahu.
"Di dalam hati orang mukmin," jawab Abu Nawas.

"Karena tidak ada suatu ruang yang bagaimanapun luasnya mampu menampung Dzat Allah kecuali hati orang mukmin.Qalbul Mukmin Baitullah (hati orang mukmin adalah rumah Allah)," jawab Abu Nawas menjelaskan.

"Mengapa Baitullah dijadikan kiblat?" tanya Baginda.
"Untuk memudahkan pemahaman orang awam, Paduka yang mulia." kata Abu Nawas.

"Baitullah itu terlihat mata.Dari itu shalat syariat kiblatnya adalah Baitullah, yang waktunya ditentukan dan dengan bacaan tertentu pula.
Sedangkan shalat tharikat kiblatnya hati, waktunya bisa setiap saat dan bacaannya dzikir kepada Allah," Abu Nawas menjelaskan.

Baginda Raja Harun pun puas dengan jawaban Abu Nawas ini.

Selasa, 02 November 2010

Small Change

Sometimes some small change with a value of five thousand rupiahs or below were labelled as a troublesome by reason of consume a big space in our pockets nor wallets. Moreover, when  we are a careless person who put them anywhere, we will experience the pile up of small change.

When our small change are neglected then we will have them everywhere. Some of them easy to find on the table, on top of the cabinet, inside the pocket of a jacket, inside the bag or piled in the drawer. Small change in a large number is a troublesome.  Once we want to use them to buy some expensive goods then we should bring around a  large quantities of banknotes.

However, occasionally we want to have some small change for specific purposes that are routinely. Such as paid for parking or ride public transportation  which we want to pay with exact fare. I have experienced with the later. Once I had a class at the University of Indonesia of Salemba, followed by a class at the UI building of Cikini. I usually ride a bajaj (a three-wheeler) to go Cikini. The fare of bajaj between seven to ten thousand rupiahs.

Since I want to pay with exact fare of seven thousand rupiahs, then I have to prepare a change of five thousand plus two change of a thousand whether one change of two thousand. Hence the change of five thousand and two thousand rupiahs is a very favorite change which very useful for me while studying  at the University of Indonesia on Thursday, Friday and Saturday. Therefore all small change which I get while in Bandung from Sunday to Wednesday will be very useful later when I had a class in Jakarta.


Obviously with such conditions then a small change is necessity for me. The small change are no longer troublesome for me. My mobility from the Clinical Microbiology Department of Cikini to the Medical Faculty of Salemba, IHVCB (Institute of Human Virology and Cancer Biology) or the Eijkman (Eijkman Institute for Molecular Biology), all located at Salemba is facilitated by the existence of small change which useful for bajaj's fare payment.

Senin, 01 November 2010

Menipu Gajah Ajaib

Karena tidak ada yang harus dikerjakan di rumah, Abu Nawas keluar untuk mencari angin.
Jalan-jalan.
Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.


Berikut Kisah Abu Nawas yang menipu Gajah ajaib:
"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
"Pertunjukan keliling yang melinatkan gajah ajaib." jawab kawan Abu Nawas tersebut.
"Apa maksudmu dengan gajah ajaib?" tanya Abu Nawas lagi.
"Gajah yang bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menkjubkan lagi adalah gajah itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." jawab kawan Abu Nawas.


Abu Nawas makin tertarik.
Ia tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.


Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton.
Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukan itu, sang pemilik gajah dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat gajah itu mengangguk-angguk.


Tidak heran bila banyak diantara para penonton yang mencoba untuk maju satu persatu.
Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat gajah ituk mengangguk-angguk, tetapi usaha mereka sia-sia.
Gajah itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.


Melihat kegigihan gajah itu, Abu Nawas semakin penasaran hingga ia maju untuk mencoba.
Setelah berhadapan dengan binatang berbelalai itu, Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku ini?"
Gajah menggeleng.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi .
Namun Gajah itu tetap saja menggeleng-gelengkan kepala.


"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing.
Gajah itu mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mengancam.
Akhirnya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk.


Atas keberhasilan Abu Nawas membuat gajah itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak.
Bukan main marahnya pemilik gajah itu hingga memukuli binatang yang malang itu.
Pemilik gajah itu malu bukan kepalang.


Pada hari berikutnya, ia ingin menebus kekalahannya.
Kali ini ia melatih gajahnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat gajahnya apabila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh ABu Nawas.
Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.


Saat-saat yang dinantikan telah tiba.
Kini para penonton ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggeleng-gelengkan kepala.
Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju lagi.
Ia ingin mengulang pertanyaan yang sama.


"Tahukah engkau siapa aku ini?" tanya Abu Nawas.
Gajah itu mengangguik.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?"
Gajah itu tetap mengangguk.


"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas.
Gajah itu tetap mengangguk.
Gajah itu mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.


Akhirnya Abu Nawa mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam.
"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" tanya Abu Nawas.
Gajah itu tetap mengangguk.
"Baiklah, bolehkah kogosok selangkangmu dengan balsam?" 
Gajah itu mengangguk lagi.


Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu.
Tentu saja gajah itu merasa agak kepanasan dan mulai agak panik.
Kemudian ABu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar.
Bungkusan itu juga berisi balsam.


"Maukah engkau bila balsam ini aku habiskan untuk menggosok selangkangmu?" ancam Abu Nawas.
Gajah itu mulai ketakuta.
Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga terpaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.


Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara itu.
Abu Nawas telah meruntuhkan kegigihan gajah yang dianggap cerdik itu.
Pemilik gajah itu marah bukan main dan tidak tahu lagi harus bagaimana mengalahkan Abu Nawas.