Rabu, 29 Juli 2009

Putri tandampalik

Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu,
yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh
seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering
dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif
dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur.
Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan
nelayan. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang
sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan
perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di
antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa
utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu
menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah
dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan
terjadi perang dan akan membuat rakyat menderita. Meskipun berat akibat yang akan
diterima, Datu Lawu memutuskan untuk menerima pinangan itu. "Biarlah aku dikutuk asal
rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.
Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan
ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, seperti yang
diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan itu dengan ramah. Saat mereka
mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban
menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti
keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit.
Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan.
Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang
berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu
yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang mendapat
musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk
mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular
jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain.
Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri
Tandampalik tidak berkecil hati atau marah pada
ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama
beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu
memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik,
sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi
membuang anaknya.
Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau.
Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal
menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini
kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan
pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka
terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih
menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik
hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia
diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik
hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik
terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak saat ini kuminta
kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku
sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik
itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang
berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan.
"Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat seperti ini?"
tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai
pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak
menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi
istriku?" Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri
Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia
ditemani oleh Anre Guru Pakanyareng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya.
Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari
rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat
memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus terjaga dan gelisah.
Di kejauhan, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri
untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu
berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat
jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah
rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika
melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam
rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri
Tandampalik.
"Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang
mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah pemuda yang
ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat,
keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya
adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat
sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang
gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana
membuat Putra Mahkota kagum dan langsung menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya
karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan
Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu. Ingin
rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang
Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang
dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota
duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja
Bone dan menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba
mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng.
Raja Bone setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung menerima
lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan
ayahandanya ketika ia diasingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima
dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat
ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan
penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan
pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu
Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu
merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan
dan penuh semangat. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa
menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu
dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya
sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah
mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri
Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar
dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri
Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan
dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian,
Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif
dan bijaksana.
lainnya

Asal usul danau toba

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin
bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari
hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah,
tetapi ia tetap memilih hidup sendirian.
Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di
sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang
besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat
setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyanggoyang.
Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak
kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu
berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya
bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang
menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan
bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku."
Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu.
Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh
ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah
wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu
karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu.
"Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi
istrimu," kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun
mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka
tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi
petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama
petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani
merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk
mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena
ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak
orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan
usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus!" kata seseorang
kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak
merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani
melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak
membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia
menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran
kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga
dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu
pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar
bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak
kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda
memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu.
Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan
makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang
bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani
menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan
lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera
sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil
menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak
tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar
telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang
lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah
air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa
sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas
sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk
sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau
Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama
Pulau Samosir.
HIKMAH :
Jadilah seorang yang sabar dan bisa mengendalikan emosi. Dan juga, jangan
melanggar janji yang telah kita buat atau ucapkan.
putri tandampalik
lainnya

Keong emas

Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja
mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra
Kirana yang cantik dan baik. Candra Kirana sudah
ditunangkan dengan putra mahkota Kerajaan Kahuripan
yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana.
Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya
Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra Kirana sudah ditunangkan
dengan putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan
bijaksana.
Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana,
karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek
sihir untuk mengutuk Candra Kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga Candra Kirana
diusir dari Istana. Ketika Candra Kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul
dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya ke laut. Tapi sihirnya akan hilang
bila keong emas berjumpa dengan tunangannya.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala,
dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang
dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan
lagi di laut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia
sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan
yang enak-enak. Si nenek bertanya-tanya siapa yang
memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani
kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura ke laut
ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas
berubah menjadi gadis cantik dan langsung memasak,
kemudian nenek menegurnya "siapa gerangan kamu putri
yang cantik ?" "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir
menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadak
u" kata keong emas, kemudian Candra Kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek
itu tertegun melihatnya.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu Candra Kirana
menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek
sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden
Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati kaget sekali melihat burung gagak yang bisa
berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan
menurutinya padahal Raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu
bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan.
Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik. Ia menolong Raden Inu dari burung gagak
itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan
burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu
dimana Candra Kirana berada, disuruhnya Raden itu pergi
ke desa Dadapan. Setelah berjalan berhari-hari
sampailah ia ke desa Dadapan. Ia menghampiri sebuah
gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena
perbekalannya sudah habis.
Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat tunangannya sedang
memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada
saat itu muncul nenek pemilik gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden
Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya ke istana, dan Candra
Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman
yang setimpal. Karena takut, Galuh Ajeng melarikan diri ke hutan, kemudian ia terperosok
dan jatuh ke dalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu
Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek Dadapan yang baik hati itu ke istana
dan mereka hidup bahagia.
asal usul danau toba
putri tandampalik
lainnya

Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya
sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku
turun tahta," kata Prabu Tapa. Purbasari memiliki kakak
yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya
diangkat menggantikan Ayah mereka.
"Aku putri Sulung,
seharusnya ayahanda memilih aku sebagai
penggantinya," gerutu Purbararang pada tunanga
nnya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya
mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit
Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir
adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !"
ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di
hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk
Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan
berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri". "Terima kasih paman", ujar
Purbasari.
Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu
hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara
hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang
misterius. Tetapi kera tersebut yang paling
perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan
bunga-bunga yang indah serta buah-buahan bersama
teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat
yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan
bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung
merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung
obat yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari
dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. "Apa
manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya.
Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih
seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari
sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin di
telaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama
tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan
adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali
seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu
panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !", kata
Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni
kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.
"Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku",
kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan
kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung
melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahakbahak,
"Jadi monyet itu tunanganmu ?".
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi.
Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung
berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah
sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut
melihat kejadian itu seraya bersorak gembira.
Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan
kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada
adiknya dan memoho
n untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu
akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang
ternyata selama ini selalu mendampinginya di hutan dalam wujud seekor lutung.
keong emas
asal usul danau toba
putri tandampailk
lainnya

Karang bolong

Beberapa abad yang lalu tersebutlah Kesultanan
Kartasura. Kesultanan sedang dilanda kesedihan yang
mendalam karena permaisuri tercinta sedang sakit keras.
Pangeran sudah berkali-kali memanggil tabib untuk
mengobati sang permaisuri, tapi tak satupun yang dapat
mengobati penyakitnya. Sehingga hari demi hari, tubuh
sang permaisuri menjadi kurus kering seperti tulang
terbalutkan kulit.
Kecemasan melanda rakyat kesultanan Kartasura.
Roda pemerintahan menjadi tidak berjalansebagaimana mestinya. "Hamba sarankan agar Tuanku mencari tempat yang sepi untuk
memohon kepada Sang Maha Agung agar mendapat petunjuk guna kesembuhan
