Sabtu, 29 Mei 2010

Puisi Ulang Tahun: Tujuan Pasti

Saat tiba waktumu
Mengapa tak bertanya pada dirimu
Kemanakah kaki akan melangkah?
Di daratan mana kapalmu akan berlabuh?
Jangan mau jadi sampan tak berdayung
Terombang-ambing di pelayaran tak berujung
Aku sangat yakin pada dirimu teman
Tujuan hidupmu tentu telah kau tancapkan
Tegas dan pasti layaknya manusia sejati
Selamat ulang tahun teman
Doaku untuk masa depanmu


Puisi Isyarat untukmu Kulukis di Langit Malam




Kulukis isyarat di langit malam
Besar dan Gagah
Jelas dan Nyata
Berbahan bintang-bintang
yang terang benderang
di atas tabir gelap malam
Berharap dirimu
nun jauh disana melihat
Lalu mengerti



Gambar diambil dari physics.unlfv.edu

Jumat, 21 Mei 2010

Mengecoh Monyet

Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas
bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
"Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."
"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.
"Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan
adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu
Nawas menambahkan.
Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan
keajaiban binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena
begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik
monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja
yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu.
Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu
mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan
kepala.
Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju
untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet
itu tetap menggeleng.
"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet
itu mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu
Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia
mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet
itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu
bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia
melatih monyetnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa
dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli
apapun pertanyaan yang diajukan.
25
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus
sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari
sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu
menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya,
Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
"Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu
tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya
daripada Abu Nawas.
Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.
"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .
"Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu
mengangguk.
Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu
merasa agak kepanasan dan mulai-panik.
Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan
itu juga berisi balsam.
"Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?"
Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa
ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil
mundur beberapa langkah.
26
Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan
sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.
Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu
Nawas!

Mengecoh Raja

Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang
dilegalisir oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu
Nawas untuk dijebloskan ke penjara.
Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah
Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu

Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan
prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda
Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar
tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.
Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah
menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat
Abu Nawas mendekati Baginda.
"Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikit pun
senyum di wajahnya.
"Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas.
"Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari
sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku
akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita
berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus
menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering.
Sekarang kita berpencar." Baginda menjelaskan.
Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu
Baginda akan menjebaknya. la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas
sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun.
Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk
mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan,
Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda
segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para
pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban.
Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah.
Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat
berlindung yang paling dekat.
20
Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi
Baginda Raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kudakuda
yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar,
hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada
kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang
ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.
Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih
dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja.
Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang
basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi
penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini
disembunyikan.
"Terus terang begaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas." tanya
Baginda.
"Mudah Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas sambil tersenyum.
"Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat
berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini." kata Baginda.
"Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun
hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu
mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda
Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.
oo000oo
Debat Kusir Tentang Ayam
21
Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil
pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan
sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi
memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa
menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan.
Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman
yang menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang
miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya
hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya
empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu
Nawas.
Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal.
Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung.
Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta
pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya,
"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata
peserta pertama menjelaskan.
"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda. .
Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas.
la tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.
22
Kemudian peserta kedua maju. la berkata,
"Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang
bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila
teiur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa
dierami." kata peserta kedua dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda
memojokkan. Peserta kedua bjngung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.
Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;
"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata Baginda.
"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta
ketiga meyakinkan.
"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan
ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu
menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan
dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha
menjelaskan.
23
"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa
sempat mengawininya?"
Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan
ke penjara.
Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru
ayam."
"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal
telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.
Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu
Nawas.

Membalas Perbuatan Raja

Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi
beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar
rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda
bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata
yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata
emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf
kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu
Nawas memendam dendam.
Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat
untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak
dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas
tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai
menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.
"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu
Nawas berkata kepada istrinya.
"Untuk apa?" tanya istrinya heran.
"Membalas Baginda Raja." kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri
Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk
hormat dan berkata,
"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan
perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba
tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba."
"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap
Baginda kasar.
"Lalat-lalat ini, Tuanku." kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.
"Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan
perlakuan yang tidak adil ini."
"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"
"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa
dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu." Baginda Raja tidak bisa
mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para
menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat
surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di
manapun mereka hinggap.
18
Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya
hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang
sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan
memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.
Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas
bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana
dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas
tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda
Raja.
Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang
telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa
puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang
hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia
sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas
yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah
menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang
yang mengusiknya.
Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di
rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.