permaisuri," kata penasehat istana.
Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang
dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib. "Hentikanlah
semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah,
permaisuri akan sembuh." Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan
menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya. "Pantai selatan itu sangat luas.
Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di
sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang," kata penasehat
istana dengan yakin.
Keesokannya, Pangeran Kartasura menugaskan Adipati Surti
untuk mengambil bunga karang tersebut. Adipati Surti
memilih dua orang pengiring setianya yang bernama Sanglar
dan Sanglur. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya
mereka tiba di karang bolong. Di dalamnya terdapat sebuah
gua. Adipati Surti segera melakukan tapanya di dalam gua
tersebut. Setelah beberapa hari, Adipati Surti mendengar suara
seseorang. "Hentikan semedimu. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi harus kau
penuhi dahulu persyaratanku." Adipati Surti membuka matanya, dan melihat seorang
gadis cantik seperti Dewi dari kahyangan di hadapannya. Sang gadis cantik tersebut
bernama Suryawati. Ia adalah abdi Nyi Loro Kidul yang menguasai Laut Selatan.
Syarat yang diajukan Suryawati, Adipati harus bersedia menetap di Pantai Selatan
bersama Suryawati. Setelah lama berpikir, Adipati Surti
menyanggupi syarat Suryawati. Tak lama setelah itu,
Suryawati mengulurkan tangannya, mengajak Adipati Surti
untuk menunjukkan tempat bunga karang. Ketika menerima
uluran tangan Suryawati, Adipati Surti merasa raga halusnya
saja yang terbang mengikuti Suryawati, sedang raga
kasarnya tetap pada posisinya bersemedi. "Itulah
bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri," kata Suryawati seraya menunjuk
pada sarang burung walet. Jika diolah, akan menjadi ramuan yang luar biasa khasiatnya.
Adipati Surti segera mengambil sarang burung walet cukup banyak. Setelah itu, ia
kembali ke tempat bersemedi. Raga halusnya kembali masuk ke raga kasarnya.
Setelah mendapatkan bunga karang, Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya kembali
ke Kartasura. Pangeran Kartasura sangat gembira atas keberhasilan Adipati Surti. "Cepat
buatkan ramuan obatnya," perintah Pangeran Kartasura pada pada abdinya. Ternyata,
setelah beberapa hari meminum ramuan sarang burung walet, Permaisuri menjadi sehat
dan segar seperti sedia kala. Suasana Kesultanan Kartasura menjadi ceria kembali. Di
tengah kegembiraan tersebut, Adipati Surti teringat janjinya pada Suryawati. Ia tidak
mau mengingkari janji.
Ia pun mohon diri pada Pangeran Kartasura dengan alasan
untuk menjaga dan mendiami karang bolong yang di
dalamnya banyak sarang burung walet. Kepergian Adipati
Surti diiringi isak tangis para abdi istana, karena Adipati
Surti adalah seorang yang baik dan rendah hati. Adipati
Surti mengajak kedua pengiringnya untuk pergi
bersamanya. Setelah berpikir beberapa saat, Sanglar dan
Sanglur memutuskan untuk ikut bersama Adipati Surti.
Setibanya di Karang Bolong, mereka membuat sebuah rumah sederhana. Setelah selesai,
Adipati Surti bersemedi. Tidak berapa lama, ia memisahkan raga halus dari raga
kasarnya. "Aku kembali untuk memenuhi janjiku," kata Adipati Surti, setelah melihat
Suryawati berada di hadapannya. Kemudian, Adipati Surti dan Suryawati melangsungkan
pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia di Karang Bolong. Di sana mereka mendapatkan
penghasilan yang tinggi dari hasil sarang burung walet yang semakin hari semakin banyak
dicari orang.
baca dongeng lainnya :
putri tandampalik
lutung kasarung
keong emas
asal usul danau toba
lainnya

Selasa, 28 Juli 2009

si dayang bandir

Dahulu di propinsi Sumatera Utara terdapat dua kerajaan. Kerajaan itu dikenal dengan
nama Kerajaan Timur dan Kerajaan Barat. Pada suatu ketika, raja yang berkuasa di
Kerajaan Timur menikah dengan adik perempuan dari raja yang berkuasa di Kerajaan
Barat. Beberapa tahun kemudian lahir seorang bayi perempuan yang diberi nama Si
Dayang Bandir, tujuh tahun kemudian lahir seorang anak laki-laki yang bernama Sandean
Raja. baca kelanjutan ceritanya Ketika masih kecil, ayah Si Dayang Bandir dan Sandean Raja meninggal dunia.
Dengan meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi kosong.
Berhubung Sandean Raja masih kecil dan belum bisa menggantikan kedudukan ayahnya
sebagai raja, maka dalam sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk
mengendalikan pemerintahan kerajaan.
Si Dayang Bandir mempunyai akal untuk menyelamatkan
benda-benda pusaka agar jangan sampai jatuh ke tangan
pamannya yang hanya menggantikan pemerintahan
sementara. Hmm.. benda-benda pusaka ini harus
kuselamatkan agar jangan sampai jatuh di tangan pamanku,
kelak adik Sandean Raja lah yang berhak atas benda-benda
pusaka ini, gumam Si Dayang Bandir.
Tidak berapa lama, Paman Kareang mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja
telah disimpan Si Dayang Bandir. Ia mendesak Si Dayang Bandir agar menyerahkan
benda-benda itu. Awas! Kalau benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatan mu
akan terancam! Itulah ancaman Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si
Dayang Bandir tetap tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu.
Kekesalan Paman Kareang menyebabkan Si Dayang Bandir
dan Sandean Raja dibuang ke hutan. Sesampainya di hutan,
Paman Kareang mengikat Si Dayang Bandir di atas sebatang
pohon sehingga tidak dapat dijangkau adiknya, Sandean
Raja. Sandean Raja menangis tak henti-henti sampai
kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan
kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut,
setiap mencoba ia pun jatuh. Tubuhny
a menjadi tergores dan luka-luka. Biarlah kekejaman paman ini kutanggung sendiri, kata
Si Dayang Bandir lemah. Bila kau lapar, makanlah pucuk-pucuk daun yang berada di
sekitarmu, ucap Si Dayang Bandir, kepada adiknya yang kelaparan.
Setelah beberapa hari terikat di batang pohon, akhirnya Si Dayang Bandir tampak mulai
lemas dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Begitu kejam pamanku! umpat
Sandean Raja. Ia pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia
menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si
Dayang Bandir. Ku harap kau segera menghadap Raja Sorma, bisik halus Roh Si Dayang
Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma adalah adik kandung dari Ibu Sandean Raja.
Raja Sorma tidak kejam seperti Paman Kareang yang saat ini sudah menjadi raja di
Kerajaan Timur.
Sandean Raja berhasil keluar dari hutan dan segera
menuju ke wilayah Kerajaan Barat untuk menghadap Raja
Sorma. Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba adalah
Sandean Raja. Putra Mahkota Kerajaan Timur, kata
Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan
Sandean Raja karena ia mendengar bahwa Sandean Raja
dan Si Dayang Bandir telah meninggal dunia. Untuk
membuktikan bahwa Sandean Raja benar-benar
keponakannya, Sandean Raja diuji
memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana. Ujian selanjutnya, Sandean
Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu
diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk
membangun istana besar yang disebut Rumah Bolon dan ternyata berhasil dan selesai
dalam waktu tiga hari.
Raja Sorma belum mau mengakui Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh
ujian terakhir. Yaitu, menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah
ruang yang gelap gulita. Sandean Raja merasa khawatir kalau ujian yang terakhir ini ia
tidak berhasil. Jangan khawatir, aku akan membantumu, bisik roh Si Dayang Bandir.
Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang bersimpuh.
Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Sorma dan dinikahkan
dengan puterinya.
Setahun kemudian, Sandean Raja bersama prajurit
Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai
oleh paman Raja Kareang. Dalam waktu yang tidak lama,
Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan Raja Kareang
terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur akhirnya di
kuasai oleh Sandean Raja. Dan akhirnya Sandean Raja
dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur dan hidup bahagia
bersama istri dan rakyatnya.
HIKMAH :
Untuk membuktikan kebenaran diperlukan ujian yang keras. Hanya orang-orang yang
bersemangat, sabar dan besar hatilah yang dapat melewati ujian seberat apapun.
baca kisah lainnya :
  • lutung kasarung
  • keong emas
  • asal-usul danau toba
  • putri tandampalik
  • lainnya
  • sangkuriang

    Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang
    puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi.
    Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi
    nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar
    berburu. Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang,
    anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu,
    bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga
    bapaknya.
    Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan.
    Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana,
    Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya.
    Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar
    cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala
    Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya.
    Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi
    mengembara.
    Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat
    tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan
    selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara,
    Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana,
    kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain
    adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang
    melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona
    padanya.
    Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi
    untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat
    bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi
    merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan
    wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk
    menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia
    meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang
    untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu
    harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
    Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan
    kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk
    membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi
    pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut.
    Begitu
    pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar
    kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur
    kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya.
    Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta
    Dayang Sumbi.
    Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang
    dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh
    kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang
    dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi
    sebuah gunung yang bernama "Tangkuban Perahu."
    baca kisah lainnya :