Abu Nawas Mendemo Tuan Kadi

Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua
orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual
kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.
13
Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si
pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh
murid-muridnya menutup kitab mereka.
"Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada
malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta
batu."
Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu
Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berada membuat kejutan dan
berddfa di pihak yang benar.
Pada malam harimya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa
peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.
Berkata Abu Nawas,"Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak
Tuan Kadi yang baru jadi."
"Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?" gumam semua muridnya keheranan.
"Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!" kata Abu
Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barangsiapa yang mencegahmu,
jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa
yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang
hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan iemparilah dengan batu."
Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Tuan Kadi.
Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.
Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih
ketikatanpa basa-basi lagi mereka iangsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-orang
kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah
14
murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani
mencegah.
Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan
bertanya,"Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?"
Murid-murid itu menjawab,"Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!"
Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan
rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.
Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya
"Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya
kepada Baginda."
Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu
Nawas dipanggil menghadap Baginda.
Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. "Hai Abu Nawas apa
sebabnya kau merusak rumah Kadi itu"
Abu Nawas menjawab,"Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada sliatu malam
hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya.
Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus
lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi."
Baginda berkata," Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah
perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?"
Dengan tenang Abu Nawas menjawab,"Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi
yang baru ini Tuanku."
15
Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. la
terdiam seribu bahasa.
"Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?" tanya Baginda.
Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran
karena takut.
"Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti
ini !" perintah Baginda.
"Baiklah ...... "Abu Nawas tetap tenang. "Baginda.... beberapa hari yang lalu
ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang
sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi
kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini
hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung
mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda
Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah
terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik
pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan
akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa."
Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya
seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda
Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di
depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke
hadapan Baginda.
Berkata Baginda Raja,"Hai anak Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak
engkau datang ke negeri ini."
16
Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan
pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia
menginap.
"Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad
moralnya."
Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya
dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir.
Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas
pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.
Berkata Abu Nawas,"Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun
kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua."
Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke
negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada
penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.

Sabtu, 15 Mei 2010

Romo Wage berdebat dengan tukang presentasi




Romo Wage kesal bukan kepalang dengan tampilnya kembali Pak Wagu dengan konsep-konsepnya tentang pengelolaan sampah di kampungnya. Tidak tanggung-tanggung, Pak Wagu membawa infocus sendiri dari rumahnya untuk melakukan presentasi di ruang pertemuan milik kampung ini.


Pak Wagu sukses memukau para hadirin dengan presentasi yang berapi-api plus gambar-gambar menarik yang entah diambil dari mana. Konsep pengumpulan sampah di satu tempat untuk diolah dan didaur ulang itu benar-benar nampak realistis dan mudah diterapkan. Sayangnya semua konsep itu sudah disampaikan Pak Wagu sejak tiga tahun lalu.

Sebenarnya Romo Wage tidak keberatan dengan segala usul Pak Wagu, andai saja usul itu selanjutnya diterapkan. Entah sudah berapakali Pak Wagu melakukan presentasi tentang konsep pengelolaan sampah terpadu. Dari hari ke hari presentasi semakin menarik dan semakin membuat orang-orang terkesan.

Tapi sayangnya selama 3 tahun ini tak pernah nampak ada kemajuan. Yang ada hanyalah pembentukan tim peninjau yang tak juga nampak hasilnya. Sementara dengan semakin padatnya penduduk kampung, membuat orang mulai susah mencari tempat pembuangan sampah. Aroma busuk khas tumpukan sampah organik yang terlambat diangkut mulai mengganggu lingkungan sekitar. Belum lagi tikus-tikus raksasa dekil yang berbondong-bondong datang untuk berpesta pora di atas tumpukan sampah itu.

Tim peninjau sebenarnya bertugas untuk mencari lokasi yang paling tepat untuk mendirikan tempat pengelolaan sampah – tapi tak juga ketemu lokasi yang diinginkan. Yang terjadi adalah mereka berdebat tentang lokasi tempat pembuangan sampah yang ideal – dan setelah ketemu tempatnya harga sewanya terlalu mahal untuk dipikul dari hasil iuran penduduk kampung. Alhasil sampah di kampung tetap saja mengandalkan tukang sampah yang jumlahnya sangat terbatas dan hanya mampu mengangkut sampah dalam jumlah terbatas.

Nah di akhir presentasinya kali ini Pak Wagu kembali mengusulkan pembentukan Tim Peninjau dengan komposisi personel baru untuk menentukan lokasi pengolahan sampah terpadu. Namun kali ini Pak Wagu menambahkan dengan perlunya dibentuknya tim-tim lain untuk mendukung Tim Peninjau. Perlu ada Tim Perlengkapan untuk menentukan desain pengolahan sampah dan memilih alat-alat yang kelak akan dibeli.

Kemudian perlu Tim Operasional untuk membuat prosedur cara pengolahan sampah yag paling cocok diterapkan di kampung. Kemudian perlu Tim Lobby untuk melobby pemerintahan desa dan pemilik usaha atau toko-toko yang mau memberikan bantuan untuk mewujudkan tempat pengolahan sampah terpadu yang untuk bangunannya saja membutuhkan ratusan juta rupiah.