    loro jonggrang

    Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan.
    Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan
    Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan
    menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging.
    Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung
    Bondowoso.
    Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak
    menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada
    rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin.
    Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro
    Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia
    menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.
    Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang.
    "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi
    permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro
    Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar
    pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali,
    belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi
    permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa
    yang harus aku lakukan ?". Loro
    Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka
    Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat
    Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang
    tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
    "Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan
    ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa syaratnya?
    Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro
    Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?"
    teriak Bondowoso.
    "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam."
    Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya
    bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung
    Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000
    candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya
    percaya tuanku bisa membuat candi tersebut dengan
    bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga usulmu,
    siapkan peralatan yang kubutuhkan!"
    Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua
    lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara
    menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat
    kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa yang harus kami
    lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung
    Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing.
    Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
    Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas,
    mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?",
    ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para
    dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan
    mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami itu!"
    perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya
    disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat
    warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk
    pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
    Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita
    harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain. Para
    jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat
    heran melihat kepanikan pasukan jin.
    Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau
    minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata
    jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan
    telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui
    kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...",
    kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang.
    "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil
    mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro
    Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat
    ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah
    Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.
    baca kisah lainnya :

    hang tuah

    Alkisah, Di pantai barat Semenanjung Melayu, terdapat
    sebuah kerajaan bernama Negeri Bintan. Waktu itu ada
    seorang anak lakik-laki bernama Hang Tuah. Ia seorang
    anak yang rajin dan pemberani serta sering membantu
    orangtuanya mencari kayu di hutan. Hang Tuah mempunyai
    empat orang kawan, yaitu Hang Jebat, Hang Lekir, Hang
    Lekiu dan Hang Kesturi. Ketika
    menginjak remaja, mereka bermain bersama ke laut. Mereka ingin menjadi pelaut yang
    ulung dan bisa membawa kapal ke negeri-negeri yang jauh.
    Suatu hari, mereka naik perahu sampai ke tengah
    laut. Hei lihat, ada tiga buah kapal! seru Hang Tuah
    kepada teman-temannya. Ketiga kapal itu masih
    berada di kejauhan, sehingga mereka belum melihat
    jelas tanda-tandanya. Ketiga kapal itu semakin