Diharapkan tim-tim tersebut setelah terbentuk segera melakukan meeting untuk selanjutnya kembali memberi presentasi pada warga kampung tentang konsep-konsep pengolahan sampah yang akan mereka ajukan.

Romo Wage benar-benar kesal dengan usulan pembentukan tim baru itu. Akhirnya dia tidak tahan lagi untuk terus berdiam diri. Segera setelah Pak Wagu selesai berpresentasi dan mendapatkan tepuk tangan meriah dari para warga kampung – Romo Wage bergegas mengacungkan tangan untuk minta waktu bicara.

“Saudara-saudara sekalian. Saya sangat menghargai semua konsep Pak Wagu tentang pengelolaan sampah terpadu. Sungguh sebuah ide brilian yang mungkin belum pernah ada satu orang-pun di daerah kita yang pernah melakukannya” kata Romo Wage

Hadirin bertepuk tangan dengan riuh pertanda setuju banget dengan pujian Romo Wage.

“Namun Bapak-bapak sekalian, usulan Pak Wagu baru bisa kita terapkan setelah semua tim itu sukses bekerja. Sedangkan tim yang pernah kita bentuk tiga tahun lalu saja belum bisa menghasilkan apa-apa. Dana ratusan juta yang kita butuhkan untuk membuat tempat pengolahan sampah terpadu itu – belum tentu dapat kita kumpulkan dalam jangka waktu lima tahun. Jadi intinya saya sangat mendukung presentasi Pak Wagu, tapi sebagai rencana jangka panjang kita. Untuk jangka pendek saya rasa perlu ada tindakan lain yang lebih aplikatif”

Hadirin tampak mulai ribut. Sebagian besar tampak menggeleng-geleng tidak setuju, sedang ada sebagian kecil yang mengangguk-angguk tanda setuju.


“Saya punya usulan sederhana saja untuk mengolah sampah. Pertama kita pisahkan sampah organik untuk diolah di lubang biopori yang akan kita buat di rumah masing-masing. Kemudian sampah berupa bungkus makanan yang terbuat dari plastik bisa kita kumpulkan ke rumah Pak Catur Wibisono yang sehari-hari berwirusaha sebagai pembuat aneka kerajinan tangan. Saya rasa beliau dalam waktu singkat dapat belajar membuat barang-barang dari bungkus plastik bekas itu. Dengan cara itu sampah yang harus diangkut tukang sampah jumlahnya jauh berkurang, sehingga tidak lagi menumpuk di depan rumah kita” kata Romo Wage

Hadirin nampak mulai tertarik dengan kata-kata Romo Wage. Sebagian mulai bertanya-tanya tentang lubang biopori, baik itu cara pembuatan maupun manfaatnya. Setelah dijelaskan oleh Romo Wage, nampaknya mereka mulai tertarik untuk mencobanya di rumah. Pak Catur Wibisono juga nampak setuju dengan usulan Romo Wage tentang pemanfaatan plastik bungkus bekas, sambil bercerita bahwa dirinya pernah mendapat kursus dari dinas tenaga kerja tentang cara membuat tas, dompet, karpet dan aneka barang dari plastik bekas kemasan makanan.

“Saya punya lima buah bor biopori di rumah saya. Siapa diantara Bapak-bapak yang mau saya ajari dan kemudian mengajari tetangga-tetangga yang lain untuk membuat lubang biopori?” tanya Romo Wage

Beberapa orang mengacungkan tangan pertanda bersedia menjadi sukarelawan yang akan mengajarkan cara pembuatan lubang biopori. Saat Romo Wage menawarkan siapa yang mau menjadi sukarelawan yang setiap minggu mengambil sampah plastik kemasan makanan dari rumah-rumah penduduk, beberapa pemuda anggota remaja masjid mengacungkan tangan. Maka Romo Wage merasa puas dengan tanggapan penduduk.

“Nah Bapak-bapak rencana jangka pendek kita untuk mengolah sampah sudah siap. Mulai besok pagi saya harapkan Bapak-bapak mulai mengingatkan seluruh anggota keluarga untuk memisahkan sampah plastik kemasan makanan untuk diambil pertugas setiap minggu. Terus Bapak-bapak bisa menghubungi para sukarelawan untuk mengajarkan cara membuat biopori di rumah. Saya rasa kalau Bapak-bapak mau membuat lubang biopori, masalah sampah organik yang berbau busuk akan segera kita atasi dalam sebulan mendatang” kata Romo Wage dengan lugas.

^_^

Persis dengan perkiraan Romo Wage, dalam jangka waktu sebulan masalah sampah organik telah teratasi dengan pembuatan belasan lubang biopori di setiap rumah penduduk. Sampah-sampah plastik bekas kemasan makanan diolah menjadi aneka barang kerajinan oleh Pak Catur Wibisono dengan melibatkan pemuda-pemuda kampung. Sampah-sampah lain tetap diambil secara rutin oleh tukang sampah, dan meskipun kadangkala baru diambil setelah beberapa hari tidak menimbulkan bau busuk karena sampah organiknya telah pisahkan untuk diolah di lubang biopori.

Usulan Pak Wagu tentang pembuatan tempat pengolahan sampah terpadu-pun dengan cepat dilupakan oleh penduduk kampung seiring lenyapnya bau-bauan sampah setelah adanya lubang biopori (Undil – Mei 2010).

Catatan: Romo adalah panggilan untuk bapak dalam bahasa jawa

Rabu, 12 Mei 2010

abu nawas : Pesan Bagi Para Hakim

Siapakah Abu Nawas? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama
besar ini— sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya orang Persia
yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di
Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar
bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang badui padang pasir.
Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran
orang Arab", la juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. la sempat
pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya
menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Mari kita mulai kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu
Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang
sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur
jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan
Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara
memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya, maka
Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu
menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun... demi mendengar rencana sang Sultan.
Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi
gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong
batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang
pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya.
Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
6
Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup
banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia
mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka
menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh
bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang
menemui Abu Nawas.
"Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana." kata wazir
utusan Sultan.
"Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya."jawab Abu
Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu."
"Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan
di sungai supaya bersih dan segar." kata Abu Nawas sambil menyodorkan
sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.
"Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?" kata wazir
"Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau." kata Abu
Nawas.
"Apa maksudnya Abu Nawas?" tanya wazir dengan rasa penasaran.
7
"Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu." sergah Abu Nawas
sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan
keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,"Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu
Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia
kemari dengan suka rela ataupun terpaksa."
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu
Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkahnya
ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
"Abu Nawas bersikaplah sopan!" tegur Baginda.
"Ya Baginda, tahukah Anda....?"
"Apa Abu Nawas...?"
"Baginda... terasi itu asalnya dari udang !"
"Kurang ajar kau menghinaku Nawas !"
"Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?"
Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada
para pengawalnya. "Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali"
8
Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli
tentara yang bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang
kota, ia dicegat oleh penjaga.
"Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah
mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi
hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian,
aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?"
"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah
Baginda yang diberikan kepada tadi?"
"lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?"
"Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!"
"Wan ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan
sudah sering menerima hadiah dari Baginda."
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar
lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu
menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu
saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan
Harun Al Rasyid.
9
"Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari
mengadukan Abu Nawas yang teiah memukul hamba sebanyak dua puluh lima
kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda."
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah
Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya."Hai Abu Nawas! Benarkah kau
telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali
pukulan?"
Berkata Abu Nawas,"Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah
sepatutnya dia menerima pukulan itu."
"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang
itu?" tanya Baginda.
"Tuanku,"kata Abu Nawas."Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah
mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka
hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya.
Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya
berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya."
"Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian
seperti itu dengan Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Benar Tuanku,"jawab penunggu pintu gerbang.
"Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan."
"Hahahahaha IDasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!"sahut
Baginda."Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga
pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka narget, suka memeras
orang! Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan
memecat dan menghukum kamu!"
10
"Ampun Tuanku,"sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar.
Abu Nawas berkata,"Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat, tiba-tiba
diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tiada bersalah. Hamba mohon
ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan
Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba."
Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia
tertawa terbahak-bahak, "Hahahaha...jangan kuatir Abu Nawas."
Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong
uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan
semakin nyentrik seperti orang gila sungguhan.
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para
menterinya.
"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai
kadi?"
Wazir atau perdana meneteri berkata,"Melihat keadaan Abu Nawas yang
semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja
menjadi kadi."
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.
"Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi."
"Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru
saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain
saja."
11
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al
Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak
lama berambisi menjadi Kadi, la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda
untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan
dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda
menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan
syukur kepada Tuhan.
"Alhamdulillah aku telah terlepas dari balak yang mengerikan.
Tapi.,..sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang
lain saja."
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini:
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia
panggii Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati
bapaknya yang sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya,"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah
telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga
kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau
sangat busuk.
"Bagamaina anakku? Sudah kau cium?"
"Benar Bapak!"
12
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku int."
"Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau
harum sekali. Tapi... yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?"
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini."
Berkata Syeikh Maulana "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan
masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang
seorang lagi karena aku tak suaka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah
resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jia kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan
mengalami hai yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka
buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan
Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap
memilihmu sebagai Kadi."
Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk
menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau
penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu
perkara. Walaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak
konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali
dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda
Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.