    mendekat. Lihat bendera itu! Bendera kapal
    perompak! Kita lawan mereka sampai titik darah
    penghabisan! teriak Hang Kesturi. Kapal perompak
    semakin mendekati perahu Hang Tuah dan temantemannya.
    Ayo kita
    cari pulau untuk mendarat. Di daratan kita lebih leluasa bertempur! kata Hang Tuah
    mengatur siasat. Sesampainya di darat Hang Tuah mengatur siasat. Pertempuran antara
    Hang Tuah dan teman-temannya melawan perompak berlangsung sengit. Hang Tuah
    menyerang kepala perompak yang berbadan tinggi besar dengan keris pusakanya. Hai anak
    kecil, menyerahlah. Ayo letakkan pisau dapurmu! Mendengar kata-kata tersebut Hang
    Tuah sangat tersinggung. Lalu ia melompat dengan gesit dan menikam sang kepala
    perompak. Kepala perompak pun langsung tewas. Dalam waktu singkat Hang Tuah dan
    teman-temannya berhasil melumpuhkan kawanan perompak. Mereka berhasil menawan 5
    orang perompak. Beberapa perompak berhasil meloloskan diri dengan kapalnya.
    Kemudian Hang Tuah dan teman-temannya menghadap
    Sultan Bintan sambil membawa tawanan mereka. Karena
    keberanian dan kemampuannya, Hang Tuah dan temantemannya
    diberi pangkat dalam laskar kerajaan. Beberapa
    tahun kemudian, Hang Tuah diangkat menjadi pimpinan
    armada laut. Sejak menjadi pimpinan armada laut, negeri
    Bintan menjadi kokoh dan makmur. Tidak ada negeri yang
    berani menyerang negeri Bintan.
    Beberapa waktu kemudian, Sultan Bintan ingin mempersunting puteri Majapahit di Pulau
    Jawa. Aku ingin disiapkan armada untuk perjalanan ke Majapahit, kata Sultan kepada
    Hang Tuah. Hang Tuah segera membentuk sebuah armada tangguh. Setelah semuanya
    siap, Sultan dan rombongannya segera naik ke kapal menuju ke kota Tuban yang dahulunya
    merupakan pelabuhan utama milik Majapahit. Perjalanan tidak menemui hambatan sama
    sekali. Pesta perkawinan Sultan berlangsung dengan meriah dan aman.
    Setelah selesai perhelatan perkawinan, Sultan Bintan dan permaisurinya kembali ke
    Malaka. Hang Tuah diangkat menjadi Laksamana. Ia memimpin armada seluruh kerajaan.
    Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena para perwira istana menjadi iri hati. Para
    perwira istana menghasut Sultan. Mereka mengatakan bahwa Hang Tuah hanya bisa
    berfoya-foya, bergelimang dalam kemewahan dan menghamburkan uang negara. Akhirnya
    Sultan termakan hasutan mereka. Hang Tuah dan Hang Jebat di berhentikan. Bahkan
    para perwira istana mengadu domba Hang Tuah dan Hang Jebat. Mereka menuduh Hang
    Jebat akan memberontak. Hang Tuah terkejut mendengar berita tersebut. Ia lalu
    mendatangi Hang Jebat dan mencoba menasehatinya. Tetapi rupanya siasat adu domba
    oleh para perwira kerajaan berhasil. Hang Jebat dan Hang Tuah bertengkar dan akhirnya
    berkelahi. Naas bagi Hang Jebat. Ia tewas ditangan Hang Tuah. Hang Tuah sangat
    menyesal. Tapi bagi Sultan, Hang Tuah dianggap pahlawan karena berhasil membunuh
    seorang pemberontak. Kau kuangkat kembali menjadi laksamana, kata Sultan pada Hang
    Tuah. Sejak saat itu Hang Tuah kembali memimpin armada laut kerajaan.
    Suatu hari, Hang Tuah mendapatkan tugas ke negeri India untuk membangun
    persahabatan antara Negeri Bintan dan India. Hang Tuah di uji kesaktiannya oleh Raja
    India untuk menaklukkan kuda liar. Ujian itu berhasil dilalui Hang Tuah. Raja India dan
    para perwiranya sangat kagum. Setelah pulang dari India, Hang Tuah menerima tugas ke
    Cina. Kaisarnya bernama Khan. Dalam kerajaan itu tak seorang pun boleh memandang
    langsung muka sang kaisar.
    Ketika di jamu makan malam oleh Kaisar, Hang Tuah minta
    disediakan sayur kangkung. Ia duduk di depan Kaisar
    Khan. Pada waktu makan, Hang Tuah mendongak untuk
    memasukkan sayur kangkung ke mulutnya. Dengan
    demikian ia dapat melihat wajah kaisar. Para perwira
    kaisar marah dan hendak menangkap Hang Tuah, namun
    Kiasar Khan mencegahnya karena ia sangat kagum dengan
    kecerdikan Hang Tuah.
    Beberapa tugas kenegaraan lainnya berhasil dilaksanakan
    dengan baik oleh Hang Tuah. Hingga pada suatu saat ia
    mendapat tugas menghadang armada dari barat yang
    dipimpin seorang admiral yang bernama D Almeida.
    Armada ini sangat kuat. Hang Tuah dan pasukannya
    segera menghadang. Pertempuran sengit segera terjadi.
    Saat itulah Hang Tuah gugur membela tanah airnya. Ia
    tewas tertembus peluru sang admiral.
    Sejak saat itu, nama Hang Tuah menjadi terkenal sebagai pelaut ulung, laksamana yang
    gagah berani dan menjadi pahlawan di Indonesia dan di Malaysia. Sebagai bentuk
    penghormatan, salah satu dari kapal perang Indonesia diberi nama KRI Hang Tuah.
    Semoga nama itu membawa "tuah" yang artinya adalah berkah.
    HIKMAH :
    Semua warga negara Indonesia boleh mencontoh jiwa dan semangat kepahlawanan
    Hang Tuah yang gagah berani, tangkas, cerdik dan pantang menyerah.

    sungai jodoh

    Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis
    yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang
    majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti
    Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian
    majikannya di sebuah sungai. Ular! teriak Mah Bongsu
    ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata
    ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil
    menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu
    memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan
    membawanya pulang ke rumah.
    Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat
    dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu
    memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib, setiap Mah Bongsu
    membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka
    tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri
    Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah
    ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung. Dalam tempo dua, tiga
    bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebihi Mak Piah Majikannya.
    Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya. Pasti Mah Bongsu memelihara
    tuyul, kata Mak Piah. Pak Buntal pun menggarisbawahi pernyataan istrinya itu. Bukan
    memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku! Banyak orang menjadi penasaran dan
    berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu. Untuk menyelidiki asal usul harta Mah
    Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa dari orang dusun yang penasaran telah
    menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.
    Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan, kata Mak
    Ungkai kepada tetangganya. Bahkan Mak Ungkai dan para
    tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah
    Bongsu, sebab Mah Bongsu selalu memberi bantuan
    mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Selain mereka,
    Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang
    yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan
    bantuan. Mah Bongsu seorang yang dermawati, sebut
    mereka.
    Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Hampir setiap malam mereka
    mengintip ke rumah Mah Bongsu. Wah, ada ular sebesar betis? gumam Mak Piah. Dari
    kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun? gumamnya lagi.
    Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu, ujar Mak Piah.
    Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak
    lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa. Dari ular
    berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih
    banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu, pikir Mak
    Piah. Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular
    berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang. Saya takut!
    Ular melilit dan menggigitku! teriak Siti Mayang
    ketakutan. Anakku, jangan takut. Bertaha
    nlah, ular itu akan mendatangkan harta karun, ucap Mak Piah.
    Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin
    menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk
    ularnya, ia tiba-tiba terkejut. Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat
    pertemuan kita dulu, kata ular yang ternyata pandai berbicara seperti manusia. Mah
    Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi
    hatinya. Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau
    berikan padaku, ungkap ular itu. Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku, lanjutnya.
    Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi
    bingung.
    Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga
    berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan
    gagah perkasa. Kulit ular sakti itu pun berubah wujud
    menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di
    halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu
    diberi nama desa Tiban asal dari kata ketiban, yang artinya
    kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.
    Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan
    pemuda tampan tersebut. Pesta pun dilangsungkan tiga
    hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan.
    Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan
    ucapan selamat.
    Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang
    dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatuk ular berbisa.
    Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi
    pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut Sungai
    Jodoh.
    HIKMAH :
    Sikap tamak, serakah akan mengakibatkan kerugian pada diri sendiri. Sedang sikap
    menerima apa adanya, mau menghargai orang lain dan rela berkorban demi sesama
    yang membutuhkan, akan berbuah kebahagiaan.
    kisah lainnya :

    malin kundang

    Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di
    pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri
    dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama
    Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang
    memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari
    nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang
    luas.
    Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua
    bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung
    halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
    Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan
    memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung
    batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya
    dan tidak bisa hilang.
    Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting
    tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di
    negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah
    menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal
    dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
    Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju
    dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang
    akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan
    perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
    "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau
    lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil
    berlinang air mata.
    Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu
    Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu
    pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba
    kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan
    para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
    awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin
    Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika
    peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
    kayu.
    Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
    terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju
    ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong
    oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang
    menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
    keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang
    yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih
    dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis
    untuk menjadi istrinya.
    Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah
    menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin
    Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah
    berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi
    ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke
    kampung halamannya.
    Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya
    melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah
    disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang
    banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui
    anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
    pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang
    berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang
    sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang
    beserta istrinya.
    Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya
    melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
    dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama
    tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang.
    Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera
    melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga
    terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
    mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada
    ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya,
    karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan
    mengenakan baju compang-camping. "Wanita
    itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
    mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.
    Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang
    sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya
    yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau
    benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin
    bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.
    Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya
    berbentuk menjadi sebuah batu karang.
    HIKMAH :
    Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama
    kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika
    sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan
    satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.
    baca kisah lainnya :